Kepedulian yang Melenyapkan Kekikiran

Manusia saat ini sedang dihadapkan pada kondisi kesenjangan ekonomi yang cukup parah. Di satu sisi kehidupan masyarakat pecinta dunia terlihat begitu memanjakan mata dengan segala fasilitas dan kemewahannya. Sementara di sisi lain masyarakat yang jauh dari kata cukup terus berjuang sekuat tenaga untuk dapat mengisi sejengkal perut mereka demi mempertahankan hidup.

Di salah satu belahan dunia, masyarakat disuguhi dengan berbagai kenikmatan duniawi yang menjadi tolok ukur keberhasilan dan kesuksesan mereka. Tetapi, di belahan dunia lainnya ratapan dan tetetasan air mata hingga darah yang tercurah seakan tak lagi mampu menggerakkan hati sesama untuk hadir mengurangi penderitaan yang mereka rasakan. 

Salah satu yang menjadi penyebab dari ketimpangan sosial yang kita saksikan saat ini adalah hilangnya rasa kepedulian dalam diri manusia itu sendiri. Semoga penggalan kisah dari seorang pria sederhana ini, bisa membuka hati dan pikiran kita untuk menjadi manusia yang lebih peka dan lebih peduli, sehingga lebih mampu memposisikan diri sebagai mahluk Tuhan yang pantas mendapat predikat ciptaan Tuhan dengan akal yang sempurna. 

Mang Herman, demikian beliau disapa oleh orang yang sudah mengenalnya dengan baik. Pria lanjut usia bertubuh kecil yang setiap hari tak pernah lelah mengayuh sepeda ontel kesayangannya untuk mencari rezeki yang Allah ridhai dengan tangannya sendiri. Sejak sore hingga dini hari beliau bekerja sebagai penjaga barang di salah satu lokasi pergudangan.

Menjelang Subuh hingga matahari mulai memancarkan sinar hangatnya, Mang Herman masih menyempatkan diri mengayuh sepedanya mencari barang bekas untuk dipilah dan dijual kepada pengepul. Tak terlewatkan juga sisa-sisa makanan yang dibuang beliau kumpulkan sebagai tambahan pakan ternak yang beliau pelihara. Tak pernah beliau menadahkan tangan kepada siapapun, tak juga pernah mengeluh tentang hidupnya yang terlihat sangat berat oleh orang yang terbiasa hidup serba ada. 

Menjelang siang hari itu, Mang Herman menhentikan sepedanya tepat di sebuah lokasi pemandian (water park). Dengan senyum hangat beliau menyapa seorang pedagang kecil di tepi jalan, 

“Mulai kapan jualan di sini, Nak?” tanya Mang Herman pada gadis remaja yang duduk terpaku menunggu pembeli. 

“Wah, Kek Herman, sudah dua hari ini, Kek. Kakek dari mana dan mau ke mana? Kok, tiba-tiba sudah sampai di sini,” jawab gadis itu kembali melempar tanya. 

“Mau cari makanan sisa untuk bebek Kakek, Nak. Bagaimana dagangannya, sudah ada yang laku?” tanya Mang Herman lagi. 

“Alhamdulillah sudah ada satu pembeli tadi, Kek. Kakek mau coba kuenya? Boleh dibawa, Kek. Kakek pilih saja mau rasa apa, nanti Hilda bungkuskan,” gadis manis itu menawarkan dagangan untuk diberikan kepada Mang Herman dengan sangat sopan. 

“Bukan Kakek menolak niat baik kamu, ya, Nak. Kamu, kan, dagang pakai modal. Keuntungannya juga tidak banyak untuk bantu menghidupi nenek kamu. Jadi Kakek mau beli saja. Tolong bungkusin yang ini, ya. Tapi uang Kakek masih ada segini, nanti kalau ada rezeki di dalam Kakek antar lagi kekurangannya ya, Nak,” Mang Herman menolak pemberian gadis itu dengan bijak. 

Gadis bernama Hilda itu pun segera mengemas pesanan Mang Herman yang kemudian bergegas mendorong sepedanya masuk ke lokasi Water Park. Beberapa waktu kemudian, Mang Herman sudah keluar dari lokasi pemandian dengan membawa sekatong keresek makanan sisa para pengunjung. Masih dengan senyum sumringah, Mang Herman kembali menghampiri Hilda. 

“Nak, ini ada sedikit rezeki buat kamu dan nenekmu, meskipun tidak banyak tapi Insya Allah berkah. Selebihnya mau Kakek sumbangkan untuk donasi kemanusiaan masyarakat Palestina. Tolong sampaikan salam Kakek untuk nenekmu, ya. Belikan buah dan lauk yang bergizi, supaya cepat pulih kesehatannya. Sampaikan juga permintaan maaf Kakek, karena adiknya ini belum sempat menjenguk.” Mang Herman menyelipkan beberapa lembar uang ke tangan Hilda. Ternyata uang itu baru saja beliau dapat dari hasil penjualan telur ternak bebek beliau kepada pemilik warung di lokasi pemandian. 

Dengan penuh haru, Hilda menerima amanah dari Mang Herman. Gadis itu tahu betul kondisi Mang Herman yang serba kekurangan, hidup seorang diri tanpa anak istri di sebuah hunian kecil yang jauh dari kata layak. Tapi beliau tak pernah mengharapkan uluran tangan, bahkan sebisa mungkin memberi bantuan kepada setiap orang yang membutuhkan bantuan dari hasil keringat dan usahanya. Mang Herman kerap kali memberi bantuan untuk nenek Hilda, seorang janda tua yang merupakan kakak kandung Mang Herman. 

Sosok Mang Herman tak memiliki kekayaan materi, tapi memiliki kekayaan mental dan hati. Seseorang yang tak memiliki kedudukan tinggi, tapi memiliki kepedulian sejati. Seseorang yang dari kegigihan dan usahanya kita belajar menjunjung tinggi harga diri. Seseorang yang dengan rasa kepeduliannya pada sesama, mampu melenyapkan sifat kekikiran dalam diri.

Mang Herman mengajarkan kepada setiap orang makna dari pesan penting yang disampaikan oleh pendiri Jemaat Ahmadiyah, “Jika seseorang tidak memiliki gejolak solidaritas (kepedulian) bagi sesama manusia berarti dia itu kikir.” Karena sejatinya kekayaan, pengetahuan dan kedudukan status sosial seseorang tidak dapat menjamin untuk mampu menjadikannya sebagai manusia yang bermanfaat bagi orang lain, selama Tuhan tidak memberikan karunia rasa kepeduliannya pada sesama. 

Sebagai penutup, satu pesan penting dari Imam Jemaat Ahmadiyah sedunia pada pertemuan tahunan di UK berikut mampu menjadi renungan bagi kita semua, untuk lebih meningkatkan rasa kepedulian pada sesama. Beliau mengutip sabda Hadhrat Masih Mau’ud as., bahwa manusia harus menghabiskan siang dan malam untuk memperbaiki akhlak mereka. Orang-orang harus berpikir baik mengenai orang lain, bukan berpikir buruk tentang mereka.

Dengan melakukan hal ini, maka seseorang akan mengembangkan rasa kasih sayang, persatuan dan kekuatan di antara saudara dan saudarinya. Hudhur bersabda bahwa banyak orang yang tidak peduli pada sesama mereka; mereka tidak peduli ketika ada seseorang yang kelaparan; ketika ada seseorang mempunyai masalah keuangan, mereka tidak pernah mau menyisihkan harta mereka untuk orang tersebut.

Ketika seseorang bekerja untuk Allah dan membantu saudara-saudaranya yang lemah dan kurang beruntung, keimanan mereka meningkat. Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda bahwa jika manusia tidak membantu orang lain, perlahan-lahan ia berubah menjadi seperti hewan, tidak peduli terhadap orang lain.

“Bersikap baiklah kepada seluruh umat manusia, tanpa memandang siapa mereka”. Beliau bersabda agar “jangan pernah membatasi lingkaran kebaikan kalian.” [*]

 

Referensi:

[*] Ringkasan Pidato Hadhrat Mirza Masroor Ahmad aba. Penutupan Jalsah Salanah UK 2019

Visits: 87

Aisyah Begum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *