Membersihkan Jiwa Dari Hasrat Duniawi
Selama beberapa tahun terakhir saya menjalani hari-hari yang tidak mudah. Berbagai macam ujian datang silih berganti baik dari segi ekonomi, kesehatan jasmani dan rohani. Rasa takut, cemas, sedih, dan kecewa tidak henti-hentinya menghampiri. Sering kali saya bertanya kepada diri sendiri “Mengapa hidup saya menjadi seperti ini?” Saya mencoba untuk merenungi dan mencari jawaban atas pertanyaan saya tersebut.
Sejenak telah terpikirkan oleh saya bahwa mungkin urusan-urusan duniawi yang menjadi penyebabnya. Berbagai macam pertanyaan seperti “Apa saja pencapaian saya selama ini? Bagaimana karier saya? Bagaimana kehidupan keluarga saya?” telah membuat saya cenderung mencari-cari jawaban dari pertanyaan tersebut dan tanpa disadari telah menjadikan saya luput dari tujuan utama Allah Swt menciptakan saya sebagai manusia.
Padahal jika membaca Al-Qur’an beserta tafsir dan terjemahannya, Allah Swt berfirman, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat, 51:57) Maka solusi terbaik yang saya dapatkan adalah meluruskan niat saya bahwa hanya Allah Swt yang menjadi tujuan hidup di dunia ini kemudian diikuti dengan mengerjakan amal saleh yang dibersihkan dari hasrat-hasrat duniawi.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pernah menyampaikan, “Barangsiapa yang membersihkan diri dari hasrat-hasrat duniawi, sungguh ia telah selamat dan tidak akan binasa. Akan tetapi barangsiapa yang membenamkan dirinya dalam hasrat-hasrat duniawi—yang merupakan dorongan-dorongan thabi’i (alami)—sungguh telah putus-asalah ia dari hidup ini.”
Tidak sedikit kehidupan dunia ini telah membuat manusia berpaling dari Allah. Kalau pun manusia mencari kehadiran akan Allah Swt, besar kemungkinan akan dicemari oleh hasrat-hasrat duniawi. Doa-doa dan tangisan yang dipanjatkan tidak jarang ditujukan hanya untuk mendapatkan keinginan-keinginan duniawi. Ketika mengalami suatu kesulitan, manusia cenderung kepada Allah dan ketika mengalami suatu kemudahan, manusia cenderung lupa kepada Allah. Begitu kecil keimanan yang dimiliki hingga mengingat kematian pun hanya sebagai kemungkinan yang masih jauh.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa masa terbaik dari kehidupan manusia adalah pada saat memasuki usia empat puluh tahun. Pada masa ini manusia mulai mengalami penurunan kesehatan tubuh dan telah menyaksikan orang-orang meninggal dunia baik yang tua maupun yang muda. Kemudian pada masa-masa inilah manusia akan mengingat kembali perbuatan baik dan buruk yang telah dilakukannya selama ini.
Bagi orang-orang yang baik dan saleh, memasuki usia empat puluh tahun adalah suatu rahmat, mereka akan menyesali seluruh perbuatan buruknya di masa lalu dan akan timbul semangat untuk terus memperbaiki diri di dalam diri mereka. Bahkan para nabi utusan Allah Swt diutus pada usia yang keempat puluh tahun dan salah satunya adalah junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
Kita tidak pernah tahu kapan takdir bernama maut akan menjemput kita. Takdir maut itu tidak mengenal usia apakah tua ataupun muda, maka kita harus mempersiapkan bekal yakni amal saleh yang bersih dari hasrat-hasrat duniawi yang akan kita bawa ke kehidupan selanjutnya. Jangan sampai kita binasa karena telah mengotori jiwa kita oleh hasrat-hasrat duniawi yang bersifat semu.
Alangkah baiknya sebelum mencapai usia empat puluh tahun, mari kita senantiasa mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuan kita untuk membersihkan jiwa dari hasrat-hasrat duniawi dengan cara mengingat kembali tujuan Allah Swt menciptakan kita sebagai manusia, yakni semata-mata hanya untuk beribadah kepada-Nya. Jadilah manusia pilihan Allah yang beruntung karena memiliki niat yang baik dan jiwa yang bersih dari hasrat-hasrat duniawi.
Referensi:
1. Al-Quran Tafsir dan Terjemah
2. Filsafat Ajaran Islam
Visits: 113