
Nikmat Lisan Kunci Keselamatan dan Kenyamanan Hidup
“Kapan nikah?”
“Sudah selesai kuliah kok masih sering di rumah, apa nggak kerja?”
“Anaknya kok belum pintar jalan ya?”
Pertanyaan-pertanyaan senada cukup sering terlontar saat berada dalam pertemuan keluarga atau saat berinteraksi dengan masyarakat di lingkungan sekitar kita. Terdengar biasa, namun bagi sebagian orang yang memahami tentang etika komunikasi dan psikologi, pertanyaan yang dilontarkan itu akan memberi dampak yang tidak baik bagi teman bicaranya. Karena mereka yang bertanya tidak pernah tahu seperti apa kondisi yang dihadapi teman bicaranya, seberapa berat upaya dan perjuangan yang sudah mereka lakukan.
Sebuah pepatah Arab menyebutkan, “Ucapan dapat menembus apa yang tidak dapat ditembus oleh jarum.” Sering kali manusia tidak menyadari bahwa ucapan yang keluar dari mulutnya dapat melukai hati dan perasaan seseorang. Bahkan di era digital saat ini, di mana ucapan yang telah bermetamorfosa menjadi rangkaian kata, mudah sekali menyebar di berbagai sosial media hanya dengan kelihaian jemari kita. Ucapan yang sudah beralih menjadi obrolan chat ini pun kerap kali menjadi salah satu akar permasalahan, yang berujung pada bullying, pelecehan, depresi, dan tindakan kriminal hingga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Jika kita mau merenungkan mengapa Allah menciptakan manusia dengan satu mulut dan dua telinga, kita akan menyadari bahwa tujuan penciptaan ini adalah karena Allah menginginkan agar manusia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Tapi pada kenyataannya, manusia masih lebih banyak bicara daripada mendengarkan. Dalam pergaulan antar manusia, lisan merupakan alat yang pertama kali menjadi cermin diri seseorang. Baik atau kurang baiknya kualitas diri seseorang bisa dilihat dari bagaimana cara ia berbicara dan menggunakan lisannya. Ibnu Al-Qoyyim mengatakan bahwa mulutmu adalah cermin hatimu
Mengenai hal ini, pendiri Jamaah Ahmadiyah, Hz. Masih Mau’ud as bersabda, “Janganlah berbicara yang sia-sia, tetapi berbicaralah tepat sesuai dengan keadaan dan tempat.” Begitu banyak nikmat lisan yang mampu membawa kita pada kebaikan, namun tak terhitung pula maksiat lisan yang mampu menjerumuskan kita pada dosa. Kita hanya punya dua pilihan, jika ingin selamat dunia dan akhirat maka jagalah lisan, karena lisan yang tidak terjaga akan menghancurkan kehidupan. Jika tidak mampu menjaga lisan maka diam itu lebih baik, karena selamatnya manusia itu tergantung bagaimana menjaga lidahnya.
Allah Swt dan Rasul-Nya pun telah memberikan petunjuk bagi kita untuk menjauhi maksiat lisan yang tanpa sadar masih sering kita lakukan yaitu:
1. Ghibah atau menggunjing
Allah Swt. dengan sangat jelas memperingatkan bahaya maksiat lisan yang sering menjadi kebiasaan kaum wanita ini dalam QS. 49.Al-Ḥujurāt ayat 12, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”
2. Memfitnah dan mengadu domba.
Salah satu maksiat lisan yang dampaknya lebih kejam dari membunuh jiwa seseorang adalah fitnah, karena fitnah ini dapat merusak nama baik seseorang, sebagaimana yang pernah dialami oleh Hazrat Aisyah r.a. hingga Allah Swt. sendiri yang membersihkan nama baik beliau r.a. melalui firman suci-Nya yang diabadikan dalam QS. An Nur ayat 11-25. Di tempat lain dalam Al Qur’an, Allah Swt. berfirman, “… Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan…. ” (QS. Al Baqarah ayat 217)
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala memperingatkan, “Janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah lagi berkepribadian hina, suka mencela, (berjalan) kian kemari menyebarkan fitnah (berita bohong),….” [QS. Al-Qalam: 10-11]
Selain itu, maksiat lisan lainnya yang harus kita jauhi disampaikan oleh Rasulullah saw. pada banyak tempat dari hadits-hadits masyhur di antaranya:
1. Dusta
“Sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Melaknat dan mengucapkan ucapan yang kotor.
“Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berperangai buruk dan mengucapkan ucapan yang kotor.” (HR. Tirmidzi)
3. Berdebat dan bercanda melampaui batas.
“Janganlah kamu berdebat dengan saudaramu, janganlah kamu **bercanda** (yang dapat menyinggung perasaannya) dan janganlah kamu menjanjikan suatu janji yang kemudian kamu mengingkarinya.” (HR. Tirmidzi)
4. Menghindari membericarakan sesuatu yang bukan urusannya.
“Sesungguhnya di antara kebaikan seorang muslim adalah meninggalkan apa yang tidak menjadi urusannya.” (HR. Tirmidzi)
5. Melebih-lebihkan perkataan.
“Beruntunglah mereka yang mampu menahan lidahnya dari berbicara yang melebihi porsinya, dan mau membelanjakan kelebihan dari harta yang dimilikinya di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi)
Semoga di bulan suci Ramadhan ini, Allah memberi kita kekuatan untuk mampu mengendalikan lisan kita dari ucapan-ucapan yang tidak pantas dan memastikan lisan kita selalu terarah pada kebaikan saja. Pastikan kita benar-benar mampu mempertanggungjawabkan nikmat lisan yang telah Allah berikan kepada kita sebagai seorang Muslim dengan pencapaian S3:
Setiap orang aman dari lisan saya.
Setiap orang merasa nyaman dengan lisan saya.
Setiap orang bisa merasakan manfaat dari lisan saya.
Jika kita bisa mencapai S3 tersebut, dengan izin Allah keselamatan dan kenyamanan akan mewarnai hidup kita.
Views: 245
Masya Allah…Jazakumullah menjadi pengingat diri🙏