Jangan Pernah Menolak Karunia Berkhidmat

Berkhidmat pada agama tidak cukup hanya meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran. Tetapi juga harus dibarengi tekad dan komitmen yang kuat untuk berani tidak menolak amanah apapun yang datang, walau tak semasuk-akal apapun kelihatannya kita bisa menjalankannya.

Sejak obrolan dengan seorang kawan soal ini, saya pribadi jadi berusaha untuk terus menjaga komitmen ini dalam hati. Karena jujur saja, sejak punya anak memang ruang gerak tidak bisa sebebas dulu, pun dalam berkhidmat. Ada manusia kecil yang kini membutuhkan perhatian dan keberadaan saya lebih dari biasanya. Sehingga kadang, tenaga, waktu, pikiran serasa habis memperhatikan dia seorang.

Saya sempat sangat jauh mengurangi pengkhidmatan semenjak melahirkan. Rasanya tak ada tenaga, waktu, dan pikiran yang tersisa untuk hal-hal lain selain memperhatikan dan menjaga anak. Ketika sekarang dia sudah semakin besar, semakin pintar dan bisa bermain sendiri, barulah saya berani menambah jam pengkhidmatan lagi.

Tapi itupun masih diselingi keluhan-keluhan. Amanah yang datang saya rasakan mulai bertubi-tubi. Seperti semua beban kini ditumpahkan kepada diri ini. Jadi akhirnya tercetuslah keluhan lelah, tak punya cukup waktu, kenapa harus saya sendiri yang mengerjakannya, dan lain sebagainya.

Sampai kemudian suatu hari baru-baru ini, saya bertanya ke seorang kawan. Saya melihat dengan banyaknya peran yang ditumpukan padanya, dia bisa menjalankan semuanya, tidak saja dengan baik, tapi juga bisa dikatakan cukup gemilang.

Tidak saja dia adalah seorang istri pengkhidmat agama, tetapi juga ibu dari dua balita yang sedang lincah-lincahnya. Kemudian dia diberi amanat pula sebagai Ketua Daerah. Belum segudang tugas lainnya yang membuat saya nggak berani membayangkan bagaimana sibuknya dia di rumah.

Saya sendiri sebenarnya sudah memiliki asumsi. Seseorang yang bisa memiliki kebebasan untuk melaksanakan begitu banyak tugas dan sekian banyak peran dalam hidupnya, pastilah memiliki dukungan dan bantuan dari pasangannya.

Ternyata benar dugaan saya.

Kawan saya berkisah bahwa dia menjalankan semua peran dan tugas itu bukan semulus yang terlihat. Ada saja tantangannya. Tapi dia mengakui, sulit baginya untuk menjalani itu semua kalau bukan karena dukungan dan bantuan dari suami.

Suaminya tidak saja mendukung 100% segala kegiatan dan kesibukannya di medan pengkhidmatan. Suaminya juga ikut membantu pekerjaan rumah dan menjaga anak. Terlebih lagi kalau dia sedang sibuk dengan kegiatan pengkhidmatan, suaminya tidak pernah meninggalkan dia sendiri kewalahan.

Dia cerita, pernah suatu kali ketika dia baru seminggu lahiran, dia diminta kembali menjadi Ketda. Dia berharap suaminya tidak memberinya ijin dengan alasan anak. Tapi apa yang suaminya katakan?

Silahkan, saya selalu mendukung kamu untuk berkhidmat. Ini adalah karunia, dan karunia tidak boleh ditolak. Jangan-jangan suatu hari nanti, ketika kamu merasa bebas, merasa sudah siap untuk berkhidmat, Allah malah menutup karunia itu, karena kamu pernah menolaknya.”

Semenjak itu dia tak pernah menolak amanah apapun yang dipercayakan padanya dalam medan pengkhidmatan. Sekecil apapun tugasnya.

Selain itu dia juga percaya kalau Allah Ta’ala pasti akan senantiasa menurunkan bantuan-Nya, memberikan kemudahan dan kelancaran kepada siapapun yang ikhlas berkhidmat untuk agama-Nya. Dan berkali-kali dia menyaksikan bagaimana bantuan Allah Ta’ala tak pernah lepas darinya ketika dia harus disibukkan dengan kegiatan pengkhidmatan.

Contoh yang sederhana saja adalah bagaimana anaknya bisa tenang, bahkan tertidur, di sela-sela kesibukannya yang saat itu mengharuskannya berbicara di depan anggota. Anak-anaknya yang usianya masih balita, dengan kelincahan motorik yang luar biasa, bisa begitu tenang bahkan tertidur di kala ibunya harus fokus berkhidmat, sudah tentu merupakan bentuk karunia dan bantuan istimewa dari Allah Ta’ala.

Walaupun kadang sebagai manusia, wajar ada perasaan lelah dan mengeluhkan keadaan. Tapi soal amanah, sebisa mungkin tak pernah ditolaknya.

Saya sudah menyaksikan orang-orang yang menolak karunia dengan berbagai alasan, justru hidupnya semakin dipersulit oleh alasan-alasan tersebut,” katanya lagi.

Percakapan ini betul-betul membuka mata hati saya. Saya sadar terlalu banyak mengeluh dan akhirnya jadi menutup mata. Untuk bisa dipandang pantas untuk berkhidmat, membutuhkan karunia Allah Ta’ala. Karena segala sesuatu di dunia ini terjadi atas kuasa-Nya. Dia bisa limpahkan karunia untuk berkhidmat, juga mencabut karunia ini, pada siapa saja dan kapan saja.

Bila kita diminta berkhidmat, artinya karunia-Nya tengah turun pada kita. Walaupun mungkin tugas pengkhidmatan yang diberikan kepada kita terkesan kecil dalam pandangan manusia, saya percaya nilainya tidak kecil dalam pandangan-Nya. Sebagaimana Dia adalah Maha Besar, pemberian-Nya, karunia-Nya tidak akan pernah kecil nilainya.

Makanya, sejak obrolan berharga ini dengan kawan saya, saya betul-betul kuatkan tekad untuk tidak pernah lagi menolak segala tugas pengkhidmatan yang datang. Walau kelihatannya, amanah itu mustahil atau rasanya tak masuk akal saya untuk bisa diselesaikan.

Saya tidak mau karena suatu alasan, saya menolak amanah yang sudah Allah berikan. Saya takut nantinya alasan itu justru membuat hidup saya semakin sibuk dan sulit karena saya menjadikannya batasan dalam pengkhidmatan. Naudzubillah min zalik.

Tapi, saya sadar saya hanyalah manusia biasa. Saya tidak kebal dari khilaf dan alpa. Saya tentu dituntut untuk terus berjuang membuktikan setiap saya mengucapkan kata-kata.

Itulah kenapa kita diharuskan untuk senantiasa tak luput dari doa. Karena bahkan untuk berkhidmat kepada-Nya, kita tetap membutuhkan karunia. Karunia-karunia-Nya lah yang harus senantiasa kita minta. Karena kita hanyalah ciptaan-Nya yang tak berdaya.

Visits: 212

Lisa Aviatun Nahar

1 thought on “Jangan Pernah Menolak Karunia Berkhidmat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *