
MENGUBAH PERILAKU DENGAN NASIHAT BIL HIKMAH
Sepanjang kehidupan manusia akan selalu berdampingan dengan hal baik dan buruk. Manusia tidak lepas dari berbuat kekhilafan dan sifat lupa yang sudah menjadi kodrat manusiawinya. Itulah mengapa manusia membutuhkan nasehat yang akan menuntunnya kembali menjadi lebih baik karena tidak ada kesempurnaan dalam dirinya.
Bagi orang yang sedang terganggu kesehatan tubuhnya maka akan membutuhkan obat sebagai penawar kesembuhannya. Demikian pula rohani yang sakit akan membutuhkan obat untuk bisa menyembuhkan rohani yang mengalami gangguan. Dan obat terbaik bagi rohani yang terganggu itu adalah dengan memberikan siraman rohani dalam bentuk nasehat yang menyejukkan.
Namun sebaliknya nasehat akan berbalik menjadi bumerang bila menyampaikannya dengan tidak tepat dan tidak pada tempatnya. Karena tidak semua orang memiliki kemampuan menerima sebuah nasehat sekalipun nilai nasehat itu sangat baik maknanya. Nasehat itu ibarat menjahit pakaian yang robek, butuh kesabaran dan kehati-hatian dalam menyampaikannya.
Suri tauladan terbaik kita, Rasulullah SAW, dalam berbagai keadaan memberikan contoh bagaimana menasehati yang sebaik-baiknya. Beliau senantiasa melihat bagaimana keadaan keimanan para sahabat. Ketika ada sahabat yang melakukan kesalahan, beliau memanggil dan menghampiri dengan lemah lembut lalu memberi nasehat dengan penuh bijaksana tanpa ada sedikit raut muka kemarahan apalagi dengan kata-kata yang kasar.
Dalam sebuah riwayat Mu’awiyah bin Hakam Salmi r.a. berkata, “Ketika aku mengunjungi kota Madinah karena hendak memeluk agama Islam, aku telah belajar banyak hal. Salah satunya ialah aku hendaknya mengucapkan “Yarhamukallah” apabila seseorang bersin dengan mengucapkan “Alhamdulillah”.
Oleh karena aku baru memeluk agama Islam, aku tidak mengetahui hal itu tidak boleh dilakukan ketika sedang shalat. Suatu ketika kami sedang mengerjakan shalat tiba-tiba seseorang bersin, spontan saya berkata “Yarhamukallah”. Tiba-tiba semua orang melirik dengan marah ke arah saya.
Oleh karena saya tidak mengetahui bahwa di dalam shalat dilarang berbicara, saya pun membantah dengan berkata, “Mengapa kalian marah kepadaku?” Dengan memberi isyarat, mereka menyuruh agar saya diam, tetapi saya tidak memahami isyarat mereka walaupun kemudian saya terdiam.
Setelah shalat selesai, Rasulullah SAW memanggil saya. Baginda Rasulullah SAW tidak memukul, menghardik atau berlaku kasar kepada saya, baginda Rasulullah SAW hanya bersabda, “Tidak boleh berbicara dalam shalat. Shalat adalah untuk memuji kebesaran Allah, mengagungkan-Nya dan membaca Al-Qur’an.”
Demi Allah, saya belum pernah menjumpai seorang guru yang begitu penyayang seperti baginda Rasulullah SAW.”
Semua nasehat bertujuan untuk perbaikan akhlak. Namun dalam menyampaikannya kita pun harus melihat kondisi atau keadaan orang yang akan dinasehati. Menasehati dalam keadaan emosi tentu tidak akan memberikan perubahan apapun namun bisa jadi akan memperburuk keadaan.
Hal inilah yang terkandung dalam nasehat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Beliau bersabda, “Keadaan akhlak hendaknya baik sedemikian rupa, yakni dengan niat baik memberi penjelasan kepada seseorang serta memberitahukan kesalahannya pada waktu yang tepat, sehingga hal itu tidak terasa buruk olehnya.”
Menasehati dengan kata-kata yang baik dan bijaksana akan sangat berpengaruh pada niat kita menyampaikan suatu nasehat, agar apa yang kita nasehatkan dapat diterima dan bisa mengubah kesalahan juga mendapatkan kebaikan sebagaimana yang kita inginkan.
Views: 542