Perbedaan dalam Agama Bukan Alasan untuk Permusuhan

“Jangan bergaul dengan non-Muslim, lama-lama kamu bisa ‘login’ juga,” salah satu kalimat yang dilontarkan seorang teman melalui chat *whatsapp* kepada Salma. Salma seorang Muslimah. Dia dikenal ramah dan suka bergaul dengan semua orang, tanpa memandang latar belakang agama.

Suatu hari Salma bertemu dengan Inez, seorang biarawati yang memiliki pengetahuan luas. Mereka mulai berteman dan saling berdiskusi tentang banyak hal. Salma mengajak Inez untuk ikut serta dalam kegiatan komunitas yang diadakan di masjid. Inez menyambutnya dan datang bersama teman-teman komunitas biarawatinya.

Sementara Inez mengundang Salma dan anggota komunitasnya untuk menghadiri kegiatan komunitas Inez di gereja. Setiap kegiatan yang dilakukan bersama, Salma maupun Inez selalu mempostingnya di media sosial. Namun, tidak semua orang menyukai persahabatan mereka.

Salah satu teman Salma, yang selalu melihat postingan kegiatan Salma bersama Inez dan komunitasnya merasa bahwa hubungan tersebut tidak pantas. Dia sering memperingatkan Salma untuk menjauhi Inez, mengatakan bahwa bersahabat dengan non-Muslim bisa memengaruhi iman dan cara hidupnya.

Salma sangat menghargai persahabatan dengan Inez. Di sisi lain, dia tidak ingin mengecewakan temannya yang sudah dianggap seperti keluarga. Lantas, dia mengajak temannya itu untuk berdialog. Salma mengatakan bahwa penting untuk menjaga prinsip agama, tetapi juga penting untuk berbuat baik kepada semua orang, terlepas dari latar belakang mereka.

Banyak nilai universal seperti kebaikan, kejujuran, dan saling menghormati ada di setiap agama. Seiring waktu, sikap temannya berubah setelah melihat bahwa persahabatan Salma dan Inez tidak mengubah iman Salma. Mereka berdua sering terlibat dalam kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat dan temannya Salma memberikan komentar yang positif.

Kisah di atas merupakan salah satu contoh tentang bagaimana perbedaan dapat dihadapi dengan sikap saling menghormati dan toleransi. Islam menghargai perbedaan dan mengajarkan umat Muslim untuk hidup berdampingan secara damai dengan orang-orang yang menganut keyakinan berbeda. Sebagaimana firman Allah SWT., “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” [1]

Ayat ini juga mengisyaratkan toleransi dalam keberagaman. Mengenai hal ini, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh. mengajarkan bahwa, “Islam tidak memonopoli kebenaran dan menafikan agama-agama lainnya.” Pernyataan tersebut mencerminkan pandangannya tentang sifat inklusif Islam terhadap agama-agama lain. Islam tidak mengklaim monopoli atas kebenaran, melainkan mengakui keberadaan dan nilai-nilai yang dapat ditemukan dalam tradisi keagamaan lainnya. Apa pun nama atau ajarannya, semua agama yang ada, di mana pun atau kapan pun keberadaannya, mempunyai dasar kebenaran samawi. Kita juga harus mengakui bahwa agama-agama mempunyai sumber yang sama, meskipun di antara mereka terdapat perbedaan-perbedaan ajaran dan pandangan. [2]

Dalam Al-Qur’an secara gamblang dikemukakan bahwa bukan hanya Muslim yang diperintahkan untuk teguh dalam keimanan dan mengingatkan serta berlaku adil terhadap pengikut agama lain. Banyak lagi umat lainnya yang melakukan hal yang sama. Sangat penting menghormati perbedaan.

Perbedaan dalam agama harus dipandang sebagai peluang untuk belajar satu sama lain, bukan sebagai alasan untuk permusuhan atau diskriminasi. Sikap saling menghormati ini menciptakan lingkungan yang mendukung dialog dan kerja sama.

Referensi:
[1] QS. Al-Kafirun 109: 7
[2] Islam dan Isu Kontemporer, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh., Neratja Press, 2018

Visits: 42

Liana S. Syam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *