Kenangan Pertama dan Terakhir Bersama Bapak Amir Nasional

Hampir sebulan kepergian beliau menghadapi Ilahi Robbi—semoga beliau berada di surga terindah—namun kesedihan dan duka sepertinya tidak pernah habis. Ini terjadi ketika melihat tayangan ulang di MTA dalam pengkhidmatan beliau mendampingi Hudhur ke-IV r.h. tercinta. 

Dengan gagahnya penuh wibawa dan cerdas, beliau mendampingi Hudhur ke-IV r.h. tercinta dalam acara seminar Internasional di Jogja di kampus UGM. Tampak dalam layar begitu mudahnya beliau menerjemahkan pertanyaan dari para peserta seminar dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Urdu. 

Begitu sebaliknya beliau menerjemahkan jawaban Hudhur dari bahasa Urdu ke dalam bahasa Indonesia buat para penanya. Rasa kagum dan bangga akan kenangan beliau, sehingga tidak terasa air mata ini terus mengalir deras.

Ada suatu kenangan Penulis bersama beliau, untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Tepatnya tanggal 25 Januari 2022, beliau berkunjung ke Manislor ditemani Ibu (istri). Beliau bermaksud meninjau dan berdoa di dua proyek pembangunan di Manislor yaitu; pembangunan/renovasi masjid Al-Barokah dan pembangunan gedung madrasah Fadhal Umar yang pelaksanaannya baru ada fondasi. 

Karena kunjungan beliau mendadak dan pemberitahuannya setelah beliau sudah dalam perjalanan dekat ke Manislor, maka ketika beliau sampai di Manislor baru ada Bapak Sek. Dhiafat, Bapak Ketua Halqo An-Nur dan Penulis sebagai Ketua LI. Setelah kami menyambut kehadiran beliau beserta ibu, Bapak Sek. Dhiafat dan Bapak Ketua Halqo melanjutkan menyiapkan sajian dan keperluan untuk menginap beliau dan ibu. 

Penulis mendapat karunia menemani beliau dan Ibu, agak gemetar juga karena baru seumur-umur menemani beliau dan Ibu ngobrol di ruang tamu. Setelah ngobrol agak lama, perasaan grogi dan canggung di hati Penulis pelan-pelan hilang. 

Obrolan yang masih teringat, beliau bercanda pada Penulis, “Ibu siap-siap kalau punya anak di Jamiah lulusan Shahid akan berpisah jauh, lho. Tugasnya untuk keluar negeri. Ibu rela?” Beliau bertanya sambil tertawa. Penulis menjawab, “Ya, insya Allah. Karena sudah waqaf, (saya) harus ikhlas, Pak”, jawab Penulis. Beliau kemudian berkata lagi, “Baguslah harus begitu, Bu. Doakan dalam pengkhidmatannya nanti. Saya pun tugas lama di luar negeri.” 

Kala itu Penulis begitu ingin tahu—walau mungkin terdengar agak lancang, —sehingga bertanya, “Bapak lama di luar negeri, bagaimana bisa bertemu dengan Ibu (istri)?” Alhamdulillah beliau menyambut pertanyaan Penulis dengan tawa, “Nantilah cerita. Tanya sama Ibu, temani ngobrol.” 

Itulah karunia, kenangan terindah juga pengalaman pertama Penulis bisa mengobrol dan bercanda akrab dengan Bapak Amir Nasional dan Ibu. Selama ini bila beliau berkunjung, hanya kaum bapak yang menemani karena Ibu tidak ikut serta. 

Doa terdalam dari kami semoga almarhum Bapak Amir Nasional ditempatkan di surga keridhoan-Nya, sebagai ganjaran atas segala amal kebaikan yang sudah ditanam di dunia ini. Dan untuk Ibu dan keluarga semoga senantiasa dikaruniai kesehatan dan kekuatan. Aamiin ya Robbal Aalamiin.

.

.

Editor: Lisa Aviatun Nahar

Visits: 610

Uminah Dimyati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *