Mengenali Tuhan yang Sejati Menghidupkan Hati Nurani

Sejak tahun 2020, dunia dan juga Indonesia diserang pandemi yang entah kapan akan berakhir. Kerawanan diserang virus ini, masih harus diikuti dengan jatuhnya perekonomian setiap orang. Setiap negara berusaha sekuat tenaga menyelamatkan hidupnya masing-masing, tak terkecuali Indonesia.

Sayangnya, dalam setiap musibah yang melanda Indonesia, kita masih saja disajikan berita mengenai orang-orang yang memanfaatkan keadaan. Rasanya tak habis pikir bagaimana seseorang bisa memanfaatkan musibah demi keuntungan pribadi. Namun, hal demikian ada di sekitar kita.

Baru-baru ini misalnya, kita dikejutkan dengan berita OTT KPK (Operasi Tangkap Tangan Komisi Pengawasan Korupsi) terhadap pegawai Kemensos. Dan kemudian kita semakin dibuat terkejut ketika kasus korupsi ini menyusut pada satu nama, Menteri Sosial sendiri, Juliari Batubara. 

Bantuan sosial yang dikucurkan pemerintah sekian triliun demi penanganan pandemi, yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan, nyatanya diambil begitu saja demi kepuasan pribadi. Musibah yang datang bertubi-tubi seolah tak cukup. Kini kita disajikan lagi musibah krisis moralitas dari oknum pejabat negeri.

Salah seorang tokoh sufi yang ternama, dengan kitab Al-Hikam-nya, Ibnu Athaillah pernah berkata, “Di antara tanda matinya hati, adalah tidak adanya perasaan sedih atas kesempatan beramal yang engkau lewatkan dan tidak adanya penyesalan atas pelanggaran yang engkau lakukan.”

Ketika kita merasa baik-baik saja melewatkan kesempatan untuk beramal, merasa baik-baik saja melakukan pelanggaran/dosa, maka itu adalah pertanda matinya hati nurani kita. 

Salah satu penyebab matinya hati nurani manusia disebutkan dalam QS. Hud: 117, “Tetapi orang-orang yang aniaya mereka tenggelam dalam kelezatan harta yang telah diberikan berlimpah-limpah itu; dan mereka menjadi para pendosa.”

Ketika manusia sudah begitu hanyut dan bahkan tenggelam dalam kenikmatan duniawi, menganggap dunia adalah berhala/tuhan baginya, maka mata hati dan nuraninya akan buta dan mati. Ia tak lagi bisa melihat dengan adil akan nasib orang lain yang sedang membutuhkan uluran tangan. Bahkan tragisnya, ia tak peduli bahwa untuk meraih kenikmatan duniawi, ada hak-hak orang lain yang diambilnya.

Untuk bisa kembali menghidupkan hati yang telah mati, manusia perlu menyadari kembali akan keberadaan Tuhan. Bila manusia menyadari, mengenali, dan semakin dekat dengan sosok Tuhan yang sejati, Allah Ta’ala, maka mereka akan mengenali apa itu dosa. 

Sebagaimana Hz. Masih Mau’ud as. pernah menulis dalam bukunya yang berjudul ‘Bagaimana Cara Terbebas dari Dosa’ bahwa, “hanya ada  satu cara untuk menghindari dosa dan ketidaktaatan, yakni ketika manusia mencapai marifat sejati tentang  Allah Ta’ala.” (Hlm 29)

Jika manusia sudah menyadari, mengenali lebih dalam dan menjalin hubungan yang semakin dekat dengan Allah Ta’ala, maka, “ia menyadari bahwa di dalam Wujud Allah Ta’ala terletak kebahagiaan yang sempurna.” (Hlm 29)

Bila manusia sudah mengenal dan meyakini keberadaan Allah Ta’ala, ia akan terlindungi dari dosa karena ia akan takut berbuat dosa. Ia takut melakukan sesuatu yang mengundang amarah Allah Ta’ala yang dicintainya. Dan hati nuraninya akan kembali hidup dan menyadari bahwa egoisme harus diruntuhkan dan jangan sampai ada hak-hak orang lain yang ia abaikan begitu saja.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjadikan kita hamba yang dekat dengan-Nya sehingga hati nurani kita senantiasa tersirami cahaya-Nya dan tak akan pernah mati. Aamiin Allaahumma Aamiin. 

Views: 371

2 thoughts on “Mengenali Tuhan yang Sejati Menghidupkan Hati Nurani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *