
Esensi Habluminallah dan Habluminannas
Banyak orang yang merasa biasa saja saat ia tidak menyegerakan shalat pada saat adzan berkumandang. Namun ia akan bergegas datang tepat waktu saat pimpinan di tempatnya kerja memanggil. Banyak yang menyepelekan hukuman Allah, tapi ia merasa sangat takut akan hukuman sosial dari manusia lain. Contohnya tergambar dalam sebuah ilustrasi percakapan dua anak sekolah ini.
“Kenapa kamu selalu bawain tas dia? Kenapa kamu mau disuruh-suruh dia terus?”
“Karena dia membantu aku bayar SPP. Dia juga suka memberi uang jajan.”
Situasi yang familiar. Mungkin ada yang mengalami sendiri ataupun melihat orang lain melakukannya. Banyak situasi yang membuat seseorang merasa terikat pada orang yang membantunya. Merasa harus terus menuruti keinginan sang penolong, walau menghilangkan kebebasannya sendiri.
Kita semua sejak lahir memiliki hubungan vertikal kepada Allah (Habluminallah) dan hubungan secara horizontal dengan sesama manusia (Habluminannas). Kita memang harus menjalankan keduanya namun jangan keliru menempatkan prioritas. Yang harus kita utamakan adalah ibadah kita pada Allah Ta’ala. Kita tetap menjaga silaturahmi antar sesama namun jangan menyebabkan kesulitan pada orang lain.
Contoh lain yang sering terjadi, saat seorang wanita diundang reuni sekolah, namun suaminya tidak mengizinkan. Ia merasa gelisah karena merasa tidak enak dan khawatir akan omongan teman-temannya. Sesungguhnya dalam situasi tersebut ia harus menaati suaminya tanpa ragu. Walau misalnya yang mengajak reuni adalah teman yang sangat dekat atau teman yang mempunyai jasa besar dalam hidupnya.
Taat pada suami adalah perintah Allah. Hakikatnya seorang suami adalah pemimpin keluarga, ia akan memberikan kebebasan pada anggota keluarganya, namun ia juga akan menetapkan batasan-batasannya. Tindakan si istri harus sesuai prioritas utama, dan pihak lain harus mengerti itu.
Manusia memang wajib berbuat baik pada sesamanya dan adakalanya kitalah yang menjadi pihak yang menerima kebaikan orang lain. Balaslah kebaikan orang lain sewajarnya. Doakan agar Allah memberikan pahala dan kebaikan untuknya. Bukan berarti kita jadi selamanya merasa berhutang budi dan terus memikirkan cara untuk menyenangkan hatinya.
Sebaliknya bila kita menolong orang lain, niatkan hanya untuk mengharapkan ridho Allah dan ikhlas untuk kebaikan orang yang kita tolong. Jangan pernah mengharapkan imbalan dan jangan menyebut-nyebut pemberian. Hindari membuat orang yang kita bantu jadi merasa memiliki beban.
Di situasi lain bila kita menerima sikap yang keras atau bahkan kasar dari seseorang, jangan berkecil hati. Berpikirlah dengan jernih dan tempatkan diri kita pada posisi orang itu. Renungkanlah, apakah memang orang tersebut benar-benar bersikap kasar ataukah perasaan kita yang menyimpulkannya sendiri? Contohnya seorang guru yang bersikap keras karena ingin muridnya lebih giat belajar. Atau seorang pimpinan yang bersikap sangat tegas karena ingin pegawainya lebih berpikir kreatif.
Janganlah terlalu mengikuti pikiran yang negatif, lihatlah apakah ada kebaikan dalam situasi tersebut. Dengan bijak Imam Syafi’i pun menyampaikan, “Berapa banyak orang yang telah berbuat kebajikan kepadamu yang membuatmu terbelenggu dengannya, dan berapa banyak orang yang memperlakukanmu dengan kasar dan ia memberikan kebebasan kepadamu.”
Kunci dari semuanya adalah lakukan segala hal dengan niat ibadah dan tetap mengutamakan Allah. Kita juga harus selalu berpikir positif dan berhati-hati dalam membuat keputusan. Setiap manusia memiliki hak asasi. Memiliki kebebasan dalam bertindak namun harus tahu batas sesuai peran masing-masing di dunia ini. Tak ada yang boleh merasa dirinya lebih dari orang lain, karena semua manusia memiliki tujuan penciptaan yang sama.
Semua manusia dilahirkan ke dunia ini untuk beribadah. Perintah yang diberikan Allah merata untuk semua makhluk-Nya tanpa melihat status sosialnya di dunia. Simaklah firman Allah dalam Surat Al Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Visits: 751