Lakon Manusia di Panggung Sandiwara Dunia

Dunia ini panggung sandiwara
Ceritanya mudah berubah
Kisah Mahabrata atau tragedi dari Yunani

Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura

Mengapa kita bersandiwara?
Mengapa kita bersandiwara?

Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak
Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang
Dunia ini penuh peranan
Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan

Mengapa kita bersandiwara?
Mengapa kita bersandiwara?

Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak
Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang
Dunia ini penuh peranan
Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan

Mengapa kita bersandiwara?
Mengapa kita bersandiwara?

Alunan lagu ini terdengar nyaring di sebuah angkutan umum, seolah ingin menabuh gendang pilu yang sedari tadi berusaha disembunyikan, karena sebuah pengkhianatan baru saja dipertontonkan di hadapan mata, menohok batin terdalam, menyerang syaraf-syaraf kesadaran hingga sampai di satu pertanyaan, “Seperti inikah manusia zaman sekarang?” Makan teman, sikut kawan nampaknya sudah menjadi sebuah kelumrahan.

Beruntung, angkutan ini sepi penumpang. Hingga tak ada seorang pun yang melihat kegundahan yang meluap sedemikian rupa. Dan tetiba, teringatlah akan firman-firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an:

Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan hiburan. Dan sungguh rumah akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Apakah kamu tidak menggunakan akal?” (QS Al-An’am, 6 : 32)

Pada ayat lainnya, Allah SWT berfirman :

Ketahuilah bahwasanya kehidupan dunia ini hanyalah permainan, pengisi waktu, perhiasan dan saling berbangga diantara kamu dan saling bersaing dalam banyaknya harta dan anak. Kehidupan ini seperti hujan, tanam-tanamannya mengagumkan para penanamnya, kemudian tanaman itu mengering dan engkau melihatnya menjadi kuning lalu menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang sangat keras dan ampunan dan keridhaan Allah. Dan kehidupan dunia hanyalah kesenangan sementara yang menipu.” (QS Al-Hadid, 57 : 20)

Sungguh benar Allah dengan segala firman-Nya. Dunia ini hanyalah panggung sandiwara, tempat manusia memainkan peran yang diembannya. Di antara peran itu ada yang dilakonkan dengan wajar sebagaimana harusnya, tak sedikit yang melakonkannya dengan kepura-puraan dan segala tipu daya.

Demi berbangga-bangga di tengah manusia lainnya, tak sedikit yang memakai banyak model topeng di wajahnya. Memikat semua yang melihat, hingga banyak yang terjebak dan terperangkap. Hanya kesadaran yang tinggilah yang akan membuka mata hati seseorang untuk akhirnya menyadari apa yang terjadi.

Demi sebuah kedudukan, posisi, jabatan, atau bahkan sekedar recehan tak berarti, banyak yang rela menggadaikan nilai-nilai kemanusiaan. Pengorbanan, perbuatan baik dan segala upaya yang seharusnya merupakan sebuah prestasi, mendadak tenggelam hanya karena sebuah ambisi.

Manusia memang sedang dan senang bersandiwara. Tertawa terbahak-bahak untuk sebuah lakon yang dianggap kocak, tanpa sadar mungkin tawanya sedang mengiris-ngiris hati manusia lainnya. Atau lakon lain yang menjebaknya dalam rasa cinta berlebihan pada sesuatu atau seseorang, atau sebaliknya memupuk rasa benci sedemikian rupa, hingga berupaya mencelakakan orang lain yang belum tentu bersalah.

Rasulullah SAW bersabda :

Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci. Dan bencilah orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.” ( HR Muslim)

Begitupun Khalifah Umar bin Khattab berkata, “Jika engkau mencintai janganlah berlebihan seperti seorang anak kecil mencintai sesuatu. Dan jika engkau membenci, janganlah berlebihan hingga engkau suka mencelakai sahabatmu dan membinasakannya.”

Gamblang sekali apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW dan Khalifah Umar. Namun faktanya, justru inilah yang terjadi. Banyak manusia yang begitu mencintai harta benda, kedudukan, keluarga sedemikian rupa hingga mengikis akal sehat dan nuraninya.

Inilah yang kini sedang terjadi. Sebuah skenario kolosal hanya untuk menjatuhkan seseorang sedang dirancang. Mereka yang pada mulanya adalah orang-orang yang begitu sangat dipercaya, tiba-tiba tampil di hadapan dengan raut wajah asli penuh noda. Untaian kata sarat fitnah dan amarah meluncur deras tanpa jeda, seolah tak pernah mengenal orang yang tengah diserangnya.

Dan apa yang dapat diperbuat kala menghadapi kondisi seperti ini? Tidak ada, karena melawan fitnah dan amarah sama halnya dengan berusaha menangkap udara hampa. Sekuat apapun upaya yang dilakukan, sia-sia belaka.

Rasa manusiawi tetap terusik, ada kecewa yang mendera, ada keinginan untuk balas mencela, ada gejolak untuk juga membuka aib mereka. Namun, apa guna? Membalas perlakuan buruk dengan keburukan serupa tak ubahnya bagai menimpakan kotoran untuk menutup kotoran yang ada. Yang nampak pada pandangan hanyalah tumpukan kebusukan yang tiada guna.

Jika ada orang yang mencacimu dengan aib yang ia ketahui ada padamu, janganlah kamu balas mencacinya dengan aib yang kamu ketahui ada padanya, karena pahalanya untukmu dan dosanya untuk dia.” (HR. Ahmad).

Tinggalkan mereka,” begitu batin berbicara. Masih banyak jalan yang bisa ditempuh.
Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan
, satu kalimat yang kembali menghentak perasaan. Dunia ini hanyalah sebuah jembatan kehidupan, bukan kehidupan yang sebenarnya. Dunia inilah yang akan menjadi penghantar kepada kehidupan sesungguhnya.

Namun banyak dari kita yang begitu terlena. Seolah tak ada kehidupan lain yang tengah dituju. Sebuah perjalanan yang akan membawa pada titik akhir. Berjalan di jembatan kehidupan bukan perkara mudah. Banyak yang tertipu dan salah arah.

Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan

Maka, lakonilah peran dengan wajar sebagaimana harusnya. Tanpa berlebih-lebihan, tanpa polesan warna-warni topeng kepalsuan.

Mengapa kita bersandiwara?

 

Visits: 2872

Ai Yuliansah

1 thought on “Lakon Manusia di Panggung Sandiwara Dunia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *