BERSEDEKAH SEBELUM AJAL MENJEMPUT

Beliau seorang ibu rumah tangga biasa. Usianya sudah nyaris renta. Beliau juga telah menjanda selama 20 tahun lamanya. Saat ini beliau hidup ditemani sang bungsu yang telah berkeluarga.

Hidupnya sangat sederhana. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, beliau mengandalkan kiriman dari anak-anaknya yang sudah berkeluarga dan tinggal berjauhan walaupun dalam satu kota.

Suatu hari sang ibu melihat paket sembako yang akan dibagikan oleh anaknya yang juga menjadi salah satu pengurus cabang. Paket sembako itu untuk anggota yang sedang kesulitan akibat dampak dari wabah covid-19.

“Dari mana dananya?” Sang ibu bertanya.

“Dananya didapat dari para donatur, pengurus dan anggota lainnya yang mampu.” Jawab sang anak.

Sang ibu hanya bergumam sambil memperhatikan satu persatu isi paket yang ada di hadapannya. Ternyata dalam hatinya, timbul keinginan untuk membuat paket yang sama. “Ibu juga ingin membuat paket seperti ini untuk saudara dan tetangga”, ucapnya tiba-tiba.

Mendengar hal itu, anaknya kaget dan bingung. “Apa Ibu punya uang?” tanya sang anak dalam hati, tak tega mengungkapkan langsung.

Sang ibu bercerita tentang niatnya. Beliau ingin membantu keluarga dan tetangga yang kesulitan keuangan karena usahanya terdampak wabah korona.

“Ibu tak tega. Bagaimana perasaan mereka yang kesulitan ekonomi? Apalagi yang memiliki anak banyak. Ibu ingat anak cucu. Bagaimana kalau kondisi seperti itu menimpa Ibu?”

“Kasihan.. Apalagi anak-anaknya dalam masa pertumbuhan, lagi doyan-doyannya makan, sementara bapaknya enggak kerja!”

Begitulah seorang ibu. Hatinya begitu peka. Sebagai orangtua, beliau bisa merasakan derita yang harus dialami mereka yang kekurangan. Air mata pun beruraian, membasahi pipinya yang mulai keriput termakan jaman.

Niatnya yang begitu mulia disambut dan didukung dengan baik oleh anaknya, walau ia tahu ia tak bisa membantu dari segi keuangan.

Kemudian sang anak pun bertanya dengan hati-hati, “Apakah Ibu ada uangnya?
Karena kondisi saat ini tidak seperti sebelumnya, pemasukan Ibu juga berkurang.”

Sang Ibu menatap anaknya. Dengan keyakinan penuh beliau menjawab, “Jangan khawatirkan Ibu. Insya Allah rezeki nanti pasti ada. Alhamdulillah Ibu punya sedikit tabungan. Insya Allah minggu depan uang tabungan Ibu di koperasi akan dibagikan.”

Rupanya uang yang selama ini diberikan anak-anaknya tidak dihabiskan untuk keperluan sendiri. Sang ibu juga menyisihkan untuk ditabung setiap bulan hingga satu tahun kini.

Kembali anaknya bertanya, “Kenapa tidak disimpan saja uangnya untuk keperluan Ibu sehari-hari? Atau untuk modal usaha membuat kue yang biasa Ibu lakukan setiap tahun?”

Air wajah perempuan bijaksana itu begitu tenang. Keyakinan tak sedikitpun mengendur dari nada bicaranya. “Ibu juga ingin berbagi. Siapa tahu dengan berbagi, ini adalah jalan untuk Ibu tetap sehat dan anak cucu terhindar dari wabah korona. Kapan lagi kalau tidak sekarang? Dinanti-nanti belum tentu Ibu bisa punya uang. Ibu takut menyesal bila nanti Ibu keburu meninggal.”

Ditatapnya wajah sang anak dengan penuh kesabaran. Dilanjutkannya lagi penjelasannya, “Untuk modal sudah Ibu atur. Walau sedikit nanti hasil penjualan uangnya bisa diputarkan lagi untuk modal.”

Masya Allah. Mendengar jawaban-jawaban sang Ibu, hati begitu tersentuh dan dibuat terharu. Sungguh tak menyangka, seorang ibu yang bukan dari kalangan berada, bisa begitu tenang dan yakin mengatakan hal seperti itu. Tak terasa air pun menetes dari pelupuk mata ini.

Satu minggu kemudian uang tabungan sudah diterimanya. Beliau pun meminta bantuan anaknya untuk dibelanjakan bahan-bahan sembako. Alhamdulillah barang-barang sembako pun kemudian dikemas menjadi sebanyak 15 paket dengan dibantu anak dan cucunya. Tiap paket berisi 5 kg beras, 2 liter minyak goreng, 1 kg gula pasir, 1 kaleng sarden, kecap dan teh.

Tepat satu hari menjelang Ramadhan, paket sembako tersebut dibagikan kepada saudara sesama Jemaat sebanyak 8 KK dan sisanya dibagikan ke tetangga yang terkena PHK. Ada yang berprofesi sebagai supir ojol, tukang asongan yang tidak bisa lagi berjualan, pedagang keliling, dan lain sebagainya.

Di masa-masa sulit seperti ini, sang ibu menampilkan sosok bijaksana yang penuh akan rasa peduli. Beliau tak ragu untuk berbagi dengan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri.

Pandemi ini telah meluluhlantakkan ekonomi banyak orang. Tapi selalu ada cukup alasan untuk tetap bisa berbagi dan bersedekah. Sang ibu mencontohkan bagaimanapun sulitnya keadaan, selagi masih diberi nafas kehidupan manusia sejatinya tak berhenti mengamalkan firman-firman Allah SWT dalam Al-Qur’an.

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا بَیۡعٌ فِیۡہِ وَ لَا خُلَّۃٌ وَّ لَا شَفَاعَۃٌ ؕ وَ الۡکٰفِرُوۡنَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ

Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sebelum datang hari yang tidak ada jual-beli, tidak ada persahabatan, dan tidak pula syafa’at di dalamnya, dan orang-orang kafir itulah orang-orang aniaya. (QS. Al-Baqarah: 255).

.

.

.

editor: Lisa Aviatun Nahar

Visits: 114

Liana S. Syam

1 thought on “BERSEDEKAH SEBELUM AJAL MENJEMPUT

  1. Subhanallah…
    Berbahagialah orang yang tahu bagaimana cara mengabdi dan mengkhidmati.
    Tampaknya saat ini Allah tengah menguji hati dan ketulusan kita dalam hal berbagi. Dia menunggu dan melihat ke dalam hati, sampai kapan kiranya kita bisa menepiskan rasa khawatir akan kekurangan dan menjadi yakin seyakin-yakinnya bahwa Dia akan menunjukkan kebesaranNya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *