Menjadi Pemimpin yang Amanat, Bukan Khianat

Pemimpin adalah orang yang mengemban tugas dan bertanggungjawab untuk memimpin dan mempengaruhi orang yang dipimpinnya. Dan seorang pemimpin juga berarti harus siap mengayomi, menjadi tauladan untuk dirinya dan rakyatnya ke arah yang lebih baik dalam keimanan dan amalan perbuatan, menjalankan amar mahruf nahi munkar.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Khianat paling besar adalah pemimpin yang menjual rakyatnya.” (HR. Thabrani). Maksud hadits ini adalah seorang pemimpin yang amanah tidak memiliki keinginan sedikit pun untuk menzalimi rakyatnya, apalagi menjual rakyat. 

Berbicara atas nama rakyat atau kepentingan rakyat padahal sebenarnya untuk kepentingan diri, keluarga atau golongannya. Bila pemimpin seperti ini terdapat dalam kehidupan kita, maka ini adalah pengkhianat yang paling besar.

Jika suatu bangsa terus menerus dipimpin oleh orang-orang yang tidak amanah, maka kemiskinan akan meningkat, bahkan mungkin bangkrut. Karenanya rakyat memegang kedaulatan dan keinginan, maka rakyat harus bisa mengambil sikap untuk mengubah atau menentukan pemimpinnya.

Dalam Al-Quran Surah An-Nisa Ayat 58, “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Sosok pemimpin yang paling ideal dan mampu memberikan perubahan secara mendunia adalah Rasulullah SAW, karena beliau selalu mengawali kepemimpinannya dengan tutur kata yang sopan sehingga beliau tidak pernah berbicara kecuali kata-kata benar, indah, dan padat akan makna. Dalam kepemimpinan Rasulullah SAW juga senantiasa berpegang kepada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sehingga beliau mampu memimpin umat dengan cara yang terbaik.

Sebagai seorang pemimpin, Rasulullah SAW. menunjukkan keteladanan dan kepeloporan dalam banyak peristiwa. Ketika Rasulullah SAW. membangun masjid Nabawi di Madinah bersama para sahabatnya, beliau tidak hanya menyuruh dan mengatur atau tunjuk sana tunjuk sini, tapi beliau turun langsung mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis sekalipun.

Beliau membawa batu bata dari tempatnya ke lokasi pembangunan sehingga ketika para sahabat yang lebih muda dari beliau sudah mulai lelah dan beristirahat, Rasul masih terus saja membawanya meskipun ia juga nampak lelah. Karena itu seorang sahabat bermaksud mengambil batu yang dibawa oleh Nabi agar ia yang membawanya. 

Tapi Nabi saw. justru menyatakan, “Kalau kamu mau membawa batu bata, di sana masih banyak batu yang bisa engkau bawa, yang ini biar tetap aku yang membawanya.” Karenanya para sahabat tetap dan terus bersemangat dalam proses penyelesaian pembangunan masjid Nabawi.

Dari peristiwa di atas kita bisa mengambil pelajaran penting dari sikap tauladan Rasulullah SAW dalam memimpin dan bersikap sebagai seorang pemimpin.

Karena Rasulullah SAW merupakan sosok pemimpin yang memiliki sikap, beriman, beramal shaleh, memiliki niat lurus, memutuskan perkara dengan adil, menasehati umat, tegas, lemah lembut, dan menanamkan sifat sidiq, tabligh, amanah dan fathonah dengan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunah.

Jika pemimpin itu jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur, Amin Yra.

Visits: 370

Euis Mujiarsih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *