Menyampaikan Kebenaran adalah Kewajiban, Hasilnya Urusan Tuhan

Allah Ta’ala berfirman dalam salah satu ayat, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 126)

Kemudian dalam ayat lainnya, Dia berfirman, “Tetapi sekiranya mereka berpaling, maka Kami tidak mengutus engkau sebagai penjaga atas mereka. Kewajiban engkau hanyalah menyampaikan pesan itu.” (QS. Asy-Syura: 49)

Berdasarkan ayat di atas dapat kita ketahui bahwa Allah memerintahkan kita untuk mengajak manusia kepada Tuhannya, menyeru pada kebaikan. Huzur ke IV r.h. pun bersabda, “Inilah saatnya dimana anak-anak pun harus mulai bertabligh. Begitu juga yang tua-tua. Bahkan mereka yang sakit dan terbaring di tempat tidurnya pun harus tetap menjadi daiyah, sekurang-kurangnya melalui doa doa.”

Kita dapat mencontoh semangat dan keteladanan yang mulia Rasulullah saw. dalam menyampaikan dakwah beliau. Beliau saw. telah melaksanakan kewajiban untuk menyebarkan ajaran yang telah diturunkan kepada beliau ke seluruh dunia. Tidak ada contoh bandingannya ajaran yang harus disebarkan ke seluruh pelosok dunia oleh beliau saw.

Beliau saw. menyampaikan amanat kebenaran itu kepada orang-orang Arab Badui (yang tinggal di gurun-gurun pasir yang terletak jauh di pedalaman). Kepada para ghulam (sahaya) juga beliau sampaikan. Kepada para pemimpin Mekkah juga tanpa rasa takut sedikitpun beliau saw. menyampaikan kebenaran. Kepada raja-raja yang besar juga beliau sampaikan amanat kebenaran itu dan mengingatkan mereka untuk menunaikan hak-hak ibadah kepada Allah Ta’ala.

Dalam menyampaikan kebenaran Islam, Rasulullah saw. sering mengalami masa-masa sulit. Dikucilkan, dicaci maki, diusir bahkan tak jarang dianiaya. Beliau memilih untuk menanggung berbagai macam kerugian dan kesengsaraan.

Kita mengetahui bahwa mengajak orang kepada Tuhan-Nya tidak semudah pesan makanan lewat Gofood, instan dan siap saji. Namun memerlukan kesabaran yang ekstra dan mental yang kuat ketika apa yang kita sampaikan ternyata tidak berkenan bahkan ditolak secara terang-terangan meskipun itu kerabat dekat atau orang yang sudah mengenal bahwa apa yang kita sampaikan benar dan baik. Kegalauan ini juga pernah dialami baginda Rasulullah saw.

Hadits yang diriwayatkan dalam shahih Bukhari, dari Ibnu al-Musayyab:
Ketika Abu Thalib akan meninggal dunia, maka datanglah Rasulullah. Dan pada saat itu Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahal ada di sisinya.

Lalu Rasulullah bersabda kepadanya, “Wahai pamanku, ucapkanlah “la ilaha illallah” kalimat yang dapat aku jadikan hujjah untuk membelamu di hadapan Allah.”

Tetapi Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahal berkata kepada Abu Thalib: “Apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?” Kemudian Rasulullah mengulangi sabdanya lagi, dan mereka berdua pun mengulangi kata-katanya pula. Maka ucapan terakhir yang dikatakan oleh Abu Thalib adalah bahwa ia tetap masih berada pada agamanya Abdul Muthalib, dan dia menolak untuk mengucapkan kalimat ‘la ilaha illallah’.

Kemudian Rasulullah bersabda, “Sungguh akan aku mintakan ampun untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang.” Rasulullah terlihat begitu sedih dan kecewa, paman dekatnya meninggal dalam kondisi tidak memeluk agama yang Allah ridhoi.

Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Bukanlah tanggung-jawab engkau memberi petunjuk kepada mereka tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqarah 2: 273)

Ayat ini menjadi pengingat bagi kita bahwa bukan wewenang kita memberikan petunjuk kepada mereka untuk menerima dan tunduk pada kebenaran, serta membawa mereka kepada kebenaran tersebut. Tugas kita hanyalah menunjukkan dan mengenalkan kebenaran kepada mereka, karena wewenang untuk membimbing dan menuntun kepada kebenaran ada di tangan Allah. Dialah yang memberikan hidayah (petunjuk) kepada siapa saja yang Dia kehendak.

Nabi Muhammad saw. yang begitu mulia, yang sudah dijamin masuk surga dan manusia yang paling disayang Allah Swt. saja tidak dapat memaksa memberikan petunjuk pada kerabat keluarga, apalagi kita sebagai hamba yang penuh dengan kekurangan. Tugas kita yang utama adalah menyampaikan. Semoga kita dapat tergolong orang yang senantiasa menyampaikan kebenaran kepada orang lain untuk beriman kepada Allah Swt. Aamiin Allaahumma Aamiin.

Visits: 110

Endah Fitri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *