
Dampak Hawa Nafsu yang Tak Terkendali
Dambaan setiap insan, menikah selalu bahagia dan saling mencinta. Namun bahtera rumah tangga selalu dihadapkan dengan berbagai masalah. Menyatukan dua keluarga dengan ego dan persepsi yang berbeda terkadang menjadi pemicu retaknya hubungan, apalagi munculnya orang ketiga.
Rita seorang wanita yang menjalani peran ganda. Dia bisa menjadi seorang ayah yang mencari nafkah untuk keempat anaknya. Di sisi lain, dia tetaplah seorang wanita yang membutuhkan kasih sayang lawan jenisnya.
Rita dan suaminya menjalani LDR. Suaminya bekerja di pedalaman sedangkan Rita dan anak-anaknya tinggal di kota demi pendidikan yang lebih memadai. Hal ini sudah menjadi kesepakatan Rita dan suaminya. Keduanya sama-sama legowo dengan keadaan.
Gaji suami Rita relatif cukup untuk keluarganya. Namun, tuntutan keluarga dan pola pengaturan ekonomi yang salah setiap bulan selalu kurang. Hal inilah pemicu kurang harmonisnya keluarga.
Rita selalu mengalah, tidak pernah komplain dengan uang bulanan yang diberikan suaminya. Padahal dia tahu, itu sangat tidak cukup untuk makan sehari-hari dengan 4 anaknya. Hal ini membuat Rita harus banting tulang agar kebutuhan anak-anaknya terpenuhi dan dapur selalu ngebul.
Dampak setelah corona menjadikan usaha Rita mengalami kebangkrutan. Rita memohon pengertian suaminya untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Namun, justru makian dan hinaan yang terlontar.
“Dulu disuruh jadi PNS malah menolak. Sekarang bingung uang. Seandainya kamu jadi PNS, pasti uang lancar. Makanya jangan terlalu boros jadi istri! Keluargaku dulu cari menantu yang PNS, bukan yang kerja tanpa arah,” ucap suami Rita.
“Ya Allah, Pa! Berapa uang gaji yang Papa berikan ke anak-anak? Apa pernah Papa mikir itu cukup atau tidak? Papa bisa lanjut ke Jawa, berapa uang yang sudah saya keluarkan? Saya siap seandainya Papa mau hitung-hitungan,” ucap Rita.
Semakin hari, kelakuan suaminya semakin menjadi. Tidak hanya pada Rita, bahkan ke anak-anaknya. Ketika ditanya, uang gaji selalu habis namun tidak jelas posnya ke mana.
Tak jarang suaminya menyuruh anaknya untuk menikah, dikenalkan dengan teman-temannya untuk dijadikan istri kedua. Demikian parah kondisi suaminya. Diibaratkan, dia mengeksploitasi istri untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Rita selalu berdoa diberikan petunjuk jalan terbaik. Naluri hati Rita sebagai seorang istri sangat kuat bahwa ada kejanggalan dengan suaminya.
Malam hari Rita tidak bisa tidur. Telepon berdering, “Halo, Ibu? Apakah masih bisa membeli getah karet?” Rita menjawab, “Iya, masih.” Setelah mengobrol ke sana ke mari, penelepon menanyakan apakah dia kenal dengan Bapak Ito, orang jalur 10.
“Iya, kenal,” jawab Rita. “Oh, itu adik ipar saya. Tahun lalu menikah dengan adik saya.” Rita pun menanyakan ciri-ciri Bapak Ito yang namanya sama dengan suaminya. Semakin detail bertanya, Rita yakin itulah suaminya.
Kekhawatiran Rita terjawab, suaminya memiliki istri lain tanpa sepengetahuannya. Air mata Rita sudah menganak sungai. Namun, dia harus kuat dan sabar. Karena prioritas utamanya adalah anak-anaknya.
Rita berusaha mendengar langsung penjelasan suaminya. Saat itu suaminya mengakui kesalahannya.
“Maaf, Ma. Papa khilaf. Saat itu pikiran Papa sangat kacau, bingung mau bagaimana. Kebetulan teman kantor Papa selalu kasih support. Akhirnya Papa merasa nyaman dan berkelanjutan. Namun saat kita sedang berduaan, ketahuan orang ronda dan Pak Rt. Lita terpaksa dinikahkan secara siri.”
Nasi sudah menjadi bubur, menyesal sudah tiada guna. Tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula. Dengan persetujuan anaknya, akhirnya Rita memilih berpisah.
Keadaan yang sudah sedemikian parah tidak membuat Rita lebih dekat dengan Tuhannya. Namun sebaliknya, dia berusaha menyembuhkan luka dengan mencari kesenangan yang sama.
Hal ini mempercepat luka hati untuk sembuh namun di hadapan Allah tidak akan ada nilainya. Justru, memicu kehancuran lainnya yang lebih parah.
Satu persatu anak Rita terjerat masalah. Sakit, harus putus sekolah, bahkan ada yang berurusan dengan polisi. Sementara kondisi ekonomi kian terpuruk.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:
“Lepaskanlah segala sesuatu yang bakal menggemukkan hawa nafsu, sebab pintu itu, yang melalui pintu itu kamu diperkenankan masuk, tak dapat dilalui oleh orang yang gemuk hawa nafsunya.”
Kehidupan Rita yang identik dengan egoisme masing-masing, mencari, dan memenuhi kesenangan sesaat yang sejatinya adalah sesuatu yang justru dilarang Allah. Terbukti, bukan kebahagiaan hakiki yang didapat. Justru, kehancuran demi kehancuran yang Allah turunkan.
Jangankan surga, dunia pun sudah terasa seperti neraka. Karena sejatinya dosa adalah racun yang lama kelamaan berpotensi untuk membunuh kerohanian.
Berdoalah agar kita senantiasa mendapatkan kekuatan dalam memerangi hawa nafsu. Karena sejatinya, jihad yang terbesar adalah melawan diri sendiri.
Semoga kita senantiasa dapat selalu membangun keimanan dan ketaqwaan. Sehingga, kita akan tergolong menjadi manusia yang dapat mengendalikan hawa nafsu dan berjalan ke arah kebaikan.
Visits: 108