POTRET TIMPANG MANUSIA DAN ALAM

Cerita masa kecil selalu indah untuk dikenang. Usia saat bocah dulu, tak mengenal masalah dan kesulitan orang tua.

Kesenanganku beli kue pancong di jalan raya. Bang Mamat selalu memberiku kue pancong dengan dibungkus kertas koran.

Terkadang ibuku menyuruhku beli gado-gado di Mpok Leha. Ia membungkusnya dengan kertas koran yang dialasi daun pisang, lalu diikat pakai batang lidi yang dipotong pendek ujungnya runcing.

Aku kecil sering mengintil ibuku ke pasar Mayestik. Ibuku selalu membawa tas belanjaan yang terbuat dari anyaman daun pandan. Jika membeli barang kelontong, sang pedagang membungkusnya dengan kantong dari kertas.

Sayur dijual di pasar diikat tali yang terbuat dari pelepah pisang. Pedagang daging membungkus daging dengan daun jati. Jika ibuku membeli ubi, abang penjual meletakannya dalam keranjang anyaman dari bambu yang disayat tipis dan dianyam.

Karet, tali rafiah apalagi kantong kresek kala itu tak dikenal orang. Bahkan tak ada supermarket dan pasar swalayan, orang semua belanja di warung atau pasar traditional.

Sekitar tahun 1973-an, jika ibuku belanja, bungkusnya mulai keren menurutku, belanjaan diletakan pada sebuah tas yang terbuat dari plastik.

Wow…!! Penemuan baru.

Konon saat itu kantong plastik diciptakan penemunya untuk menyelamatkan bumi, untuk menjaga lingkungan. Sehingga dapat menggantikan kantong kertas.

Dunia tengah mencoba untuk menjaga sumber daya alam, sehingga dengan kantong plastik akan lebih mudah dibawa ke mana pun dan bisa dipakai berkali-kali.

Pandanganku sebagai seorang bocah cilik saat itu memang praktis. Padahal, kenyataannya kantong plastik adalah bencana masa depan lingkungan kita.

Menginjak SMP dalam pelajaran Biologi aku diperkenalkan pelajaran ekosistem, suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Ilmu yang mempelajari ekosistem ini disebut ekologi.

Saat SMA di jurusan IPA, aku bertemu lagi dengan pelajaran Ekologi. Masih jelas dalam memoriku bagaimana Bu Yayah, menjelaskan jasad renik sebagai pengurai pada rantai makanan.

Beliau menjelaskan sampah plastik tidak seperti tumbuhan, butuh berpuluh puluh tahun lamanya untuk hancur di dalam tanah , plastik sulit diurai oleh jasad renik atau mikro organisme.

“Jangan buang sampah plastik sembangan. Ingat plastik yang tertanam di tanah tidak terurai oleh mikro organisme dalam sekejap. Jaga lingkungan kita, lestarikan bumi ini,” pesannya.

Pesan itu hampir tiga puluh delapan tahun yang lalu. Andai pesan itu dulu bukan kami saja di kelas yang mendapatkan dan menjalankannya tapi hampir semua isi bumi tentu bumi dan lingkungan ini tetap terjaga keseimbangannya.

Kenangan masa kecil tak lagi kujumpai di jaman sekarang. Bahkan sebagian “anak jaman Now” tak mungkin tahu kalau dulu daun jati digunakan untuk pembungkus. Tali dibuat dari pelepah pisang.

Andai kutahu dari dulu bahwa apa yang kusebut “Wow keren” itu adalah bencana masa depan untuk lingkungan. pastinya aku adalah termasuk orang yang menolaknya mentah-mentah.

Pencemaran lingkungan kini semakin menyedihkan. Terutama dengan pemakaian plastik pada setiap kemasan makanan dan minuman yang berlebihan.

Ditambah kesadaran yang kurang pada setiap individu untuk tidak membuang sampah sembarangan. Padahal melakukan kebiasaan buruk yang merusak lingkungan tersebut, sama saja merusak diri kita sendiri. Karena jika kualitas alam menurun, kita yang tinggal di dalamnya juga yang terkena imbasnya.

Allah telah menciptakan alam semesta beserta isinya untuk dimanfaatkan oleh manusia demi kesejahteraan hidup dan kemakmurannya.

Manusia diangkat sebagai khalifah di bumi ini, diamanati agar menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Jangan sampai alam menjadi rusak. Kita dibolehkan menggali kekayaan alam, mengolahnya, dan memanfaatkan sebagai bekal beribadah kepada Allah dan beramal shaleh.

Pada kenyataannya, manusia cenderung pada sifat tamak dan rakus. Sehingga penggalian alam menjadi tidak terkendali.

Akibatnya apa?

Bencana alam seolah menghiasi layar kaca juga layar smartphone kita. Banjir, longsor, kebakaran hutan, kekeringan, juga cuaca yang makin sulit diprediksi. Ada sebagian gambaran bagaimana keseimbangan alam mulai terganggu.

Belum lagi pencemaran lingkungan dari industri-industri. Polusi udara, kebisingan, efek rumah kaca, sampai meningginya suhu bumi yang membuat es di kutub mulai mencair.

Berbagai kerusakan yang terjadi di darat dan di laut adalah akibat ulah manusia sendiri. Pada akhirnya, manusia sendiri yang akan menerima kesengsaraan akibat ulahnya sendiri.

Hal yang senada yang Firman Allah Ta’ala:

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum 30: 41).

Kita tahu, alam punya caranya sendiri untuk menjaga keseimbangannya. Ketika alam mulai lelah dengan segala aktivitas manusia yang melakukan eksploitasi secara berlebihan, alam akan memaksa kita untuk berhenti.

Pandemi yang sekarang kita hadapi, bisa jadi merupakan cara alam untuk memulihkan kerusahan yang terjadi pada alam. Menyakitkan bukan? Tapi itulah harga yang harus dibayar atas kerakusan mengeksploitasi alam ini.

Bukan berarti semua telah terlambat. Selalu ada waktu dan kesempatan untuk bisa memperbaiki segalanya. Kita selalu punya harapan selama kita mau berubah.

Untuk itu, mulai dari rumah kita, lingkungan kita, untuk menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan tempat tinggal kita.

Selamat hari lingkungan hidup.

Tak ada kata terlambat, mari kita jaga bersama lingkungan kita mulai sekarang, dimulai dari diri kita.

.

.

.

editor: Muhammad Nurdin

Visits: 46

Henny Ruwahsasi

1 thought on “POTRET TIMPANG MANUSIA DAN ALAM

  1. Berawal dari cerita masa kanak2 masih teringat betul ya keadaan saat itu, sampai mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar kita agar alam tetap bersahabat dengan kita..

    Nuhun sudah mengingatkan generasi muda betapa pentingnya menjaga lingkungan hidup..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *