DUA KENIKMATAN YANG SERING DILUPAKAN

Bagaimana rasanya, ketika manusia memiliki harta berlimpah, gelar bersusun di depan dan di belakang namanya, keturunannya menjadi orang-orang berhasil, namun ia tak lagi dapat menikmatinya, tubuh telah terkulai lemah karena suatu penyakit, dimana waktu tak lagi banyak, harta, ilmu dan anak tak bisa membalik keadaaan, karena sang dokter tak lagi mampu menjanjikan kesembuhan. Apa yang bisa diharapkan manusia saat itu?

Kita menemui banyak sekali ayat-ayat di dalam kitab suci Al Quran yang menjelaskan tentang nikmat-nikmat yang telah Allah ta’ala anugrahkan kepada manusia. Diantaranya nikmat iman, kesehatan, harta, waktu, akal fikiran dan banyak lagi jenis nikmat lain yang tidak akan bisa dihitung jumlahnya, bahkan oleh seorang pakar matematika sekalipun.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An Nahl/16:18)

Diantara semua nikmat tersebut, ada dua nikmat yang paling sering kita lupakan. Kita sering menyaksikan, banyak dari antara manusia yang rela menghabiskan seluruh harta bendanya hanya demi kembali menjadi sehat, dimana tubuhnya tak bisa lagi berbuat apa-apa, bahkan beribadahpun tak lagi mampu, karena digerototi satu penyakit. Di sisi lain, banyak pula manusia yang rela menghabiskan waktunya demi pekerjaan, aktivitas dan hiburan hingga membuatnya lalai akan kewajiban kepada Allah ta’ala. Orang yang demikian tidak akan menemukan ketenangan dalam menjalankan ibadah, karena tak bisa memanfaatkan waktu luang/waktu istirahat, untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta.

Karenanya benarlah jika Rasulullah Saw bersabda :

Dua nikmat yang kebanyakan manusia sering melupakannya, yaitu sehat dan istirahat. (HR. Bukhari)

Kesehatan dan waktu luang/istirahat adalah kenikmatan duniawi, keduanya tidak akan menjadi kenikmatan yang sebenarnya, kecuali jika disertai oleh keimanan. Jika Allah ta’ala mengizinkan kedua nikmat ini berkumpul, seharusnya hal itu menjadi keberuntungan bagi manusia karena memiliki lebih banyak kesempatan untuk beribadah dan beramal shaleh.

Namun dalam dua kondisi demikian, kebanyakan manusia masih dikalahkan oleh kemalasan melakukan kataatan, hingga kesempatan meraih keberuntungan itu berkurang bahkan bisa sampai hilang. Dorongan hasrat jiwa manusia untuk selalu menuruti hawa-nafsu yang mengajak kepada keburukan, terlalu ingin bersenang-senang disaat ia sehat dan memiliki waktu luang, membuatnya terlena hingga meninggalkan batas-batasan yang Allah tetapkan, lalai dalam ibadah dan menjauh dari ketaatan kepada-Nya. Maka orang yang ada dalam kedaan demikian adalah orang yang tertipu dan merugi.

Sebagai manusia, kita telah dianugrahi akal dan fikiran yang sempurna, maka sudah sepantasnya kita bersegera dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala saat karunia sehat dan waktu luang itu ada, sebelum datang perkara-perkara yang dapat menghalanginya. Jangan sampai kita menjadi orang yang rugi, karena lalai dan tidak bisa memanfaatkan dua nikmat itu dengan sebaik-baiknya.

Visits: 151

Aisyah Begum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *