
DIPANGGIL KE BAITULLAH KARENA SEDEKAH
Jumat beberapa hari yang lalu, ketika tengah menyimak Khutbah Hazrat Khalifah, dering notifikasi HP terdengar. Sepintas terlihat dilayar seseorang yang saya kenal di Facebook mengirim pesan singkat, “Saya mau berbagi pengalaman rohani.”
Karena sedang fokus menyimak Khutbah, saya biarkan pesan itu berlalu. Ketika Khutbah usai, saya pun lanjut beranjak tidur.
Seseorang yang rupanya adalah seorang Lajnah dari Praya, Nusa Tenggara Barat, terus saja mengirimkan pengalaman rohaninya lewat pesan whatsapp. Banyak sekali yang ia tulis. Nama Lajnah tersebut adalah Fifi Shaffiyah.
Usai mengerjakan video tarbiyat, saya penasaran dengan rentetan pesan putus-putus dari ibu Fifi Shaffiyah. Dua hari setelah pesan-pesan itu dikirim, saya mulai membuka chat-nya.
Saya baca dengan teliti rangkaian cerita yang putus-putus itu yang seperti thread di twitter. Hati saya langsung bergetar setelah menyelesaikannya.
Kisah yang ia ceritakan demikian luar biasa. Sebuah pengalaman rohani yang mendorong saya untuk menuliskannya secara utuh. Agar banyak orang memahami bahwa Allah Ta’ala itu maha mengabulkan doa-doa hamba-Nya.
Saya memulai kisahnya, ketika ia tinggal di Denpasar, Bali pada tahun 1985. Saat itu ia duduk di bangku SMP kelas satu. Ia tengah menderita sesak nafas yang hebat sekali. Sampai-sampai keluar kata-kata, “Ya Allah seandainya Engkau berkenan, lebih baik saya menghadapmu sekarang, daripada menahan sakit seperti ini.”
Tiba-tiba ia melihat cahaya terang di pojok plafon. Lalu terdengar suara, “Beneran sudah siap mau pulang sekarang? Kalau iya itu yang jemput sudah siap saya kirim.”
Ia begitu terkejut. Makhluk apa yang tengah berbicara menyeramkan seperti itu, pikirnya. Ia langsung berdiri. Dengan perasaan lemas ia beristighfar berkali-kali sambil bergumam, “Ya Allah, ampunilah aku, ampunilah aku.”
Lalu terdengar lagi suara, “Makanya jangan sembarangan kalau bicara, sekarang banyak perbaiki diri.”
Bu Fifi bercerita, sejak saat itu kesadaran rohaninya meningkat. Ia jadi sering bangun untuk shalat tahajjud dan berdoa merendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan Allah. Memohon keselamatan, kesehatan, kesuksesan dan kemudahan dalam menjalani kehidupan ini.
Hingga, doa-doanya mulai terkabul satu persatu. Ia mulai merasakan bahwa dirinya telah sembuh dari sesak nafas yang ia derita. Di sekolah, ia mulai menjadi siswa berprestasi dengan selalu masuk ranking tiga besar.
Lalu kisahnya berlanjut saat ia telah menyelesaikan kuliahnya dari Fakultas Ekonomi Universitas Mataram. Dengan karunia Allah, ia diterima bekerja di Bank BRI sejak November 1997.
Sebuah dentuman besar dari pengalaman rohaninya bermula dari nasihat sang ibu untuk jangan pernah lupa bersedekah terhadap orang yang sedang membutuhkan.
Ia pun mulai mengamalkan pesan ibunda. Ia mencoba untuk bersedekah sebungkus nasi kepada tukan sapu jalan tiap harinya.
Di suatu malam, ia bermimpi ditunjukkan bahwa kalau mau bersedekah, berikanlah kepada seorang nenek yang biasa lewat depan rumanya. Nenek tersebut ada masalah dengan kakinya.
Dan benar saja. Ada seorang nenek yang biasa lewat depan rumahnya dengan ciri-ciri ada masalah dengan kakinya. Sejak saat itulah ia mulai bersedekah kepada nenek tersebut tiap hari. Kadang berupa uang, kadang berupa nasi siap santap.
Pada musim haji tahun 2018, banyak nasabah BRI yang berangkat naik haji. Dengan cara ini senantiasa terjalin kedekatan antara BRI dengan para nasabahnya.
Saat itu Ibu Fifi masih bekerja sebagai teller di Bank BRI Unit Pengadang. Hari itu ada tiga orang datang dan pamitan kepadanya untuk naik haji.
Setelah mereka pergi, ia pun bergumam sambil memejamkan matanya, “Ya Allah, jika Engkau berkenan, hamba juga mau berangkat naik haji seperti mereka, hamba ingin berhaji dalam kondisi sehat dan kuat, tidak menunggu tua seperti mereka.”
Rupanya, doanya telah menembus arasy Ilahi. Ketika ia membuka matanya, hal mengejutkan terjadi. Detik itu juga Hpnya berdering. Ada telpon masuk dari Kantor Cabang BRI Praya yang memberitahukan bahwa ada faks dari Kanwil BRI Denpasar.
Isi dari faks tersebut membuat perasaan saya bercampur aduk. Antara percaya atau tidak, antara senang juga bingung.
Rupanya, ia terpilih untuk berangkat haji tahun ini.
Supervisornya pun mengatakan, “Kamu baru 10 tahun kerja di BRI kok sudah dapat hadiah naik haji, saya yang sudah puluhan tahun belum dapat-dapat, jangan lupa sujud syukur yah.”
Sembari sujud syukur, iringan doa pun dilantunkan, “Ya Allah, dengan cara apa hamba harus berterimakasih kepada-Mu, karena sudah dipanggil untuk beribadah ke Rumah-Mu.”
Singkat cerita dengan Karunia-Nya Ibu Fifi dapat menunaikan ibadah haji tahun 2018 dengan lancar. Sepulang dari ibadah haji, ia teringat terus kepada nenek itu. Kok belum terlihat lewat di depan rumah?
Ia berkeyakinan pasti karunia naik hajinya sebagian besar karena doa nenek itu. Dan alangkah terkejutnya ia, ketika seseorang memberi tahu bahwa nenek itu sudah berpulang ke Rahmatullah. Ia hanya bisa berdoa semoga sang nenek berada dalam kasih Karunia Allah di alam sana.
Ya Allah hamba juga bersyukur pasti Engkau hadirkan nenek itu dalam hidup saya supaya saya giat bersedekah dan saya yakin bisa di panggil ke Baitullah karena berkah sedekah itu, pungkasnya.
.
.
.
editor: Muhammad Nurdin
Visits: 209