Menghapus Prasangka Tentang Ahmadiyah dengan Banyak Silaturahmi

Pandangan umum terhadap Ahmadiyah masih sama dari dulu hingga sekarang, masih menaruh prasangka “sesat, berbeda dan keluar dari agama Islam”. Jemaat Ahmadiyah seringkali dihakimi dengan stigma-stigma tadi sehingga tak jarang diskriminasi dan antipasti didapat kepada warga Ahmadiyah.

Di daerah dimana saya tinggal, hanya keluargaku yang Ahmadi. Semula, orang tidak tahu akan identitas kami. Dikarena baru pindahan, perlu ada perbaikan sehingga membutuhkan jasa seorang tukan untuk memperbaiki atas yang bocor. Disitulah tukang ini melihat kalender yang bertuliskan “Jemaat Ahmadiyah Indonesia” dan foto Imam Mahdi yang terlihat jelas.

Dan kebetulan. Tukang yang memperbaiki rumah merupakan seorang ustadz di sebuh masjid yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumahku.

Berita tentang Keahmadiyahan kami pun mulai tersebar. Dari mulut ke mulut kabar tersebut sampai ke rumah-rumah warga dan menjadi sumber pembicaraan orang-orang sekitar. Sebagai orang baru saya merasa risih.

Untuk menghindari berbagai prasangka soal kami dan sebagai sebuah wujud syukur karena baru pindahan, kami pun mengadakan acara syukuran dalam bentuk pengajian. Bahkan kami juga mengundang ustadz tersebut untuk lebih meyakinkan. Alhamdulillah banyak yang datang. Dari kalangan anggota Jemaat pun turut hadir dan ada Pak Mubaligh juga.

Mereka sangat antusias dan demikian besar rasa ingin tahu tentang perbedaan yang selama ini selalu jadi bahan perbincangan. Selama pengajian, mereka mendengarkan pemaparan Pak Mubaligh yang mengambil tema “Keagungan Nabi Tercinta Rasulullah Saw”.

Ada salah seorang yang malah berkomentar, “Dakwahnya sangat bagus, darimana dan siapa?”

Pak ustadz pun mengklarifikasi dengan mengatakan kepada murid-muridnya, “Tidak ada yang beda, semua sama, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Suatu kami saya bersilaturahmi dengan salah seorang yang cukup disegani oleh masyarakat. Ia baru saja hijrah dari kebiasaan lama yang gampang marah dan kini jadi baik. Di rumahnya banyak buku-buku hadits, saya pun pernah meminjam buku darinya.

Pernah saya membaca dua kalimat syahadat di depan bapak itu. Ia demikian heran dan bertanya, “Syahadatnya sama yah?”

Saya jawab, “Tidak ada yang beda dari Rukun Iman dan Rukun Islam Ahmadiyah pak.”

Lalu dia bertanya lagi, “Tapi kenapa menurut kebanyakan orang berbeda jauh dengan apa yang ibu jelaskan?”

Saya jawab, “Karena ketidak-tahuanlah mereka berkata demikian pak.”

Bapak itu pun berterus terang, “Tadinya para pemuda disini merasa gak nyaman dengan  keberadaan ibu sebagai orang Ahmadiyah. Mereka mau menggeruduk rumah ibu, tapi saya larang. Saya sampaikan ke orang-orang, bagaimana jika mereka (keluarga ibu) benar, kita yang malu nanti. Saya sampaikan juga, ap akita sudah benar melaksanakan keimanan kita?”

Saya jadi merinding. Apa jadinya jika hal itu sampai terjadi? Ya Allah, orang ini telah menyelamatkan keluarga kami. Mungkin sudah jalannya kami harus berterus terang, agar jangan sampai prasangka terus berkembang dalam benak mereka.

Pengajian pun dirutinkan di rumah. Setiap dua bulan sekali kami berkumpul dengan tetangga. Yang dibahas oleh Pak Mubaligh masalah keimanan dan ketakwaan juga Keagungan Rasulullah Saw.

Kebetulan saya seorang tukan jahit. Pelanggan saya sering melihat kalender Jemaat dan foto-foto Khalifah. Terjadi diskusi dan sharing informasi seputar Jemaat dimana saya mendapatkan banyak kesempatan untuk menjelaskan dan mengklarifikasi kesalah-pahaman tentang Jemaat.

Memang manusia punya beragam karakter, ada yang mau tahu, ada juga yang masa bodoh. Tapi kebenaran harus disampaikan, masalah hidayah bukan urusan manusia itu adalah hak prerogatif Allah Ta’ala.

.

.

.

Penulis: Iis Mahmudah

Editor: Muhammad Nurdin

Visits: 331

Iis Mahmudah

1 thought on “Menghapus Prasangka Tentang Ahmadiyah dengan Banyak Silaturahmi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *