JALAN HIDAYAH MANTAN PELAKU CURANMOR

Namanya Aris Sutiono. Usianya masih terbilang muda, sekitar 34 tahun-an. Pria asal Cirebon yang telah melanglang buana hingga ke Serawak Malaysia ini mempunyai masa lalu yang kelam.

Keluar masuk penjara menjadi rentetan kekelaman jalan hidupnya sebagai tukang begal. Pernah juga ia sampai tertanggap dan babak belur dihakimi warga.

Hingga ia memulai hidup baru ketika merantau ke Serawak Malaysia. Ia bertemu dengan sang pujuaan hati disana. Tak tanggung-tanggung ia menikahi adik dari istri seorang pendeta yang bertugas di perbatasan Kalimantan-Malaysia. Ya, nama daerah tersebut adalah Entikong.

Mas Aris sempat tinggal di lingkungan Gereja dimana iparnya bertugas. Tak jarang upaya untuk mengkristenkannya dilakukan. Meski hasilnya hanya menemui jalan buntu.

Jalan hidup Mas Aris tengah mengalami kecamuk spiritual. Batinnya mulai resah. Nuraninya mulai berteriak menatapi dirinya yang penuh berlumur dosa.

Ternyata memang benar, manusia dibekali dengan fitrat “mencari Tuhan yang hilang”. Sejauh manapun manusia berselancar dalam kehidupan yang hina dina ini, pada suatu saat nanti batinnya akan ditarik kepada jalan-jalan kebenaran.

Ia menyadari bahwa dirinya terlalu sibuk dengan urusan dunia. Ia merasakan, semakin dunia dikejar, semakin sulit didapat.

Salah satu contohnya. Ia berkeinginan sekali mempunyai tempat tinggal sendiri. Karena selama ini terus-terusan menjadi “kontraktor” dari pintu ke pintu.

Namun, seberapa pun upaya gigihnya untuk membangun rumah, sekeras itu pula halangan yang menanti di depan. Padahal, sebagai tukang bangunan bukan perkara pelik baginya untuk membangun sendiri rumah impiannya.

Mas Aris kadang bingung, sudah demikian keras ia bekerja mengumpulkan uang agar cita-citanya bisa terwujud. Tapi uang yang dikumpulkan habis begitu saja.

Ia pun akhirnya merasa jenuh. Makin keras ia berusaha mencari dunia, makin tersiksa batinnya. Hingga ia memutuskan untuk mencari jalan-jalan ketenangan.

Perjalanan spiritual Mas Aris dimulai dari upayanya untuk shalat di tiap masjid yang ada di Entikong. Ia berharap mendapat pencerahan dari orang-orang yang shalat khususnya imam masjid ataupun ustadznya.

Namun, kenyataannya tak semudah itu menumpuh jalan hidayah. Selepas shalat, orang-orang langsung balik kanan pulang ke rumah masing-masing. Tanpa menegurnya apalagi mengajaknya berbicara.

Sekitar bulan April, Mas Aris bertemu dengan seorang mubayyin (orang yang baru bai’at) Ahmadiyah di sebuah proyek bangunan. Namanya Pak Ahmad. Ia bai’at masuk dalam Jemaat Ahmadiyah pada tahun 2017.

Sosok Pak Ahmad sangat menarik perhatiannya. Terlihat dari pembawaannya yang tenang meskipun hidup sederhana.

Mas Aris akhirnya memberanikan diri untuk berbincang dengan Pak Ahmad. Ia menceritakan tentang keresahannya dan belum menemukan penawar untuk mengobatinya.

Pak Ahmad pun berbagi resep ketenangan hidup yang ia jalani. Katanya, saya mendapatkan ketenangan setelah bai’at masuk Jemaat Islam Ahmadiyah.

Mendengar nama Ahmadiyah, Mas Aris kaget sekaligus penasaran. Mengapa sumber ketenangannya sebuah organisasi yang dianggap meresahkan? Pikirnya dalam hati.

Dijelaskanlah sedikit tentang Ahmadiyah oleh Pak Ahmad. Hingga membuat rasa penasarannya makin jadi. Hingga Pak Ahmad menyuruhnya untuk datang berkunjung ke Shalat Center (karena belum ada masjid) Ahmadiyah di Entikong.

Beberapa hari kemudian datanglah Mas Aris ke Shalat Center dan Rumah Missi Mubaligh Entikong untuk ikut shalat (Zuhur) dan mencari jawaban atas keresahannya.

Pertemuan pertama kala itu hanya berkenalan dan cerita-cerita masalah agama. Ia bercerita banyak hal tentang apa yang tengah dialami dan dirasakannya.

Sebisa mungkin saya memberikan masukan untuk dijadikan solusi atas permasalahan yang ia hadapi. Yaitu dengan menganjurkan untuk terus mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Mas Aris jadi sering shalat di Shalat Center Entikong. Bahkan shalat Jumat dan shalat Idul Fitri kemarin pun disini.

Selama ia menjalin hubungan dengan terus datang ke Shalat Center, mulai terjadi pengalaman batin yang membuatnya batinnya terasa lebih tenang.

Bahkan ia pernah berujar, semenjak sering shalat, apa yang saya inginkan terasa lebih mudah. Termasuk tentang mimpinya untuk memiliki tempat tinggal baru.

Ada seorang Jamaah Geraja iparnya yang mau pulang kembali ke kampung halamannya. Sebelum pulang, orang yang bekerja di imigrasi ini, ingin agar tanah miliknya ada yang mengolah dan menjaga, ya syukur-syukur orang itu mau membelinya.

Orang tersebut tiba-tiba menyerahkan tanahnya kepada Mas Aris. Antara bingung, heran dengan bahagia, Mas Aris bertanya-tanya, kenapa diserahkan ke saya?

Mas Aris mulai membatin. Ia mulai melihat bagaimana cara Tuhan mendekatkan dirinya kepada mimpinya, saat ia mulai mendekat kepada-Nya.

Peristiwa itu membuat Mas Aris makin antusias untuk mempelajari Jemaat Ahmadiyah. Ia merasakan, belum masuk saja ketenangan mulai merasuk dalam kalbunya. Apalagi jika sudah masuk di dalamnya.

Saya meminjamkan buku pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as yang berjudul “Bahtera Nuh”. Mas Aris pun membacanya sampai tamat. Hingga membuat keyakinannya terhadap kebenaran Ahmadiyah makin kuat.

Dan alhamdulillah, dengan karunia Allah Ta’ala, kemarin Mas Aris beserta istri dan ketiga anaknya bai’at masuk ke dalam Jemaat Islam Ahmadiyah.
.

.

.

editor: Muhammad Nurdin

 

 

Visits: 44

Arif Afandi

3 thoughts on “JALAN HIDAYAH MANTAN PELAKU CURANMOR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *