Satu Kebaikan Menumbuhkan Kebaikan Lainnya

Kebaikan dan keburukan sudah merupakan dinamika dalam kehidupan. Kebaikan dapat menciptakan cinta, kasih serta ketulusan. Namun, keburukan akan menghancurkan segala perasaan, dan yang tertinggal adalah dendam. 

Sementara dendam merupakan sikap yang teramat berbahaya. Jika dendam telah tertanam, maka akan melahirkan kejahatan demi kejahatan, dan akan saling berbalas kejahatan. Perdamaian pun seolah akan hilang sirna.

Lantas, bagaimana pandangan Islam apabila kita membalas kejahatan dengan kejahatan?

Al-Qur’an karim begitu jelas melarang kita untuk membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama. Berkaitan dengan hal tersebut, Hadhrat Masih Mau’ud as pun menerangkan di dalam sebuah syair yang bunyinya: 

“Jika ada orang yang mencaci maki, berdoalah untuknya dan jika dia membuatmu sedih, buatlah dia bahagia. Jika ada yang bersikap sombong kepadamu, perlihatkanlah sikap rendah hati.”

Maka tidak ada yang dapat membenarkan bahwa kejahatan harus dibalas dengan kejahatan. Allah s.w.t. begitu menganjurkan supaya kita dapat membalas kejahatan dengan kebaikan. Yang difirmankan dalam surah Ha Mim Al-Sajdah ayat 35. Yang artinya:

“Dan tidaklah sama kebaikan dengan keburukan. Tolaklah keburukan itu dengan sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia.”

Ayat di atas menerangkan bahwa dari kebaikan akan merubah suatu permusuhan menjadi persahabatan. Seperti yang dikisahkan zaman dahulu kala. Ada seorang Yahudi yang bertetanggaan dengan Hadhrat Malik bin Dinar ra. Orang Yahudi itu adalah musuh besar orang Islam. Dia selalu memikirkan bagaimana caranya untuk menyusahkan atau merugikan orang Islam.

Setiap hari dia mengumpulkan sampah yang ada di rumahnya, lalu sampah tersebut dilemparkan ke rumah Hz. Malik ra., sampai mengotori tempat beliau biasa melakukan sholat. Namun dengan kesabaran Hz. Malik ra., beliau sendiri yang membersihkan sampah-sampah tersebut dengan ikhlas dan kemudian beribadah dengan tenang.

Orang Yahudi merasa heran, sebab pikirnya Hz. Malik ra. akan memaki dan mengajaknya berkelahi hingga ditonton oleh seluruh warga, tapi sayang pikiran itu tidak pernah menjadi kenyataan.

Karena kesabaran Hz. Malik ra., orang Yahudi itu pun makin merasa penasaran dan terus berpikir bahwa Hz. Malik ra. sangat aneh sebab sedikitpun tidak pernah beliau menunjukkan marahnya. Akhirnya orang Yahudi mendatangi rumah Hz. Malik ra., untuk sekedar bertanya, “Apakah selama ini tuan tidak terganggu atas perbuatan saya?”

Hz. Malik ra. menjawab, “Terganggu kenapa ya? Saya senang sekali dengan tetangga saya, bahkan kalau bisa saya sangat ingin membantunya. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda, “Malaikat selalu berpesan kepadaku untuk senantiasa berbuat baik kepada tetangga, sehingga aku mengira bahwa tetangga itu berhak juga menerima warisan. “”

Orang Yahudi itu pun merasa sangat malu dan akhirnya sadar akan perbuatannya, lalu dia minta maaf. Dan sejak itu dia menjadi tetangga yang baik selalu mengunjungi beliau ra. untuk sekedar ngobrol.

Dari kisah di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa seburuk dan sejahat apapun orang terhadapmu, baik itu secara lisan maupun perbuatan. Maka, maafkanlah dan balaslah dengan belas kasih serta kelembutan.

Seperti yang telah dikatakan Imam Al-Ghazali, “Hiduplah kamu bersama Manusia, sebagaimana pohon yang berbuah, mereka melemparinya dengan batu, tetapi ia membalasnya dengan buah.”

Semoga dengan karunia Allah s.w.t., kita sebagai makhluk yang diberikan perasaan cinta dan kasih sayang, dapat menjadikan suatu jalan kebaikan. Dan dari satu kebaikan akan menumbuhkan kebaikan-kebaikan lainnya. Insya Allah.

 

Views: 807

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *