Memaknai Hidup dengan Berlomba-lomba Berbuat Kebaikan

Salah seorang sahabat Rasulullah saw. bernama Hadhrat Usman bin Affan r.a. Beliau adalah khalifah ke-3 atau pemimpin umat Islam setelah sepeninggal Rasulullah saw. dan merupakan khalifah yang memiliki jabatan terlama dari tahun 644 hingga tahun 656 Masehi.

Hadhrat Usman bin Affan r.a. terlahir dari keluarga yang cukup berada, namun hal itu tidak membuat beliau menjadi orang yang sombong dan angkuh. Beliau dikenal memiliki kepribadian yang lembut dan suka menolong.

Sahabat Nabi yang satu ini merupakan seorang pedagang kaya raya dan dermawan. Hadhrat Usman r.a. seringkali membantu banyak orang di sekitar yang sedang membutuhkan semasa hidupnya, dari masih menjadi pendamping Rasulullah saw. hingga menjabat sebagai Khalifah. Beliau pun sering mengeluarkan kata-kata bijak yang dapat memotivasi banyak orang.

Sebelum diangkat menjadi khalifah, beliau r.a. sudah menampakkan sifat-sifat mulia yaitu sangat taat kepada Allah Swt. dan menyayangi Rasulullah saw. Hampir setiap malam beliau gunakan untuk shalat tahajud, berzikir, dan membaca Al-Qur’an.

Beliau juga sangat gemar melakukan amal Sholeh untuk kemaslahatan umat. Begitu bermakna kehidupan yang dijalaninya semata-mata demi meraih keridhoan Allah Ta’ala.

Pada intinya, arti hidup dalam Islam adalah ibadah. Keberadaan kita di dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.
Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat,puasa,zakat dan naik haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita.

Seperti firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Dzariyat, ayat 57, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”

Kandungan tafsir dari surat Al-Dzariyat di atas adalah:
Arti yang utama untuk kata ibadah adalah menundukkan diri sendiri kepada disiplin kerohanian yang ketat, lalu bekerja dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada sampai sepenuh jangkauannya; sepenuhnya selaras dengan perintah-perintah Illahi agar menerima materai pengesahan Tuhan. Dan dengan cara mampu mencampurkan dan menjelmakan sifat-sifat Tuhan dalam diri sendiri sebagaimana tersebut dalam ayat ini. (Tafsir Al-Qur’an terbitan Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia)

Itulah maksud dan tujuan agung serta mulia dari penciptaan manusia dan itulah makna dari ibadah. Maka untuk menanamkan makna hidup yang benar kita perlu merujuk kepada rujukan yang dijamin kebenarannya, yang tiada lain adalah Al-Qur’an, yang merupakan firman Allah yang dapat menghidupkan kerohanian semua manusia.

Tentu hanya Allah Swt. yang paling mengetahui hidup kita, termasuk makna hidup. Setelah kita dapat memahami makna hidup, maka langkah selanjutnya ialah menyelaraskan hidup dengan makna hidup tersebut. Inilah yang akan menjadikan hidup kita lebih bermakna dan mencapai keberhasilan dalam memaknai kehidupan.

Mengenai menetapkan tujuan hidup ini, Hadhrat Usman bin Affan r.a. pun menyampaikan, “Buatlah tujuan hidup, kemudian gunakan segenap kekuatan untuk mencapainya, kamu pasti berhasil.” Lalu apa saja yang dapat dilakukan oleh manusia untuk menyelaraskan hidup dengan makna hidup sesungguhnya?

Jika hidup adalah ibadah, maka pastikan semua aktivitas kita adalah ibadah. Caranya ialah selalu meniatkan segala aktivitas kita untuk ibadah serta memperbaharuinya setiap saat, karena bisa berubah. Lalu pastikan apa yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan dan tidak dilarang oleh syariat Islam.

Jika hidup ini adalah ujian, maka tidak ada cara lain selain menyelaraskan hidup dan menjalaninya dengan penuh kesabaran. Dan jika kehidupan akhirat itu lebih baik, maka kita harus memprioritaskan kehidupan akhirat. Bukan berarti meninggalkan dunia tetapi menjadikan dunia sebagai bekal menuju akhirat.

Untuk itu marilah kita maknai hidup kita di dunia ini dengan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan yang dapat bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun bermanfaat bagi orang lain, dengan niat hanya semata-mata untuk meraih ridho dari Allah Ta’ala.

Karena Rasulullah saw. pun telah bersabda di dalam sebuah hadits, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia.” (HR.Ahmad).

Adapun kalau kita ingin bermanfaat maka kita harus memiliki sesuatu yang dapat bermanfaat serta memberikan sesuatu itu kepada orang lain. Karena keberadaan manusia sebetulnya ditentukan oleh kebermanfaatannya pada yang lain. Setiap perbuatan yang dilakukan, maka balasannya juga akan kembali. Begitu juga jika kita memberi manfaat kepada orang lain , maka manfaatnya akan kembali pada diri kita sendiri.

Karena dikatakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Thabrani, Rosululloh.Saw bersabda bahwa ” Manusia yang memberi manfaat sama seperti melakukan kebaikan yang sangat besar pahalanya “.(H.R.Thabrani).

Semoga kita sebagai seorang muslim Ahmadi dapat memaknai hidup dengan hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan ajaran Alqur’an agar mendapatkan derajat kemuliaan di sisi Allah Taala. Aamiin.

Visits: 113

Dede Nurhasanah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *