KEKELIRUAN SOAL MUSTAHIQ ZAKAT FITRAH

Ulama biasa menyandarkan diri terkait soal mustahiq zakat, mau itu zakat mal atau zakat fitrah, pada Surah At-Taubah ayat 60. Dimana Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya sedekah-sedekah itu, adalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, petugas-petugas dalam urusan itu, muallaf, hamba sahaya, mereka yang terlilit hutang, para mujahid di jalan Allah, dan musafir…”

Amanat Quran Karim ini telah menetapkan “sedekah-sedekah” sebagai solusi jangka panjang untuk ke-delapan kondisi dalam ayat di atas. Seolah-olah, tidak ada cara lain untuk menyelesaikan berbagai masalah “keuangan umat” selain menegakkan nizam atau sistem sedekah.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah zakat fitrah masuk ke dalam definisi “sedekah” dalam ayat di atas?

Kalau melihat peruntukan sedekah yang ditujukan kepada delapan jenis keadaan umat, maka perlu sejumlah dana yang demikian besar untuk menjangkau semuanya.

Nizam sedekah ini adalah sebuah sistem “baitul mal” jangka panjang, yang dikelola oleh mereka yang diberi amanat. Bukan suatu nizam yang dibentuk dadakan dan dibubarkan juga secara dadakan. Nizam ini menuntut sebuah gerakan yang berkelanjutan, karena masalah umat akan selalu ada setiap saat.

Coba bayangkan berapa dana yang diperlukan untuk membantu fakir-miskin yang jumlahnya selalu ada di setiap zaman?

Berapa dana yang diperlukan untuk membiayai mereka yang bekerja mengatur sistem keuangan ini?

Berapa dana yang harus dikeluarkan untuk para muallaf atau mubayyin baru yang membutuhkan bantuan, juga para hamba sahaya untuk menebus kemerdekaannya?

Belum lagi mereka yang terlilit hutang? Juga mereka yang berjuang di jalan Allah untuk mensukseskan syiar dan dakwah agama?

Bisa dibayangkan bukan, berapa dana yang diperlukan untuk memenuhi amanat dari ayat di atas melalui nizam sedekah?

Jadi, memasukkan zakat fitrah dalam salah satu definisi sedekah dalam ayat ini sangat tidak pas. Karena fitrah dikumpulkan hanya setahun sekali. Dan besarannya pun amat kecil. Hanya 2,75 kilogram beras.

Zakat fitrah tetap masuk dalam kategori sedekah, tapi bukan dalam definisi sedekah dalam ayat di atas. Sehingga peruntukannya pun berbeda dengan ayat di atas.

Zakat fitrah diperuntukan untuk para fakir-miskin atau mereka yang benar-benar membutuhkan. Tujuan agungnya adalah untuk mengikut-sertakan mereka dalam kebahagiaan hari Id.

Makanya, sangat mengherankan jika para petugas pengumpul zakat (amil zakat), para pelajar, janda-janda, dan anak-anak yatim yang mereka semua sebenarnya dalam kategori berkecukupan, malah menerima santunan zakat fitrah.

Lain cerita kalau mereka juga termasuk dalam kategori fakir-miskin, maka ke-mustahiq-an mereka diukur dari kefakiran atau kemiskinan mereka, bukan status mereka.

Kekeliruan ini bisa berdampak sistemik membuat lahirnya orang-orang dengan mental “pengennya disantunin”. Padahal, tak sedikit di antara mereka yang hidup berkecukupan.

Jadi tak heran, jika masih ditemukan mereka yang benar-benar susah dan menderita tapi luput dari santunan kita.

Oleh karena itu, dalam setiap hukum dan perintah, kita harus proporsional. Harus sesuai pada tempatnya.

.

.

.

editor: Muhammad Nurdin

Hits: 49

Saifullah Mubarak Ahmad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories