
Bersabar dalam Kebenaran dan Kebaikan
Tidak selalu apa yang kita harapkan dapat terwujud dengan begitu mudahnya. Seringkali kita menginginkan sesuatu dengan cara yang serba instan. Dan ketika segala impian itu gagal diraih, menyerah dan putus asa menjadi akhirnya.
Padahal, sabar merupakan kunci utama keberhasilan hidup manusia. Sabar juga kunci untuk mendapatkan pahala yang tak terhitung nilainya.
Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” [QS. Az-Zumar 39: 10]
Selama manusia hidup di dunia ini, dapat dipastikan, akan ada banyak ujian dan halangan yang menghambat kita meraih keberhasilan. Jalan hidup memang tidak selamanya mulus. Tidak jarang, aral melintang menghadang di tengah-tengahnya.
Sebagai makhluk Allah yang jauh dari kata sempurna, kita kerap mudah menyerah, berputus asa, merasa kalah, depresi, dan stres karena sesuatu yang gagal kita dapatkan.
Padahal jika kita mau berpikir sebentar saja, selama kita masih hidup hingga hari ini, itu artinya Allah masih memberi kita kesempatan untuk terus berusaha demi mendapatkan semua yang kita inginkan.
Terdapat sebuah cerita yang dapat menjadi bahan perenungan kita bersama. Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yang sedang baca koran.
“Ayah! Ayah!” kata sang anak.
“Ada apa?” tanya sang ayah.
“Aku capek, sangat capek. Aku capek karena aku belajar mati-matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek. Aku mau menyontek saja! Aku capek. Sangat capek.”
“Aku capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu. Aku ingin kita punya pembantu saja!”
“Aku capek, sangat capek. Aku capek karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung. Aku ingin jajan terus!”
“Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati.”
“Aku capek, Ayah! Aku capek menahan diri. Aku ingin seperti mereka. Mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka, Ayah!” ujar sang anak mulai menangis.
Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata, “Anakku, ayo ikut Ayah! Ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu.”
Lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang.
Sang anak pun mulai mengeluh, “Ayah, mau kemana kita? Aku tidak suka jalan ini. Lihat! Sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. Badanku dikelilingi oleh serangga, berjalan pun susah karena ada banyak ilalang. Aku benci jalan ini, Ayah!”
Sang ayah hanya diam. Akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu–kupu, bunga-bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang.
“Waaaah! Tempat apa ini, Ayah? Aku suka! Aku suka tempat ini!”
Sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau. “Kemarilah anakku! Ayo duduk di samping Ayah!” ujar sang ayah.
Sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.
”Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? Padahal tempat ini begitu indah?”
”Tidak tahu, Ayah! Memangnya kenapa?”
”Itu karena orang-orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi. Padahal mereka tau ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu.”
”Oh! Berarti kita orang yang sabar ya, Yah?”
”Nah, akhirnya kau mengerti.”
”Mengerti apa? Aku tidak mengerti.”
”Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kejujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi.”
“Bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga dan akhirnya semuanya terbayar, kan?”
“Ada telaga yang sangat indah. Seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? Kau tidak akan mendapat apa-apa, anakku. Oleh karena itu, bersabarlah, anakku!”
”Tapi, Ayah, tidak mudah untuk bersabar.”
”Aku tahu. Oleh karena itu, ada Ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat begitu pula hidup. Ada Ayah dan Ibu yang akan terus berada di sampingmu. Agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu.”
“Tapi ingatlah, anakku, Ayah dan Ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh. Suatu saat nanti kau harus bisa berdiri sendiri. Maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain. Jadilah dirimu sendiri!”
“Ya, Ayah. Aku tahu. Aku akan dapat surga yang indah, yang lebih indah dari telaga ini. Sekarang aku mengerti. Terima kasih, Ayah! Aku akan tegar saat yang lain terlempar.”
Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya.
Dari sepenggal cerita di atas kita dapat mengambil banyak hikmah akan arti sebuah kesabaran. Kesabaran bukan berarti berhenti dan menyerah begitu saja, tapi kesabaran adalah menerima dengan ikhlas dan berusaha kembali dengan lebih baik lagi.
Seperti seorang ayah yang akan terus menjaga sang anak saat terjatuh, hal yang sama bahkan jauh lebih indah yang akan Allah Swt lakukan pada hamba-Nya. Dia akan selalu menjaga hamba-Nya yang mau bersabar dan akan selalu berada dekat disisi hamba-Nya yang dekat dengan-Nya.
Jangan pula merasa berbagai kesulitan yang kita hadapi sudah merupakan hal yang terberat dan tidak ada jalan keluar sehingga kita berputus asa. Betapa banyak nabi-nabi terdahulu yang harus menghadapi berbagai halangan dan rintangan demi menyebarkan ajaran kebenaran.
Begitu juga yang dirasakan oleh Nabi Kita Rasulullah saw. Berbagai kesulitan bahkan cacian dan makian harus beliau terima dalam pendakwahannya sebagai seorang Rasul Allah. Tapi beliau tak gentar sedikitpun.
Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Dan betapa banyak nabi, telah berperang dengan sejumlah besar pengikut bersamanya, maka mereka tidak merasa lesu disebabkan kesusahan yang menimpanya di jalan Allah, dan mereka tidak merasa lemah dan tidak pula merasa rendah diri di hadapan musuh. Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” [QS. Ali Imran 3: 147]
Untuk itu apakah kita yang mengaku sebagai umat beliau Rasulullah saw. harus mengeluh bahkan berputus asa saat dihadapkan dengan suatu kesulitan?
Rasulullah saw bersabda, “Ketahuilah bahwasanya dalam kesabaran atas sesuatu yang tidak kamu sukai itu terkandung banyak kebaikan. Dan, sesungguhnya pertolongan Allah itu selalu bersama dengan kesabaran.” [HR Ahmad].
Semoga kita semua menjadi hamba-Nya yang selalu bersabar dalam setiap ujian kehidupan, sehingga Allah Swt selalu bersama kita. Dan kita menjadi hamba yang dicintai oleh Allah Swt.
Visits: 106
Masya Allah, sangat menginspirasi, jazakumullah ahsanal jaza