
Menjadi Istri yang Mencari Ridha Suami
“Genggam duniamu, akhirat meninggalkanmu. Genggam akhiratmu, niscaya dunia datang padamu.”
Kata-kata ini sering sekali saya dengar dan saya terus mencoba untuk menerapkannya dalam hidup saya. Sebuah jalan hidup yang tak pernah saya sangka-sangka.
Saya adalah lulusan D3 Kebidanan di salah satu STikes di Bekasi. Saya lulus tahun 2010. Saya sangat bersyukur karena dapat bersekolah dan bahkan sampai lulus dan mendapat gelar sebagai Bidan.
Karena tak pernah terfikirkan oleh saya bisa kuliah kebidanan yang pastinya tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan oleh orang tua.
Ibu saya adalah seorang pedagang ikan asin dan ayah saya adalah pegawai swasta di sebuah PT di Jakarta yang gajinya tidak begitu besar untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan 4 anak-anaknya.
Tetapi saya berutung mempunya ibu yang hebat luar biasa. Karena sebagian besar yang menopang kebutuhan hidup kami dan sekolah kami adalah dari hasil berjualan ikan asin.
Bahkan sampai saya bisa mendapat gelar Amd.Keb pun sebagian besar adalah hasil perjuangan dari ibu yang berjualan ikan asin.
Oleh karena itu, dari kecil saya tidak pernah sedikitpun merasa malu saat ada yang menanyakan apa pekerjaan orang tuamu dengan bangga saya katakan ibu saya penjual ikan asin.
Di tahun kelulusan itu juga terjadi sebuah peristiwa yang menempatkan saya di tengah-tengah dua pilihan. Karena di tahun itu saya dilamar seorang mubaligh.
Keinginan ayah, agar saya bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sambil meniti karir sebagai seorang bidan.
Sementara keinginan calon suami yang telah menunggu saya selama empat tahun, ingin segera menikah. Sebab, kehadiran seorang istri mubaligh bisa menjadi jembatan antara mubaligh dengan ibu-ibu.
Dan saya putuskan untuk menikah.
Setelah menikah, saya masih dihadapkan pada dua pilihan yang cukup membingungkan. Apakah saya memilih menjadi istri juga ibu yang baik dengan tetap di rumah menemani suami tugas?
Atau, meneruskan mimpi orang tua menjadi seorang bidan?
Ini merupakan pilihan yang sulit untuk saya, walaupun kedua belah pihak tidak mempermasalahkan saya akan memilih yang mana, baik orang tua maupun suami.
Tapi saya yakin orang tua, walupun menyerahkan sepenuhnya pada saya, pasti ada saja rasa ingin melihat anaknya bekerja menjadi bidan sesuai dengan gelarnya.
Begitu juga suami, yang memang ia menyerahkan semua keputusan pada saya, tapi saya juga tahu ia pun menginginkan agar saya menjadi istri yang seutuhnya berjihad dalam rumah menjaga keluarga dan anak-anak. Dan tentunya mendampinginya sebagai seorang istri mubaligh.
Saya bukannya tidak ingin seperti kebanyakan teman-teman yang menjadi bidan hebat di berbagai Rumah Sakit, bahkan ada yang sudah menjadi PNS. Dimana ia bisa membeli apapun yang ia mau dengan uang jerih payahnya sendiri. Ada juga ingin seperti itu.
Saya akhirnya mengembalikan semua perkara dan pilihan-pilihan tersebut kepada Allah Ta’ala. Setelah berdoa pada Allah dan memasrahkan diri kepada-Nya.
Dan Allah menetapkan hati saya untuk tetap berada di rumah untuk anak dan keluarga saya.
Sebab, yang saya tahu seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya dan saya ingin selalu ada untuk anak-anak saya setiap saat.
Mungkin ada saja bentuk kekecewaan dari orang tua saya atas pilihan saya ini tapi saya tahu surga saya saat ini adalah keridhaan suami saya. Dan saya lebih memilih mendekatkan diri saya pada surga itu yaitu dengan menjaga dan merawat anak-anak saya dengan tulus ikhlas.
Ternyata, saat kita telah tulus dan ikhlas menjalani apa yang telah dikehendaki Allah, kenyataanya ilmu yang telah saya dapatkan tidak sia-sia begitu saja tapi juga bisa berguna untuk orang lain lewat berbagi tips kesehatan saat muawanah atapun acara lainnya.
Bahkan, ada saja orang yang bertanya tentang kesehatan kepada saya atau lewat jalan lainnya. Memang tidak mendatangkan materi untuk saya tapi setidaknya itu membuat saya merasa berguna bagi orang lain dan itu yang benar-benar saya harapkan.
Bisa jadi, banyak orang diluar sana yang menyayangkan dengan keputusan saya yang lebih memilih menjadi ibu rumah tangga ketimbang menjadi seorang bidan mengingat uang kuliah saya yang tidak bisa dibilang sedikit. Tapi inilah pilihan Yang Allah Taala telah tetapkan untuk hidup saya.
Saya sangat meyakini bahwa jika kita mengejar akhirat dunia pun akan mengikuti dengan sendirinya.
.
.
.
editor: Muhammad Nurdin
Visits: 96
Mantap Mubarak Bu Mega dengan pilihan terbaiknya 👍😍💞