Memaafkan Karena Allah Swt.
Segala amalan Hadhrat Rasulullah saw. adalah amalan yang derajatnya tertinggi dan sempurna hingga akhir zaman. Karenanya, sampai kapan pun, teladan dari beliau saw. akan selalu cocok dan sesuai untuk diikuti. Contohnya, salah satu kisah yang disampaikan dalam HR. Muslim berikut ini.
Suatu saat, seorang wanita Yahudi mencari tahu bagian daging mana yang disukai Hadhrat Rasulullah saw. Setelah dia tahu bahwa bahu anak domba atau kambing yang digemari Hadhrat Rasulullah saw., dia menyembelih kambing dan memanggang dagingnya. Kemudian, ia melumuri daging tersebut dengan racun yang sangat mematikan, terutama di bagian bahu.
Setelah daging terpanggang sempurna, ia membawa makanan tersebut dan menunggu kedatangan Hadhrat Rasulullah saw. di dekat tenda perkemahan beliau saw.
Begitu Hadhrat Rasulullah saw. tiba setelah shalat berjamaah dan menanyakan apa yang bisa beliau saw. bantu untuknya, si wanita Yahudi menyodorkan daging panggang tersebut kepada beliau saw. Hadhrat Rasulullah saw. meminta seorang sahabat menerimanya dan membawa daging itu masuk ke tenda.
Di dalam kemah, Hadhrat Rasulullah saw. mengambil sekerat daging panggang tersebut, juga seorang sahabat bernama Bisyr ibn al Bara’ ibn al Ma’rur. Para sahabat yang juga hadir pada waktu itu telah mengulurkan tangan untuk memakan daging tersebut. Namun, Hadhrat Rasulullah saw. mencegahnya. Beliau saw. berkata bahwa daging tersebut diracuni.
Ternyata, Bisyr pun menyatakan hal yang sama. Ia hendak membuang daging tersebut tapi takut menyinggung perasaan Rasulullah saw. “Melihat Anda mengambil sekerat,” katanya, “aku pun mengambil sekerat, tetapi segera berharap Anda tidak mengambilnya.”
Tak lama kemudian Bisyr jatuh sakit dan menurut beberapa riwayat, meninggal seketika. Menurut riwayat lain ia meninggal sesudah menderita sakit beberapa lama. Hadhrat Rasulullah saw. kemudian memanggil wanita Yahudi itu dan bertanya apakah ia telah meracuni daging itu.
Wanita Yahudi itu keheranan dan bertanya bagaimana Hadhrat Rasulullah saw. mengetahui hal itu. “Tanganku mengatakan itu kepadaku.” Artinya, beliau dapat mengetahuinya ketika beliau saw. meraba daging tersebut. Wanita Yahudi itu pun mengakui perbuatannya. Hadhrat Rasulullah saw. pun bertanya, “Mengapa kau melakukan demikian?”
Si wanita Yahudi menjawab, “Kaumku sedang berperang dengan Anda dan keluargaku gugur dalam pertempuran ini. Aku mengambil keputusan meracun Anda dengan kepercayaan bahwa jika Anda seorang tukang tipu, Anda akan mati dan kami akan aman dan damai, tetapi jika Anda benar seorang nabi, Tuhan akan memelihara Anda.”
Mendengar keterangan itu, Hadhrat Rasulullah saw. pun memaafkan wanita itu, walaupun ia sebenarnya layak mendapat hukuman mati. Masya Allah!
Hal ini membuktikan riwayat sebuah hadits yang disampaikan oleh Aisyah r.a. Beliau r.a. berkata, “Nabi saw. tidak pernah disuruh memilih antara dua hal kecuali beliau pasti memilih hal yang lebih mudah (ringan) selama bukan perbuatan dosa. Jika hal tersebut adalah perbuatan dosa, maka beliau saw. adalah orang yang paling jauh darinya. Rasulullah saw. tidak pernah membalas untuk dirinya sendiri dalam suatu perkara, kecuali jika aturan yang ditetapkan Allah Swt. telah dilanggar, maka beliau membalas (menghukum) karena Allah Swt.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Apa yang dilakukan oleh wanita Yahudi tersebut sesungguhnya sudah di luar batas, ia hendak membunuh seorang nabi yang merupakan nabi yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya. Namun, sebesar apa pun kesalahan seseorang, apabila ia menunjukkan penyesalan dan akan memperbaiki diri, maka Hadhrat Rasulullah saw. akan senantiasa memaafkan dan tak menjatuhkan hukuman.
Walaupun beliau saw. memiliki wewenang untuk menghukum, Hadhrat Rasulullah saw. hanya akan menghukum bila dikhawatirkan bahwa yang berdosa itu tidak jera melakukan kejahatan. Beliau saw. menghukum, lagi-lagi, hanya karena Allah Swt., bukan karena keegoisan diri, sekalipun kesalahan yang diperbuat mencelakakan atau bahkan hendak membunuh dirinya.
Teladan memaafkan yang diperlihatkan Hadhrat Rasulullah saw., sekalipun rasanya sulit untuk diikuti, namun bukan berarti mustahil untuk dilakukan. Sekali lagi, Hadhrat Rasulullah saw. hanyalah manusia biasa,
yang menunjukkan bahwa teladannya selalu bisa diikuti dan dilakukan, walau tak sesempurna yang dilakukan beliau saw.
Visits: 79