YANG LEMAH, YANG BERSALAH?

Dalam banyak situasi, mereka yang lemah sering kali menjadi sasaran tuduhan bukan karena bersalah, tetapi karena mereka tidak bisa melawan. Yang miskin, yang asing, yang berbeda, minoritas sering kali dituduh bahkan sebelum diberi kesempatan bicara.

Sementara mereka yang punya jabatan, koneksi, golongan mayoritas meski bersalah, cenderung terlindungi. Ini menunjukkan bahwa dunia kerap berpihak bukan pada kebenaran, melainkan pada kekuasaan ,harta ,dan pada mayoritas.

Padahal Islam mengajarkan bahwa nilai seseorang bukan dilihat dari status sosial kaya atau miskin,tua atau muda, mayoritas atau minoritas ,berkuasa atau tidak tetapi dari hati dan amalnya.

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tapi Dia melihat hati dan amal kalian.” [1]

Mereka yang tertuduh mungkin diam ,namun ada yang tidak diam namun tetap jadi bahan olok olok oleh mayoritas . Padahal sudah jelas dan tegas bahwa,

“Takutlah kalian terhadap doa orang yang terzalimi. Karena tidak ada penghalang antara dia dan Allah.” [2]

Barang siapa menuduh saudaranya dengan suatu dosa yang tidak ia lakukan, maka Allah akan menahannya di neraka sampai ia bisa membebaskan tuduhan itu.” [3]

Islam mengajarkan keadilan tanpa memandang status, Allah SWT. berfirman,

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” [4]

Allah SWT. berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” [5]

Hadhrat Rasulullah saw. tidak menyuruh korban diam, ketika Hadhrat Aisyah ra. difitnah, Hadhrat Rasulullah saw. tidak membungkam korban. Beliau saw. menunggu kejelasan, membela kehormatan, dan tidak menyudutkan korban.

Beliau saw. berkata dengan lantang di hadapan masyarakat,

“Siapa yang akan menolongku dari orang yang telah menyakiti keluargaku dengan tuduhan dusta?” [6]

Beliau bersabar dan menunggu wahyu dari Allah, bukan menuruti tekanan publik. Setelah itu, Allah menurunkan wahyu QS. An-Nur: 12–21, yang membebaskan Hadhrat Aisyah ra. dari tuduhan dan membersihkan namanya.

Jadi, jika kita percaya pada azab Allah, maka berlakulah adil.

 

Referensi :

[1] (HR. Muslim)

[2] (HR. Bukhari)

[3] (HR. Thabrani)

[4] (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 37)

[5] (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 9)

[6] (HR. Bukhari & Muslim)

Views: 30

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *