
SESAMA MUKMIN BAGAIKAN BANGUNAN YANG SALING MENGUATKAN
Bangunan kokoh dan kuat tentunya memiliki elemen-elemen yang lengkap. Sebut saja pondasi sebagai dasar berdirinya bangunan, lalu batu-bata ditata menjadi dinding untuk dipasangi nantinya dengan atap. Tak sampai di situ, pintu, jendela dan pilar-pilar turut menghiasi bahkan aksesori lain turut dipasang untuk menambah indah dan megahnya bangunan yang diimpikan.
Masing-masing dari elemen tadi semuanya padu padan tak ada yang merasa bahwa masing-masing dari mereka merasa lebih unggul. Atap tidak menunjukkan sifat takabur karena berada paling atas begitu pula lantai tidak merasa rendah diri karena berada di bawah. Semuanya bersatu dalam satu kesatuan yang penuh harmoni, saling mendukung serta saling menghargai akan keberadaannya masing-masing.
Begitulah gambaran seorang mukmin dengan mukmin lainnya. Hadhrat Rasulullah saw. Memberikan gambaran yang begitu indah tentang kedudukan seorang mukmin. Haditsnya yang masyhur menjelaskan hal tersebut.
“Mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling menguatkan.” [1]
Begitulah seharusnya keadaan setiap mukmin. Semuanya saling menguatkan, tak ada rasa iri dengki atau dendam kesumat. Tak ada kesombongan atau saling merendahkan semuanya menjadi satu kesatuan yang saling menguatkan untuk mendirikan Islam yang penuh dengan harmoni dan masing-masing memberikan keindahannya tanpa saling menyakiti atau menjatuhkan. Betapa indahnya Islam seakan surga tercipta dengan sendirinya di bumi ini.
Apabila setiap mukmin memahami nasihat yang terkandung dalam hadits di atas pertikaian sesama mukmin tak akan pernah terjadi. Semuanya saling memahami akan posisi serta potensi masing-masing, sehingga tidak ada lagi persaingan atau rasa iri yang tak seharusnya. Semuanya akan bersaing dalam kebaikan fastabiqul khairat.
Hadhrat Masih Mau’ud as. Menggambarkan seorang sahabat dengan begitu indahnya. Sabdanya, “Janji persahabatan adalah satu hal yang sangat besar dan tidak boleh diputuskan tanpa alasan. Betapa pun tidak menyenangkannya sesuatu yang dilakukan oleh seorang teman, hal itu perlu dimaafkan dan dijalani dengan penuh kesabaran.” [2]
Gambaran di atas menunjukkan bahwa dalam pergaulan seseorang yang memiliki sahabat atau teman pasti akan selalu menjaga hubungannya agar tetap terjalin dengan harmonis. Bahkan meskipun pertemanan itu dengan yang di luar Islam, apalagi dengan sesama mukmin tentunya hubungan itu akan semakin erat karena ada jalinan kerohanian. Sehingga terwujud tujuan dari diciptakannya manusia oleh Allah Ta’ala, karena semua bertujuan untuk meraih keridhaan-Nya.
Referensi:
[1] HR. Bukhari dan Muslim
[2] Malfuzat, Vol. II, hal. 8
Views: 22