
SOLUSI MEMBERSIHKAN HATI YANG BERKARAT
Sejatinya, hati adalah cerminan dari segala perbuatan kita. Seperti ketika melihat baju putih yang ternodai coklat, maka secara refleks kita akan segera membersihkannya. Karena pada fitrahnya, manusia tidak betah dengan keadaan yang kotor. Begitu pula dengan kondisi hati. Jika noda-noda hitam sudah menumpuk dan menjadi karat, maka harus segera dibersihkan.
Mengapa demikian?
Sebagaimana sebuah teko hanya akan mengeluarkan isinya. Jika teko berisi kopi, maka yang keluar adalah kopi. Mustahil jika teko berisikan kopi akan mengeluarkan jus avocado. Begitu pula hati. Jika kondisi hati berkarat maka yang keluar hanyalah keburukan. Oleh karena itu apabila menginginkan kebaikan maka kondisi hati seharusnya tidak berkarat.
Hadhrat Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, hati itu berkarat sebagaimana besi yang berkarat. Para sahabat bertanya, “Apa yang dapat membersihkannya?” Beliau menjawab, “Membaca Al-Qur’an dan mengingat mati.” [1]
Ilustrasi dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa hati manusia itu berpotensi menjadi seperti besi yang bisa berubah menjadi berkarat. Sebelum berkarat besi itu kuat, tapi ketika sudah berkarat, ia akan berubah menjadi rapuh. Hati yang berkarat adalah hati yang berpenyakit atau sudah tidak sehat dan tidak kuat. Agar hati tidak berkarat, Hadhrat Rasulullah saw. memberikan solusi yaitu, membaca Al-Qur’an dan mengingat mati.
Al-Qur’an merupakan catatan perhatian dan penghormatan Ar-Rahman yang bersumber dari Rahmat-Nya nan luas yang mencakup segala sesuatu. Ia merupakan kumpulan risalah Rabbani yang menjelaskan keagungan Uluhiyah yang permulaan sebagiannya berupa simbol dan tanda. Ia adalah kitab suci yang menebarkan hikmah, turun dari lingkup nama-Nya yang paling agung.
Jangankan hati yang berkarat, gunung yang kuat dan kokoh pun dapat takluk dan tunduk kepada Al-Qur’an sekiranya diturunkan kepadanya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada gunung, niscaya engkau akan melihatnya tunduk dan menjadi berkeping-keping karena takut kepada Allah. Dan inilah perumpamaan-perumpamaan yang Kami kemukakan untuk manusia supaya mereka berpikir.” [2]
Hati adalah cermin cahaya (nur) Ilahi. Oleh sebab itu, wajar jika hati yang berkarat akan kembali memancarkan cahaya terang apabila diasupi hidangan Rabbani. Sebab, Al-Qur’an merupakan jamuan spesial Allah Ta’ala bagi hamba-Nya.
Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda, “Kitab Suci Al-Qur’an merupakan mutiara yang langka. Bagian luarnya adalah Nur, bagian dalamnya juga Nur, begitu pula bagian atas dan bawahnya adalah Nur semata serta Nur disetiap kata di dalamnya. Kitab ini merupakan taman rohani yang rangkaian buahnya mudah dijangkau dan melalui mana mengalir banyak sungai. Semua bentuk kemaslahatan bisa ditemukan di dalamnya dan setiap obor penunjuk jalan dinyalakan daripadanya.” [3]
Beliau as. juga bersabda, “Al-Qur’an menggiring para penganutnya kepada dirinya melalui pengaruh kerohanian, Nur yang _inheren_ dan mencerahkan batin, serta penampakan tanda-tanda akbar untuk menciptakan hubungan yang erat dengan Tuhan yang tidak mungkin diretas oleh pedang yang tajam sekali pun. Kitab ini membuka mata hati manusia dan membendung sumber dosa yang kotor dan menganugerahi seseorang dengan kesempatan untuk bercakap-cakap dengan Tuhan, membukakan hal-hal yang tersembunyi, membantu pengabulan do’a.” [4]
Agar hati tidak berkarat, mudarasah Al-Qur’an harus terus dilakukan dan dibudayakan. Bukan hanya sekedar membaca atau mempelajari pesan yang terkandung di dalamnya, akan tetapi yang lebih penting adalah memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilainya dalam kehidupan nyata dan menggelorakan kehidupan bernilai Al-Qur’an untuk menggantikan kehidupan yang semakin jauh dari nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keadilan, keindahan dan kedamaian.
Mudarasah Al-Qur’an merupakan peneduh hati yang gersang dan penjinak watak keras kepala dan keras hati. Sejarah membuktikan bahwa Hadhrat Umar bin al-Khattab ra. yang sebelum masuk Islam dikenal berwatak keras kepala dan liar. Namun, hatinya luluh setelah mendengar lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan adik kandungnya yang telah masuk Islam, Fatimah binti al-Khattab ra.
Selain membaca Al-Qur’an, mengingat kematian juga dapat membersihkan hati yang berkarat. Jika selalu mengingat mati, maka perbuatan dosa akan selalu gagal dieksekusi. Karena bayangan siksa dan azab Allah akan selalu hadir di benak kita. Hadhrat Rasulullah saw. mengingatkan bahwa mengingat mati itu dapat menghilangkan dosa-dosa dan menjadikannya zuhud terhadap dunia.
Mengingat mati juga dapat membuat manusia bersegera dalam bertaubat, qana’ah dan bersemangat dalam melaksanakan ibadah. Dengan demikian, orang yang selalu terbayang oleh kematian akan memiliki hati yang bersih. Karena tidak terbesit di dalam hatinya untuk bermaksiat kepada-Nya, yang ada hanyalah bersemangat dalam beribadah kepada-Nya.
Referensi :
[1] HR. Al-Baihaqi
[2] QS. Al-Hasyr 59: 22
[3] 𝘈𝘺𝘦𝘯𝘢 𝘒𝘢𝘮𝘢𝘭𝘢𝘵𝘪 𝘐𝘴𝘭𝘢𝘮, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam 𝘙𝘰𝘩𝘢𝘯𝘪 𝘒𝘩𝘢𝘻𝘢𝘪𝘯, vol. 5, hal. 545-546, London, 1984
[4] 𝘊𝘩𝘢𝘴𝘮𝘢 𝘔𝘢’𝘳𝘪𝘧𝘢𝘵, Qadian, Anwar Ahmadiyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam 𝘙𝘰𝘩𝘢𝘯𝘪 𝘒𝘩𝘢𝘻𝘢𝘪𝘯, vol. 23, hal. 305-309, London, 1984
Views: 28