PERJALANAN SANG PENCARI KEBENARAN

Namanya Tahir Ahmad. Ia adalah seorang laki-laki yang lahir di tanah Sumatera, tepatnya Sumatera Barat. Ia terlahir dengan nama Kusai pada tahun 1911, kemudian berganti nama menjadi Tahir Ahmad. Nama ini ia dapat setelah melalui sebuah perjalanan panjang dalam hidupnya.

Dia memiliki 3 saudara sekandung, satu diantaranya adalah seorang perempuan. Sejak kecil Tahir Ahmad atau Kusai ini sangat senang sekali dengan pelajaran agama Islam. Tahir Ahmad kecil sangat giat mengaji dan memperdalam ilmu agamanya. Dia juga dikenal sebagai anak yang baik, jujur, sopan dan santun dalam bertuturkata.

Setiap hari tanpa pernah terlewat satu hari pun, dia selalu pergi ke sekolah agama yang cukup terkenal di daerahnya pada masa itu yang biasa disebut Parabek. Di sana dia belajar ilmu-ilmu agama seperti mengaji, mempelajari arti dan maksud atau penafsiran dari suatu surah dalam Al-Qur’an.

Beranjak dewasa dia banyak mengkaji Al-Qur’an dan banyak mengikuti pengajian-pengajian, mengikuti teman-teman yang mengajaknya. Semakin banyak dia mempelajari Al- Qur’an semakin banyak juga pertanyaan yang bergemuruh di benaknya. Dia pun banyak bertanya dan berdiskusi dengan para ustad dan guru agama di sana, tetapi dia merasa seperti ada yang kurang dalam jawaban-jawaban yang ia dapat dari para ustad dan guru mengaji yang ia ajak berdiskusi tersebut.

Tak jarang ia bisa berdiskusi dengan beberapa ustad dan guru mengaji dalam seminggu penuh tentang ajaran agama Islam. Tetapi hatinya masih merasa gusar dan belum tenang karena pertanyaan dalam benaknya belum terjawab dengan tuntas.

Sampai pada suatu hari temannya mengabarkan bahwa ada 3 orang dari Sumatera Barat yang baru tiba dari India, atau lebih tepatnya baru datang dari Qadian. Tiga orang itu adalah Bapak Abu Bakar Ayub, Bapak Zaini Dahlan dan Bapak Ahmad Nuruddin. Dari ketiga orang itulah dia tahu bahwa di Qadian ada tempat untuk belajar dan memperdalam agama Islam.

Setelah perbincangan dengan tiga orang tersebut, terbersit di hatinya sebuah keinginan untuk datang langsung ke sana dan memperdalam lagi ilmu agama. Berbekal dana yang seadanya dan setelah melakukan sholat istikhoroh selama berhari-hari dan dengan tekad yang kuat akhirnya berangkatlah ia ke Qadian, India, bersama dengan beberapa temannya yang juga ingin mencari dan memperdalam ilmu agama di sana.

Di sana dia belajar agama Islam dalam waktu yang cukup lama dan ternyata di sanalah apa yang ia cari selama ini terjawab sudah. Hatinya mendapatkan ketenangan, kegusaran yang ia rasakan dahulu seolah sudah terhapuskan, dan seolah-olah apa yang ia cari-cari selama ini telah ia dapatkan.

Kalimat yang dahulu ia pertanyakan adalah “AKAN DATANGNYA IMAM MAHDI DI AKHIR ZAMAN”. Kalimat itulah yang selama ini ia cari-cari arti dan penjelasannya ke berbagai ustad dan guru-guru mengaji di kampungnya. Tapi tak satupun jawaban dari mereka yang memuaskan untuknya, dan di sinilah ia mendapatkan jawabannya.

Sampai pada akhirnya ia menyatakan diri untuk mengambil janji baiat di tangan Yang Mulia Hazrat Khalifatul Masih Ke II, Hazrat Mirza Basyirudin Mahmood Ahmad r.a. Oleh beliau jugalah nama Kusai diganti dengan nama Tahir Ahmad.

Beberapa waktu kemudian dia pulang ke tanah kelahirannya Sumatera Barat. Ia kemudian menikah dengan seorang gadis baik hati bernama Jawanis, yang juga telah mengambil janji baiat untuk masuk ke Jemaat Illahi ini. Dari pernikahannya itu ia dikaruniai 8 orang anak, satu diantaranya adalah seorang anak laki-laki.

Ilmu yang sudah ia dapatkan dari Qadian tidak berhenti padanya saja. Ia juga mengajarkan pada anak-anak dan istrinya dan juga ia sebarkan kepada orang-orang yang ada di kampungnya.

