Keberkahan Dibalik Sepiring Nasi
Kisah ini terjadi saat saya dan suami bertugas di Tangerang Selatan, tepatnya di cabang Perigi. Rumah anggota berdekatan satu sama lain. Waktu itu, saya sedang mengandung anak pertama, tepatnya ketika usia kandungan saya memasuki 7 bulan.
Pada kehamilan pertama ini, saya mengalami “morning sikness” yang tergolong akut. Selalu sakit-sakitan sehingga harus bolak-balik ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan dan perkembangan janin. Tentu karena seringnya ke rumah sakit berdampak pada pengeluaran keuangan.
Sampai suatu waktu. Saya terpaksa menunda pemeriksaan kesehatan ke rumah sakit dikarenakan tidak ada dana lagi yang kami pegang. Bahkan saat itu, gula untuk minum teh pun habis. Bahan makanan di dapur tinggal sedikit, beras pun sudah hampir habis.
Hari makin senja, rasa lapar pun menyerang. Dengan langkah kaki yang gontai, saya menuju dapur dan mengambil sedikit beras untuk di masak malam ini. Dengan penuh nikmat dan berucap syukur kami menyantap nasi itu dengan lauk yang disiram air putih hangat untuk mengganjal perut yang kosong.
Tersisa sedikit nasi dan saya diamkan dalam rice cooker supaya tetap hangat dan awet sampai besok.
Keesokan harinya, ketika tiba shalat zuhur. Seperti biasa suami bersiap-siap untuk menjadi imam shalat di masjid. Selesai shalat, tanpa sengaja saya melihat dari balik jendela, suami sedang berbincang ringan dengan seorang kakek tua yang terlihat agak lusuh.
Ia tampak kelelahan. Sepertinya ia baru sampai dari sebuah perjalanan yang jauh. Sang kakek masih beristirahat di teras masjid, suami pulang ke rumah dan memberitahukan bahwa ada tamu di masjid.
Suami langsung mengajak saya ke dapur dan meminta saya menghidangkan makan siang untuk tamu kami ini. Saya pun kaget bercampur bingung. “Apa yang mau kita hidangkan, sedang kita saja tidak punya apa-apa di dapur,” ujar saya dengan nada sedih.
Suami menyuruh untuk segera menyiapkan makanan sembari menghibur, “Tenang saja, insyaAllah tidak lama lagi pertolongan Allah akan datang.”
“Nasi memang ada lalu untuk lauk pauknya apa yang harus kita sajikan?” kembali saya bertanya karena kebingungan.
“Coba keluarlah sebentar siapa tahu ada sayuran yang bisa dimasak,” lantas suami pun kembali ke masjid menemui tamu tersebut.
Ditengah kebingungan itu, saya berusaha untuk tetap tenang. Saya turuti permintaan suami untuk keluar sambil melihat sekeliling rumah barangkali ada sesuatu yang bisa dimasak. Alhamdulillah, ternyata masih ada dan sudah tumbuh beberapa batang bayam liar.
Saya pun mulai memetiki bayam-bayam tersebut lalu bergegas pulang sambil menahan perut yang sudah makin membesar.
Sesampainya di rumah. Saya segera memasak bayam liar tersebut dengan cara di tumis dan dibuat sayur bening. Tak lupa airnya dibanyakin. Lalu saya bagi dua nasi tersebut menjadi dua piring. Satu untuk tamu, satunya lagi untuk suami.
Dengan langkah gemetar sambil membaca bismillah, saya pun menyajikan makanan tersebut untuk tamu kami. Saya terus berdoa, semoga tamu kami ini puas dengan hidangan yang ala kadarnya ini, sembari mengharap keridhaan Allah Ta’ala.
Dari balik dapur. Saya melihat sang kakek tersenyum lebar. Dan menyantap makanan yang disajikan dengan lahapnya. Dalam hati saya berkata, “Alhamdulillah betapa bahagianya melihat tamu kami makan walau hanya itu saja hidangan yang dapat saya sajikan.”
Selesai makan, sang kakek pamit untuk melanjutkan perjalanannya. Tanpa diduga, suami menyisahkan setenagh nasi di piringnya untuk saya makan. Dengan tersenyum saya menyantapkan. Bersyukur masih bisa makan hari ini, dan masih bisa menjamu tamu meski ala kadarnya.
Setelah maghrib. Perut saya makin terasa lapar. Ingin rasanya minum secangkir teh, tapi teh dan gulanya pun tak ada. Suami saya menghibur, “Sabar yah. insyaAllah pertolongan Allah Ta’ala akan datang.”
Tak lama kemudian. Adalah salah seorang anggota mengajak saya untuk ikut dalam acara Ta’lim di kediaman salah seorang anggota yang tak jauh dari tempat kami tinggal. Suami pun mengantar saya kesana.
Seperti biasa, acara Ta’lim diisi dengan kegiatan melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dan dilanjut dengan Latihan hapalan doa-doa.
Selesai acara, pemilik rumah menyediakan makan malam untuk ibu-ibu yang hadir. Betapa bersyukurnya saya dalam setiap kunyahannya. Benar saja perkataan suami, pertolongan Allah Ta’ala datang. Bahkan, saya dibungkuskan makanan untuk dibawa pulang.
Saya diantar pulang oleh salah seorang anggota. Di perjalanan sesekali saya melihat warung di pinggir jalan. Ingin sekali membeli gula dan teh karena memang kebiasaan saya suka minum teh. Namun tiga hari ini saya tidak melakukannya.
Sesampainya di rumah. Betapa gembiranya suami saat melihat ada makanan yang saya bawa dari rumah anggota. Ia makan begitu lahapnya. Hanya untaian syukur yang bisa kami sampaikan kepada-Nya malam ini.
Ketika hendak istirahat karena sudah malam. Tiba-tiba terdengar suaru orang mengetuk pintu rumah kami. Suami membuka pintu dan ternyata ibu Ketua LI yang datang dengan membawa bingkisan berwarna merah yang lumayan besar.
Ia bergegas pulang hari hari sudah larut. Suami lantas memberikan bingkisan tersebut kepada saya. Saya langsung membukanya dan alhamdulillah, isinya adalah sembako lengkap. Ada beras, gula, teh, minyak , mie instan, susu, tepung dan berbagai keperluan dapur lainnya.
Sontak. Hati ini ingin menangis karena demikian terharunya. Dengan penuh rasa syukur kepada-Nya, saya pun bisa minum teh lagi.
Keesokan harinya, karunia Allah Ta’ala datang bertubi-tubi. Seperti air yang mengalir dengan derasnya. Sampai-sampai air mata tidak berhenti keluar saking terharunya.
Saya benar-benar merasakan bahwa selama dua atau tiga hari saya dan suami menahan lapar dan kekurangan, tapi dengan cara-Nya yang unik, Allah Ta’ala justru makin menguji dengan mendatangkan sosok kakek tua di tengah kesulitan yang kami hadapi.
Dan ketika kami menghadapi ujian tersebut dengan penuh kesabaran dan keyakinan akan pertolongan Allah Ta’ala. Alih-alih mengeluarkan keluh-kesah, kita seyogianya makin mendekatkan diri kepada-Nya, memohon belas kasih-Nya sampai tahap seolah-olah tidak ada lagi jalan selain mendapatkan pertolongan-Nya.
Dan lihatlah, Dia pasti akan membukakan pintu-pintu pertolongan dan kemudahan rezeki dari tempat yang kita tak pernah sangka-sangka.
.
.
.
Penulis: Salima Sosan
Editor: Muhammad Nurdin
Visits: 1241
Masya Allah
MasyaAllah,kisah yang luar biasa
Hanya disini hal yang dialami hz. Fatimah r.a. terulang lagi. Mubarak, nikmat terbesar sudah merasakan kelezatan merasakan dekatnya Allah swt.
Subhanallah