Malu Bukan Mengisolasi Diri, Begini Maksudnya

Minggu lalu saya menghampiri kumpulan ibu-ibu yang sedang mengobrol di belakang kebun rumah, pakaian mereka sangat tertutup dan beberapa menggunakan cadar. Saya merasa canggung, padahal niat hati hanya ingin merekap data kartu keluarga untuk keperluan di puskesmas.

Singkat cerita saya berhasil mendekati walaupun dengan respon mereka yang terkesan acuh-tak-acuh. Sambil berbincang ringan tentang cuaca agar terkesan dekat, pandangan saya mengarah pada nama yang tercantum di kartu keluarga namun tak terlihat wujud aslinya.

Anak perempuan berusia 21 tahun, saya tanya keberadaannya dan ternyata yang menjawab adalah ibunya. Beliau berkata bahwa anaknya memang jarang keluar rumah, karna baginya diam di rumah itu baik, memiliki sikap malu itu baik.

Selepas MA (Madrasah Aliyah) memang anaknya tersebut sengaja hanya beraktivitas di sekitar rumah, entah berkebun atau sekedar membereskan rumah. Saya bujuk sang ibu agar mau memanggil anaknya tersebut untuk bertemu saya, sekedar menanyakan perihal keluhan kesehatan.

Dan ternyata anaknya sangat cantik juga anggun. Tidak lupa juga saya tanyakan apa saja aktivitas di rumah selepas lulus dari MA dan dia menjawan, hanya membantu setiap keperluan di kebun, membereskan rumah, bersosialisasi hanya dengan tetangga kiri-kanan dan memasak.

Iyah, anaknya sangat suka memasak, bereksperimen di dapur dengan hasil panen. Saya tanyakan apakah dia pernah membuat makanan yang di sedang trend di kalangan masyarakat kota, dia menjawab tidak karena memang jarang sekali bahkan tidak pernah meninggalkan rumah.

Dia sudah ditanamkan sifat malu sejak kecil. Namun saya sadar ada yang salah dengan pemahaman malu pada orang-orang disini.

Mereka mengartikan malu adalah menutup diri dan tahap selanjutnya adalah mengisolasi diri dari lingkungan luar, tujuannya baik agar terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan dan menghindari hal-hal buruk apalagi bagi wanita.

Saya setuju dengan prinsip mereka bahwa malu itu baik, bahkan di Islam pun memang dianjurkan memiliki sifat malu. Tapi bukan dalam artian, dimana dengan sengaja membatasi lingkup gerak seseorang.

Justru malu dalam Islam yang dimaksud adalah meninggalkan perkara yang buruk. Seperti contohnya malu untuk berbohong, malu untuk mencuri, malu untuk lalai beribadah dan lain sebagainya.

Dengan kata lain malu disini adalah bersikap membatasi diri dari hal-hal buruk yang nantinya bisa berimbas menjadi sia-sia.

Kalau kita telusuri nasehat-nasehat Rasulullah Saw tentang “sifat malu”, akan kita dapati banyak keutamaannya.

  1. Malu menghasilkan suatu kebaikan. Dengan menjauhi segala keburukan maka yang tersisa adalah tentang kebaikan saja.

Rasulullah Saw bersabda,

اَلْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـرٍ.

“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.”

  1. Malu merupakan salah satu cabang keimanan

Rasulullah Saw bersabda,

َاْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ.

“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.”

  1. Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang malu

Rasulullah Saw bersabda,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حَيِيٌّ سِتِّيْرٌ يُـحِبُّ الْـحَيَاءَ وَالسِّتْرَ ، فَإِذَا اغْتَسَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَتِرْ

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Pemalu, Maha Menutupi, Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan. Apabila salah seorang dari kalian mandi, maka hendaklah dia menutup diri.”

  1. Malu adalah salah satu akhlak para malaikat

Rasulullah Saw bersabda,

أَلاَ أَسْتَحْيِ مِنْ رُجُلٍ تَسْتَحْيِ مِنْهُ الْـمَلاَ ئِكَةُ.

“Apakah aku tidak pantas merasa malu terhadap seseorang, padahal para Malaikat merasa malu kepadanya.”

  1. Malu adalah akhlak islam

Rasulullah Saw bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ.

“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.”

  1. Malu sebagai penceggah manusia dari melakukan keburukan

Ada salah seorang Shahabat Radhiyallahu anhu yang mengecam saudaranya dalam masalah malu dan ia berkata kepadanya, “Sungguh, malu telah merugikanmu.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دَعْهُ ، فَإِنَّ الْـحَيَاءَ مِنَ الإيْمَـانِ.

“Biarkan dia, karena malu termasuk iman.”

  1. Malu beriringan dengan iman

Rasulullah Saw bersabda,

اَلْـحَيَاءُ وَ اْلإِيْمَانُ قُرِنَا جَمِـيْعًا ، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ اْلاَ خَرُ.

“Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.”

  1. Malu menjadi sarana menuju surga.

Rasulullah Saw bersabda,

اَلْـحَيَاءُ مِنَ اْلإِيْمَانِ وَ َاْلإِيْمَانُ فِـي الْـجَنَّةِ ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْـجَفَاءِ وَالْـجَفَاءُ فِـي النَّارِ.

“Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di Surga dan perkataan kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di Neraka.”

.

.

.

Penulis: Renna Aisyah

Editor: Muhammad Nurdin

Visits: 220

Renna Aisyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *