KETIKA MANUSIA MENYIMPAN DENDAM

Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri, sehingga mau tak mau harus berinteraksi dengan orang lain dan saling membantu serta terikat satu sama lain. Pada dasarnya setiap manusia memiliki watak yang berbeda-beda yang terkadang bisa menyebabkan kesalahpahaman atau perselisihan. Kesalahpahaman tersebut bahkan bisa sampai berlarut-larut dan menimbulkan dendam.

Sifat pendendam jika dipelihara akan sangat berpengaruh bagi jalannya kehidupan seseorang. Ibarat buah apel segar yang dibiarkan atau disimpan berhari-hari, lama kelamaan buah tersebut akan membusuk dan tak layak lagi untuk dimakan. Begitu pula hati yang menyimpan dendam, jika dibiarkan berlama-lama maka hati akan membusuk dan kebusukannya pun menyebar ke seluruh tubuh. 

Dalam salah satu Hadits Rasulullah SAW dijabarkan dengan jelas bahwa hati memiliki peran penting bagi jalannya anggota tubuh. Jika hati baik, maka baik pula seluruh jasad. Namun jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Baik atau buruknya jasad tergantung pada hatinya. Sehingga sangat masuk akal ketika hati menyimpan kebencian atau dendam, maka secara otomatis anggota tubuh akan mengalami hambatan dalam berbuat kebaikan.

Contoh kecilnya adalah ketika kita menyimpan dendam pada seseorang, tentu saja kita ingin menghindar dan sebisa mungkin tak ingin bertemu dengan orang tersebut. Namun sebagai makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan sesama, mau tak mau kita akan dipertemukan dalam suatu majlis atau kegiatan. Niat awal yang baik berubah menjadi buruk karena dendam. 

Orang yang awalnya hendak beribadah di masjid tiba-tiba hilang kekhusukannya karena membenci seseorang. Pikiran diselimuti berbagai prasangka negatif dan pada akhirnya menjerumuskan kita dalam keburukan. Singkatnya, sifat dendam justru menguras tenaga dan pikiran pada hal yang sia-sia dan menimbulkan kerugian yang besar.

Hz. Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Segeralah berdamai antara satu sama lain dan maafkanlah kesalahan-kesalahan saudaramu. Sebab, jahatlah orang yang tidak sudi berdamai dengan saudaranya. Ia akan diputuskan perhubungannya, sebab ia menanam benih perpecahan.”

Tak dapat dipungkiri bahwa memaafkan perlu kelapangan dan kerendahan hati. Melawan ego dan harga diri yang selama ini kita junjung tinggi. Namun jika dibandingkan dengan perpecahan-perpecahan yang akan timbul akibat memelihara dendam, tentu pilihan berdamai akan sangat jauh lebih baik. 

Kekuatan agama Islam itu terletak pada persaudaraan yang ideal, yang mengatasi segala hambatan kelas, warna kulit, dan iklim. Berbahagialah orang-orang yang saling memaafkan, karena dengan saling memaafkan kita menyelamatkan diri dan orang lain dari lingkaran setan yang dinamakan perpecahan.

Visits: 509

Mumtazah Akhtar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *