MENJADI KARTINI DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Kartini adalah gambaran seorang pejuang untuk kaumnya. Ya, kaum perempuan. Ia tak perlu mengangkat senjata untuk melawan. Cukup dengan membuat mereka terdidik. Sebab, musuh yang paling ditakuti penjajah adalah bangsa yang terdidik.

Perjuangan Kartini terhenti saat ia dirumahkan. Perempuan dianggap tak layak berada di ruang publik. Bagi Kartini, perjuangan bukan berarti berakhir.

Berbekal senjata tak berlaras, hanya sebuah pena dan lembaran kertas. Kartini menggoreskan kisah hidupnya, pemikirannya, juga keresahannya kepada sahabatnya nun jauh di seberang sana.

Kini, siapa yang tak kenal Kartini. Dua puluh satu April selalu diramaikan parade anak-anak TK memakai pakaian daerah untuk mengenangnya. Untuk mengenalkan perjuangannya.

Ia telah menjadi inspirasi tiap wanita di negeri ini. Kisah hidupnya menjadi semangat kaum hawa untuk berjuang melawan ketidakadilan. Juga melawan tirani kaum laki-laki yang memandang rendah kaum perempuan.

Hingga lahirlah Kartini-Kartini lainnya yang mengharumkan nama bangsa. Atau minimal menjadi Kartini untuk dirinya sendiri.

Kitapun bisa menjadi seperti Kartini.

Ya. Menjadi Kartini di saat pandemi Corona  yang tengah melanda dunia.

Saat inipun zaman dikatakan mendekati seperti keadaan Kartini dulu. Kini, kita dipaksa juga untuk berdiam diri di rumah. Menghabiskan waktu untuk menjadi seorang “Pahlawan”, sebagaimana Kartini.

Masa-masa stay at home, masa-masa work from home, juga masa-masa school from home telah memberikan ruang yang selebar-lebarnya kepada “emak-emak” untuk menjadi Kartini pada zamannya.

Bahkan. Kartini di era pandemi ini, mengharuskan emak-emak untuk terampil dalam berbagai bidang. Sebab, penentu sebuah keluarga mampu keluar dari jurang musibah besar ini ada di pundak emak-emaknya.

Keterampilan pertama Kartini era covid-19 adalah memasak. Emak-emak harus menjaga stabilitas perut keluarga agar daya tahan tubuhnya tidak lemah.

Bahkan, memasak di era pandemi seperti ini, membuat emak-emak harus kreatif menyajikan aneka makan dan cemilan. Karena pekerjaan-pekerjaan from home, membuat perut lebih sering bordering.

Kartini di era pandemi, mengharuskan emak-emak bertransformasi menjadi guru dadakan. Emak kini menjadi jembatan bahkan bayangan dari guru asli. Bergulat dengan whatsapp group yang kini memenuhi HP emak, seorang Kartini tak hanya harus memastikan perut-perut warga rumah terisi, tapi juga perlu memastikan otak anak terisi.

Berat bukan? Kalian kaum bapak gak akan pernah kuat!

Apa sampai disitu perjuangan seorang Kartini zaman corona? Belum, masih ada lagi.

Kita, sebagai kaum perempuan, harus juga mengangkat senjata tak berlaras. Angkat jempol kita. Biarlah ia menari indah di atas smartphone kita. Merenda kata demi kata. Untuk mencerdaskan umat manusia.

Sebuah tulisan pun mampu merubah dunia. Melalui tulisan kita bisa membuka cakrawala dunia.

Ayo perempuan-perempuan Indonesia, kita maknai Hari Kartini dimasa Pandemi Corona ini dengan menjadi seorang Kartini yang multitalenta.

Seperti pesan Raden Ajeng Kartini, “Jangan mengeluhkan hal-hal buruk yang datang dalam hidupmu. Tuhan tak pernah memberikannya, kamulah yang membiarkannya datang.”

Jangan biarkan pandemi corona memenjaraan dirimu untuk berkarya. Ini kesempatan kita menjadi Kartini dengan Diam di Rumah Aja, dengan segudang kegiatan yang membuat hari Kartini tahun ini terasa lebih bermakna.

Selamat Hari Kartini, untuk semua Perempuan Indonesia

Visits: 52

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *