
Melalui Siapa Firasat yang Benar akan Diperoleh?
Dikatakan, jika mimpi gigi patah, mimpi rumah ramai, atau kejatuhan kotoran burung, akan terjadi sesuatu. “Saya tidak bisa tidur, hati gelisah, padahal saya orangnya gampang tidur! Perasaan saya kok tidak enak ya?” dan lain sebagainya.
Hal tersebut, kebanyakan orang menganggapnya suatu firasat. Ada juga yang menganggapnya hanya mitos belaka. Islam tentu tidak mengenal mitos, karena hal tersebut dianggap warisan budaya jahiliah yang harus dihilangkan.
Perlu kita ketahui bersama, firasat adalah suatu kemampuan dari dalam diri seseorang untuk merasakan apa yang akan terjadi di dalam kehidupannya. (Wikipedia)
Firasat sebenarnya bisa berkaitan dengan pengalaman apa pun. Mengutip dari berbagai sumber, bahwa dalam Islam, firasat diartikan sebagai pengetahuan batin tentang segala sesuatu berdasarkan dalil-dalil dan pengalaman. Firasat juga merupakan suatu perasaan/kata hati yang muncul sebelum sesuatu terjadi, atau yang mengarahkan pada suatu keyakinan dalam realitas yang belum pasti. Terkadang adanya firasat bisa jadi baik atau buruk. Tergantung seberapa bijak kita terhadap firasat itu.
Namun tidak semua orang peka terhadap firasat tersebut. Ada manusia yang diberikan karunia oleh Allah SWT berupa akal dan kebijakan. Dapat membaca, melihat, atau merasakan apa yang dipikirkan, dirasakan, atau dikerjakan orang lain. Maka orang itu disebut sebagai orang yang memiliki firasat.
Hendaknya jangan beranggapan bahwa akal dan kebijakan adalah sesuatu yang dapat diraih begitu saja. Tidak. “Ketajaman hati (firasat) yang benar dan akal sejati sama sekali tidak dapat diraih tanpa melalui ruju‘ (kembali) kepada Allah.” (Hadhrat Masih Mau’ud a.s.)
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba juga menyampaikan, “Allah SWT merupakan sumber ketajaman hati (firasat) dan akal sejati, untuk mencapai itu harus melalui ruju’ atau kembali kepada Allah SWT. Ruju’ atau kembali yakni, meninggalkan segenap keburukan dan menempuh jalan-jalan kesucian. Dan tidak pernah berpaling dari keburukan itu.”
Tentunya yang dapat mencapai ruju’ ialah orang yang beriman dan bertakwa. Untuk itulah telah dikatakan bahwa, “Takutlah pada ketajaman-hati (firasat) orang mukmin (beriman), sebab ia melihat berdasarkan nur (cahaya) Ilahi.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Hadits tersebut mengisyaratkan, bahwa Allah SWT akan memberi seorang mukmin cahaya sesuai tingkat keimanannya. Cahaya yang diperoleh dari ketakwaannya, tentunya ketekunan dan ketaatan dalam beribadah. Dengan nur-Nya itu, dia mampu melihat hakikat segala sesuatu dan tidak tertipu oleh bentuk lahiriyahnya.
Ketajaman hati (firasat) yang benar dan akal sejati tidak pernah dapat diraih selama tidak memiliki ketakwaan. Melalui orang-orang yang beriman dan bertakwalah, firasat yang benar akan diperoleh.
Seperti halnya Hadhrat Abu Bakar r.a., sebelum meninggal, beliau memiliki firasat yang kuat bahwa Hz. Umar bin Khattab r.a., akan menjadi khalifah penggantinya. Namun, ketika itu, ada yang berkata kepadanya, “Wahai, Abu Bakar. Wahai, Khalifah Rasulullah. Apakah engkau mengangkat pemimpin yang paling keras untuk kami? Tidakkah engkau takut kepada Allah?¨
Maka, ia pun menangis seraya berkata, “Andaikata Rabbku menanyakan kepadaku, pasti aku katakan kepada-Nya, ‘Wahai, Rabb. Aku telah mengangkat untuk mereka orang yang paling pengasih di antara mereka. Inilah yang aku ketahui; jika diganti dan diubah, maka aku tidaklah mengetahui hal yang ghaib.”
Firasat Hadhrat Abu Bakar r.a., terbukti benar dan meyakinkan bahwa Hadhrat Umar r.a. luar biasa dalam kepemimpinan sepeninggalnya. “Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang mampu mengetahui manusia dengan firasat.” (HR. Bazzar & Ath Tabrani)
Views: 393