BERJUANG MEMBANGUN SEBUAH RUMAH MISSI

Peluhnya belum juga kering sehabis pulang dari kebun sawit. Bapak dan mamah mengganti bajunya. Mereka terlihat lusuh. Tapi demikian bersemangat. Berangkat menuju satu bangunan yang tiap hari tak pernah terlewat dalam doa-doanya.

Bapak pernah mengatakan kepadaku, “Mugia we, atuh pami tos aya rumah missi mah, aya mubaligh anu tugas didieu kangge ngabimbing urang sadayana.”

Ya, bagunan yang hampir jadi itu adalah calon rumah missi. Amat sederhana. Berdiri di  tengah-tengah kebun sawit. Berdindingkan tripleks dengan daun pintu dan jendela yang masih menunggu karunia dan rahmat dari-Nya.

Bapak dan mamah dengan sabar membangun istana kecil tersebut dengan peluh dan air mata mereka. Semua untuk niat yang amat sederhana, kalau nanti ada mubaligh yang ditugaskan disana, minimal sudah ada tempat bernaung sederhana. Sekiranya mubaligh hanya singgah untuk beberapa hari, beliau bisa bermalam dengan keluarga disini.

Demikian besar impian kedua-orangtuaku untuk mendapatkan bimbingan seorang mubaligh sebagaimana cabang-cabang lainnya. Enam tahun bukan waktu yang sebentar untuk bangunan tersebut bisa sampai seperti sekarang, semenjak kami memimpikannya dulu.

Kami sadar bahwa kemampuan para anggota di cabang kami amat terbatas. Meski demikian, kami tak pernah kehilangan harapan untuk terus maju walaupun dengan merangkak sebisa yang kami bisa.

Bapak dan mamah demikian spesial untukku. Mereka yang senantiasa mengajarkanku, “Jangan tinggalkan shalat. Selalu berusaha untuk berkhidmat kepada Jemaat dimanapun kita berada. Dan berkorbanlah untuk Jemaat sekuat tenaga kita, meski itu nilainya kecil dalam pandangan orang lain.”

Kedua sosok istimewa ini tak hanya menasehatiku dengan perkataan, mereka juga memberikan contoh nyata. Mereka sosok yang amat sederhana, tapi cintanya kepada Jemaat tak pernah sederhana.

Bapak dan mamah seolah tak mempunyai kata “menyerah” dalam hidupnya. Aku tahu betapa mereka demikian lelah untuk menghidupi anak-anaknya. Tapi mereka selalu bisa menyembunyikan kelelahan itu dalam senyumannya.

Aku selalu tak kuasa untuk menahan sebaris kepiluan saat mengingat dua sosok spesial ini. Kadang tak terasa air mata telah menggenang. Lalu tumpah membanjiri pipi. Hatiku demikian tersayat-sayat melihat mereka yang tak pernah kehilangan harapan tentang kami, juga tentang Jemaat. Dimana hal-hal itu tak pernah terlewat untuk diselipkan dalam sebaris doa di sepertiga malam mereka.

Kami memohon doa kepada para pembaca sekalian untuk bangunan rumah missi di cabang Paju Epat, Kalimantan Tengah ini. Semoga impian sederhana kami dapat terwujud, untuk mengkhidmati mubaligh, dan menyiapkan diri untuk dibimbing oleh mubaligh yang bisa tinggal dalam rumah missi yang amat sederhana ini.

.

.

.

Penulis: Mufleha

Editor: Muhammad Nurdin

Visits: 43

Mufleha

7 thoughts on “BERJUANG MEMBANGUN SEBUAH RUMAH MISSI

  1. ماشآء اللّه

    Mengalir air mata membaca kisah nyata ini… Sebegitu besar kerinduan dan dahaga mereka akan air ruhani… Semoga Allah memberikan Karunia terbaik-Nya atas keikhlasan mereka.

    آمين يارب العالمين

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *