
Kenikmatan Berkorban Harta di Saat Kekurangan
Sebagai anggota Jemaat Ahmadiyah, kami diajarkan untuk senantiasa berkorban demi agama dalam bentuk apapun yang kami punya: harta, jiwa, tenaga, pikiran, juga anak keturunan dikorbankan untuk menjadi pengkhidmat agama di masa depan. Setiap bulan, pengorbanan harta akan dianjurkan dengan besaran sesuai kemampuan. Tidak ada paksaan karena pada akhirnya manfaat pengorbanan ini akan kembali kepada diri kami sendiri yang merasakannya.
Ada satu masa di mana saya dan keluarga sedang dalam keadaan ekonomi yang tidak baik-baik saja. Saat itu saya dan anak-anak memutuskan untuk tinggal ikut suami ke luar kota. Karena saya saat itu menjabat sebagai pengurus, jarak cabang asal yang jauh tak menyurutkan semangat saya untuk tetap bertanggung jawab sebagai pengurus. Satu bulan sekali saya ke cabang saya untuk melaksanakan Muawanah dan rapat.
Di suatu waktu, ada temannya suami menawarkan bantuan. Ceritanya dia ingin membantu kami membuatkan rumah dan si teman ini meminta uang DP terlebih dahulu. Sesungguhnya, saya pun ada keraguan di dalam hati. Seolah hati saya berbicara bahwa sepertinya saya akan kena tipu. Tapi karena begitu inginnya punya rumah, saya mengabaikan kata hati saya. Kemudian saya memutuskan pulang dulu ke cabang karena ada rapat pemilihan Ketua LI. Teman suami ini juga ikut ke kampung kami untuk ukur-ukur.
Di sinilah kami memberikan uang DP yang jumlahnya lumayan besar ke si teman. Walau dalam hati saya tetap ada penolakan, saya mengabaikannya. Kami begitu ingin punya rumah sampai sawah kami gadaikan untuk uang DP dan uang membangun rumah yang rencananya kami cicil. Dia pun menjanjikan dalam seminggu akan kembali sambil membawa bahan bangunan.
Singkat cerita, dalam pemilihan Ketua LI tersebut saya terpilih sebagai ketua. Karena saya memutuskan ingin fokus menjalakan tugas-tugas saya sebagai Ketua LI, saya tidak ikut lagi dengan suami untuk tinggal di luar kota. Saya menunggu-nunggu tapi tidak ada kabar kunjung datang mengenai pembangunan rumah yang sudah dijanjikan. Dua minggu, tiga minggu, minggu-minggu terus berlalu tanpa kabar. Kemudian saya memutuskan untuk shalat istikharah, memohon petunjuk Allah. Dalam mimpi saya melihat suasana begitu gelap, di situ saya tahu bahwa sepertinya saya sudah kena tipu.
Selang 3 Minggu kemudian ada telpon dari suami. Beliau mengatakan bahwa beliau tidak bekerja karena terkena PHK. Temannya pun tak ada kabar. Lengkap sudah, sudah tertipu, suami kehilangan pekerjaan pula. Dengan perasaan sedih dan juga berat hati, kami memutuskan untuk kembali dan tinggal lagi di kampung. Kami menumpang dulu di rumah orang tua saya. Dengan sisa-sisa tabungan yang ada, saya memulai kehidupan baru dengan berjualan di kampung. Yang penting minimal kami bisa makan dan anak-anak bisa jajan, saya pun bisa tetap berkorban bayar candah, dan lain lain.
Cukup lama saya merasakan rutinitas menjadi seseorang yang serba kekurangan. Terkadang saya mengambil dulu bahan-bahan untuk jualan di keponakan. Saya tidak mau menyerah dengan keadaan, saya terus berjuang membuat variasi-variasi makanan untuk dijual, sampai saya hanya punya waktu sebentar tidur demi kelangsungan hidup keluarga. Suami tidak bisa banyak membantu karena dia sebagai orang kota tidak terbiasa dengan jenis pekerjaan di kampung.
Namun, di sinilah terasa nikmatnya berkorban harta di saat harus mengumpulkan uang yang hanya sedikit tapi harus memilih berkorban atau tidak. Tapi bagi saya, tidak ada istilah tidak bayar pengorbanan, karena saya mempunyai cara yang unik. Setiap dapat laba saya simpan untuk pengorbanan. walaupun saya butuh uang untuk makan, uang untuk candah itu tidak saya ambil. Lebih baik pinjam uang dulu untuk makan daripada harus mengganggu uang untuk candah. Pinjam uang untuk makan juga tidak lama, paling nanti dibayar dari laba jualan berikutnya.
Dalam setiap kegiatan yang diadakan Jemaat, saya tidak pernah tidak ikut, saya pasti berangkat walau biaya perjalanannya lumayan. Tapi saya merasakan kenikmatan yang luar biasa. Saya seperti tidak punya beban walaupun serba kekurangan, karena saya bisa menjalankan kewajiban. Saya memutuskan untuk tinggal di kampung karena ingin fokus menjadi pengurus namun ujiannya berat, ditipu orang dan suami kehilangan pekerjaan.
Orangtua dan saudara yang justru merasa sedih melihat keadaan saya. Mereka tahu bagaimana keadaan ekonomi saya dulu. Tapi saya selalu tegar menjalaninya. Hingga kemudian saya terkena sakit dan berat badan turun, kurus saja, namun saya tetap berjuang tampa mengenal lelah. Dan saya mengikhlaskan segala yang telah terjadi.
Suatu hari saya mencari pinjaman agar suami bisa melamar pekerjaan kepada adik saya yang bekerja di luar kota. Alhamdulillah adik saya mendapatkan pinjaman dari seorang hamba Allah. Saya mengatakan saya akan mencicil pinjaman itu dan diiyakan oleh adik saya. Namun, selang seminggu kemudian, adik saya mengatakan pinjaman itu tidak usah diganti. Uang itu telah diikhlaskan untuk saya dan keluarga. Saya sungguh berterima kasih kepada hamba Allah yang telah membantu. Semoga Allah membalas semua kebaikannya. Aamiin Allaahumma Aamiin.
Alhamdulillah, inilah penghiburan Allah Ta’ala atas ujian yang kami terima. Setelah ditipu orang, kami pun mendapat rejeki dari pintu yang tak kami sangka-sangka. Itulah cara Allah memberikan rezeki lewat tangan seseorang. Kami semakin percaya untuk tidak pernah perhitungan dengan Allah. Allah SWT Maha Pengasih Maha Penyayang. Setiap cucuran keringat yang dipersembahkan untuk kepentingan agama maka Allah akan membalasnya. Setiap harta yang dikorbankan di jalan Allah akan menyelamatkan bukan hanya di akherat tapi juga di dunia pun akan terasa.
Inilah kenikmatan yang saya rasakan. Kenikmatan yang paling indah adalah di saat tak berdaya masih mampu berkorban untuk kepentingan agama. Semoga kita semua menjadi manusia yang selalu menanamkan ruh pengorbanan pada diri kita karena setiap perbuatan baik akan membawa kebaikan bukan untuk orang lain tapi untuk kita sendiri.
Views: 135