
INILAH YANG RASUL SEDIHKAN, SAAT UMAT TINGGALKAN QURAN
Rasulullah saw menyampaikan sebuah pengaduan kepada Allah Ta’ala bahwa akan datang suatu masa nanti Al-Quran menjadi sesuatu yang ditinggalkan. Dalam Firman-Nya tertulis:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً
Berkatalah Rasul: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan.” (QS. al-Furqan: 31).
Hati beliau resah, gundah gulana. Menghadapi sebuah kenyataan bahwa nanti umat beliau akan menjadikan Al-Quran sebagai sesuatu yang diabaikan atau ditinggalkan.
Itu artinya, umat beliau di suatu masa tak hanya menduakan Quran tapi juga meninggalkannya. Bahkan bisa jadi, menjadikan Quran sebagai barang pajangan yang tak hanya jarang dibuka, bahkan jarang diamalkan isi kandungannya.
Mari kita evalusi diri sendiri. Berapa banyak bagian dari Quran yang hadir dalam rumah kita? Tentu, yang dimaksud bukan soal lembaran Qurannya, tapi nilai-nilai dan ajarannya.
Saat Quran memerintahkan untuk meneggakkan shalat, apakah ia telah benar-benar tegak di rumah-rumah kita?
Saat Quran memerintahkan kaum wanita untuk menutup aurat, menjaga kesuciannya, membatasi diri untuk berinteraksi dengan yang bukan muhrim, apakah prinsip-prinsip ini telah tegak di antara keluarga kita?
Saat Quran memerintahkan untuk menjauhi zina, apakah mata, telinga, kaki juga tangan kita sudah berupaya keras untuk menjauhinya?
Saat Quran memerintahkan kita untuk banyak menilawatkan Firman-Firman-Nya, apakah itu tetap tak tergantikan, di tengah-tengah gempuran lagu-lagu yang lebih memikat hati?
Kalau rupanya perintah-perintah di atas justru telah banyak ditinggalkan oleh kaum muslimin, maka benarlah pengaduan Rasul saw kepada Allah Ta’ala. Bahwa orang-orang mukmin telah membuat Quran sebagai sesuatu yang diabaikan.
Kini. Kita hidup di era digital. Dunia kini berada dalam genggaman kita. Gawai pintar yang tak pernah lepas di tangan rupanya telah menarik perhatian seluruh umat manusia.
Tentu, perkembangan teknologi adalah rahmat dari Tuhan. Kita perlu bersyukur dengan segala kemudahan yang ada. Tapi, bagaimana pemanfaatannya menjadi sebuah problem tersendiri.
Dulu, seseorang harus mendatangi perpustakaan besar untuk mengkaji tafsir-tafsir otoritatif, namun kini kitab-kitab itu yang mendatanginya dalam bentuk “digital contents” yang praktis, ringan, dan seringkali gratis.
Demikian pula kitab-kitab hadits, akidah, siroh, sejarah, adab, akhlak, dan lain sebagainya. Pilihan bahasanya pun sangat luas, mulai dari bahasa internasional seperti Arab dan Inggris, atau berbagai bahasa yang kebanyakan hanya kita kenal namanya seperti Swahili, Malayalam, Amharic, dan seterusnya.
Kita pasti tahu bahwa sebuah perangkat elektronik yang amat tipis dan bobotnya tidak lebih dari satu kilogram, kini sanggup memuat ribuan kitab yang jika dicetak harus diangkut oleh beberapa truk trailer.
Banyak pula sofware yang bisa dengan mudah kita untuk membaca al-Quran. Begitu juga banyak sofware yang memudahkan kita untuk mencari berbagai hadits.
Faktanya, tak setiap kita mendapatkan taufik untuk memperkaya gawai pintar kita dengan Quran, Hadits, juga kitab-kitab yang berisi khazanah-khazanah agama.
Cobalah bertanya kepada anak-anak SD yang sekarang ini sudah menenteng smartphone kemana-mana, untuk apa alat itu mereka pergunakan? Kita pasti sudah bisa menduga jawabannya. Yang jelas, bukan untuk mengakses ayat Al-Qur’an, hadits Nabi, referensi standar, atau kisah teladan.
Sebagai seorang Muslim, ada baiknya kita mewaspadai watak setiap peradaban. Boleh menggunakan alat-alat sebagai bagian produk peradaban, namun kita perlu bersikap hati-hati. Seperti tubuh, kita akan mati jika menolak mengonsumsi apa saja, tetapi kita juga akan mati jika mau memakan apa saja. Ada bahan yang baik bagi tubuh, ada juga yang buruk.
Kita patut khawatir juga, jangan-jangan zaman inilah penyumbang terbesar pengaduan Rasulullah saw. kepada Tuhannya di akhirat nanti, padahal kita berada di dalamnya.
Yakni, ketika lebih banyak orang yang tidak lagi perduli kepada Kitabullah, dan justru khidmat menyimak wejangan penyanyi, khusyu’ mengejer level game-game, manggut-manggut pada bualan peramal, dan penuh takzim pada saran dari para budak materi dan penyembah dunia.
Jika kelak Rasulullah mengucapkan kalimat itu di hadapan Allah, apakah kita termasuk di dalamnya?
Dan benarlah, nubuatan yang disampaikan Rasul saw empat belas abad silam bahwa akan datang suatu masa ketika Islam tinggal namanya dan Quran tinggal tulisannya.
Jangan sampai kita berada di barisan orang-orang yang menjadikan Al-Quran sebagai sesuatu yang ditinggalkan.
Visits: 144
MashaAllah, renyah banget tulisannya tanpa meninggalkan esensi isi yang bisa dljadikan refleksi setiap diri kita. Mubarak Maulana sahib
Assalamualaikum, saya ingin bertanya! Apakah yang dimaksud nabi Adam as bukan manusia pertama?