Ridho Atas Kehendak Allah Merupakan Kunci Kebahagiaan
Sejatinya kita mampu membuat rencana yang hebat. Mampu merencanakan untuk mencapai kepentingan dan tujuannya dengan detail dan rinci. Akan tetapi, sebagus-bagusnya rencana kita ketika Allah tidak meridhoi rencana itu terjadi, maka kita mampu berbuat apa?
Mau tidak mau kita harus menerima apapun yang terjadi dalam hidup kita baik ataupun buruk. Namun kita seringkali tidak menerima keadaan dan seringkali menyalahkan takdir Allah yang salah terhadap diri. Kita mulai merasa bahwa nikmat yang diberikan Allah adalah suatu ketidak-adilan.
Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 191: “Yaitu orang-orang yang selalu mengingat Allah sambil berdiri, duduk dan berbaring atas rusuk mereka, dan mereka merenungkan tentang penciptaan seluruh langit dan bumi seraya berkata, “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau (dari perbuatan sia-sia), maka peliharalah kami dari azab Api.”
Adapun tafsir dari ayat ini adalah: Tatanan agung yang dibayangkan dalam ayat- ayat sebelumnya tidak mungkin terwujid tanpa suatu tujuan tertentu. Karena seluruh alam ini telah dijadikan untuk mengkhidmati manusia, tentu saja kejadian manusia sendiri mempunyai tujuan yang agung dan mulia pula. Bila orang merenungkan tentang kandungan arti kerohanian yang diserap dari gejala-gejala fisik di dalam kejadian alam semesta dengan tatanan sempurna yang melingkupinya itu. Ia akan begitu terkesan dengan mendalamnya oleh kebijakan luhur Sang Penciptanya, lalu dengan serta merta terlompat dari dasar lubuk hatinya seruan, ” Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menjadikan ini sia- sia.” (Tafsir Qur’an no 547 halaman 312)
Kita sebagai manusia ciptaan-Nya, senantiasa harus mampu menyiapkan diri dan mental untuk menyambut bukan hanya suatu ketetapan yang diberikan kepada kita dalam keadaan baik saja, namun juga mampu mempersiapkan dalam keadaan buruk juga.
Orang yang menyadari ada hikmah di balik setiap kejadian, maka dia akan terhindar dari rasa kecewa apalagi putus asa. Rasa kecewa muncul karena dia belum menyadari dan tidak mau mengambil hikmah dari kejadian yang dialaminya. Rasa kecewa timbul karena orang berpikir kenapa saya seperti ini, harusnya saya seperti itu, seperti yang saya inginkan.
Silakan kita mempunyai keinginan demi keinginan, tetapi pada saat yang sama kita harus siap menghadapi kenyataan. Bahwa sangat banyak kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Kalau kenyataan sesuai keinginan, kita bersyukur kepada Allah SWT. Karena terkabulnya cita-cita kita adalah semata-mata karunia dari-Nya.
Kalau kenyataan tidak sesuai keinginan kita, kita bersabar, kemudian sampaikan lagi keinginan kita kepada Allah SWT. disertai ikhtiar secukupnya. Begitu seterusnya.
Inilah cara Rasulullah saw, kapan saja tiba saat yang sulit yang karenanya hati beliau menjadi resah /cemas maka setelah melakukan upaya-upaya lahiriah. Setelah menggunakan sarana-sarana lahiriah, beliau lalu menyerahkan masalahnya kepada Allah (bertawakal).
Tidak ada kejadian yang sia-sia. Bahkan semua ciptaan Allah mengandung hikmah dan kebaikan bagi alam semesta. Dikisahkan suatu kali sang bijak berkata kepada istrinya, “Dari hari ke hari, aku merasa semakin kagum akan penciptaan Allah. Dan segala yang ada di dunia ini dibuat demi kesejahteraan manusia.”
Isterinya meminta sang bijak untuk memberikan contoh. “Misalnya saja, dengan Rahmat Allah, unta-unta tidak punya sayap.”
“Bagaimana bisa dikatakan membantu mensejahterakan kita?” tanya isterinya.
“Bayangkan! Kalau saja unta-unta punya sayap, betapa mereka akan senang bertengger di atas rumah kemudian merusak atap, dan tidak memedulikan keributan yang mereka ciptakan.”
Semua ciptaan ada hikmahnya. Semua kejadian ada pula hikmah dan pelajarannya. “Segala sesuatu ada berkahnya. Berkahnya hati adalah merasa puas dengan pemberian Allah, Yang Maha Kuasa.” (Imam Malik) Semoga kita mampu dengan bijak untuk senantiasa mengambil hikmah dalam berbagai kenyataan hidup yang kita tapaki.
Views: 558