Tetapi banyak sekali yang menentang dia. Bahkan suatu ketika ada seseorang yang marah padanya sambil mengacung-acungkan golok di hadapannya. Ia tetap sabar menghadapinya. Kemarahan orang-orang kampung ini masih terus saja mereka lakukan kepadanya sampai membuat ia harus mengendap-endap seperti seorang pencuri, hanya untuk pulang ke rumahnya sendiri.

Dia tidak pernah gentar dalam bertabligh, apapun yang terjadi ia tetap ingin menyebarkan kebenaran ini. Penentangan ini tidak hanya ia dapatkan dari orang-orang luar saja, bahkan dari keluarga dan juga adik-adiknya.

Salah seorang adiknya yang perempuan sangat menentang apa yang ia yakini saat itu. Adik perempuannya ini juga merupakan lulusan dari Parabek, sekolah agama yang terkenal itu. Akan tetapi setelah diskusi yang sangat panjang yang menguras emosi, tenaga dan juga air mata, akhirnya adiknya dan ibunya ikut mengambil baiat dan masuk ke dalam Jemaat Illahi ini.

Masa-masa penentangan ini pun masih terus berlanjut tetapi ia tak gentar untuk terus menyebarkan kebenaran ajaran Islam ini kepada orang-orang sekitarnya. Ia bertabligh dengan mengajarkan mengaji dan melalui kajian-kajian ilmu agama di mesjid-mesjid. Alhamdulillah dia pun dipercaya untuk menjadi imam masjid di sana.

Penentangan itu tidak hanya dirasakan oleh ia sendiri, tapi juga dirasakan oleh anak-anaknya termasuk anaknya yang paling kecil. Salah satu anaknya pernah bercerita padanya bahwa ia sering sekali diejek oleh teman-temannya dengan sebutan Lore (Lahore).

“Kamu orang lore, ya?”

“Kamu nabinya ada 26, ya?”

“Kamu sholat pakai sepatu, ya?”

Saat ia mendengar penuturan anaknya itu ia hanya tersenyum dan menjawab sambil bergurau, ” Nak, kalau kamu ditanya ‘Kamu orang Lore, ya?’, jawab saja, ‘Saya orang Padang.’ Kemudian kalau kamu ditanya, ‘Kamu sholatnya pakai sepatu, ya ?’, jawab saja, ‘Tidak, saya sholat ke mesjid. Lihat saja apa saya sholat pakai sepatu?’”

Begitu banyak penentangan yang ia hadapi tapi tidak sedikit pula yang mengambil janji baiat melalui tangannya. Sampai pada tanggal 6 bulan Juni tahun 1966, dia wafat di usia 55 tahun karena penyakit darah tinggi yang sudah lama ia derita.

Innalillahi wa innailaihi rojiun. Semoga Allah Ta’ala mengampuni segala dosa-dosanya, menerima segala amal dan ibadahnya dan menempatkan ia di syurga-Nya, Aamiin Aamiin Ya Robbal Alamin.

Jenazahnya kemudian disholatkan oleh para sahabat dan juga anggota jemaat lainnya yang dipimpin oleh Bapak Abu Bakar Ayub.

Saat ini 54 tahun sudah semenjak dia pergi, tetapi semangat untuk menyebarkan ajaran agama Islam yang hakiki tidak akan berhenti sampai di sana. Dia telah turunkan semangat itu kepada anak-anaknya dan terus berlanjut sampai seterusnya. Semangat itu masih tetap terasa pada kami cucu-cucunya yang insyaAllah akan kami turunkan kembali pada cicit-cicitnya juga di kemudian hari.

Kakek, semangatmu tidak akan pernah mati. Perjuanganmu akan terus berlanjut dan terus dilanjutkan oleh anak, dan cucu keturunanmu. Insya Allah. Semoga ini menjadi amal ibadah yang akan mengantarkanmu ke Syurga-Nya. Aamiin.

Kakek Tahir tengah berdiri pada posisi keenam dari kiri ke kanan

.

.

.

editor: Lisa Aviatun Nahar

Visits: 65

Mega Maharani

4 thoughts on “PERJALANAN SANG PENCARI KEBENARAN

  1. MasyaAllah..semoga Almarhum kakek Tahir ditempatkan disurga yg diridhai bersama orang2 shaleh dan dicintai Allah Ta’ala😭

    1. Amiinnn
      Walaupun belum pernah melihat rupa beliau tetapi hati ini bergetar membacanya,, terimakasih untuk penulis which is adikku satu²nya 😘😘

  2. Semoga Almarhum kakek Tahir & nenek jawanis di tempat kan di syurga keridhaan Allah SWT. Aamiin yra 🤲🏼
    Kami bangga jd anak cucu cicit beliau

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *