TETAP MENDAHULUKAN AGAMA DI TENGAH KRISIS

Namanya Nurjanah. Ia tinggal di suatu tempat yang bernama Pagelaran, sebuah desa kecil di Lampung. Sehari-hari Nurjanah dan suaminya berdagang di sebuah kedai Sekolah Dasar. Tak banyak juga yang dihasilkan dari dagang, tapi cukuplah untuk makan tiap hari, juga untuk bersedekah.

Nurjanah adalah seorang pengikut Ahmadiyah. Tiap bulan ia selalu bersedakah yang biasa disebut candah. Ia mengamalkannya dengan penuh semangat karena di dalam rezeki yang Allah Ta’ala berikan ada hak Allah yang harus ia keluarkan.

Nurjanah dan para pengikut Ahmadiyah lainnya mempunyai keyakinan yang sama bahwa candah atau sedekah takkan membuat mereka miskin. Bahkan Allah telah menyiapakan sebuah hadiah agung bagi mereka giat bayar candah.

Di bulan yang penuh berkah ini. Para pengikut Ahmadiyah dihimbau, selain membayar zakat, fitrah atau fidyah, juga dihimbau agar melunasi perjanjian Tahrik Jadid juga Waqfi Jadid.

Tahrik Jadid merupakan pengumpulan dana dalam bentuk perjanjian yang ditujukan untuk dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Sedang Waqfi Jadid ditujukan untuk mensupport para pengkhidmat agama yang ditugaskan di daerah-daerah terpencil.

Dalam kurun waktu setahun, mereka berjanji bahwa sekiran rupiah akan saya bayarkan untuk gerakan ini. Dan dalam puasa, untuk menarik rahmat dan berkat di dalamnya, Khalifah (sebutan untuk pemimpin tertinggi Ahmadiyah) menghimbau untuk melunasi perjanjian-perjanjian itu dalam bulan yang penuh berkat ini.

Sayangnya. Covid-19 telah menjungkirbalikkan pendapatan banyak orang. Tak terkecuali Nurjanah dan suaminya.

Sekolah sudah hampir dua bulan tutup. Nurjanah tidak bisa lagi berdagang. Tapi bukan soal pendapatannya hilang yang membuatnya jadi was-was dan khawatir. Yang membuatnya khawatir adalah ia takut tidak bisa bayar candah, khususnya melunasi perjanjian Tahrik Jadid dan Waqfi Jadid.

Meski telah kehilangan pendapatannya. Nurjanah tidak kehilangan akal. Ia akhirnya memecahkan celengan miliknya sendiri dan kedua anaknya. Ia tanamkan jiwa pengorbanan kepada anak-anaknya yang masih belia itu. Bahkan jika itu sesuatu yang paling mereka cintai.

Suatu hari sebelum Ramadhan tiba. Di rumahnya hanya tersisa 1 gelas beras. Fikirnya, itu cuma cukup untuk kedua anaknya satu hari ini. Ia biarkan anak-anaknya sarapan nasi, sedang ia dan suami hanya sarapan teh.

Tiba-tiba sang anak bertanya polos, tapi itu begitu menyakitkan, yang membuat batinnya remuk, sambil menahan kegetiran yang mulai mencuat di balik matanya yang mulai berkaca-kaca, “Kenapa ayah dan bunda gak ikut makan nasi?” Orang tua mereka hanya bisa tersenyum, sambil menyembunyikan sebaris kepiluan.

Siang harinya. Anak pertama ingin makan. Hanya tersisa nasi bekas sarapan. Saat anak keduanya ingin makan juga, nasi telah habis. Meneteslah air mata sang ibu yang melihat anaknya merengek minta makan.

Tak ada yang bisa ia lakukan selain shalat. Bersimpuh di hadapan-Nya, Wujud Yang Maha Mendengarkan, juga Wujud Yang Maha Pengasih. Begitulah lamanya ia bersujud, seolah-olah ia takkan bangun sebelum keluh kesahnya mendapatkan jawaban.

Tak lama pertolongan Allah hadir menjawab keluh kesahnya. Tak disangka-sangka, suaminya mendapat pekerjaan mengunduh jagung. Walau pekerjaannya hanya sehari, Nurjanah begitu gembira. Ia benar-benar menyaksikan bagaimana pertolongan Allah datang begitu cepat.

Disaat begitu banyak orang menggantungkan harapannya kepada bantuan manusia dalam situasi serta sulit ini. Nurjanah mengajarkan anak-anaknya untuk berdoa memohon kepada-Nya. Untuk terus mendekat kepadanya.

Allah Ta’ala tidak akan pernah menyia-nyiakan mereka yang mendahulukan agama ketimbang dunia. Bahkan ketika mereka dihadapkan pada situasi yang paling sulit sekalipun.

Saat kita berhasil memenangkan konflik batin di antara dua pilihan, maka lihatlah cara Allah Ta’ala menurunkan pertolongan khas-Nya yang takkan pernah kita sangka-sangka.



Visits: 541

1 thought on “TETAP MENDAHULUKAN AGAMA DI TENGAH KRISIS

  1. Semoga menjadi inspirasi bagi seluruh anggota sesuai dengan janji baiat kita, janji anshor, janji khuddam, janji Lajnah…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *