Mln. Zaini Dahlan dan Kemejanya yang Berlubang Bekas Rokok

Rasa-rasanyanya baru kemarin pengalaman ini penulis alami. Padahal kejadian tersebut terjadi 50 tahun silam. Saat penulis duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar. Namun, pengalaman tersebut demikian membengkas, hingga sulit untuk dilupakan sampai detik ini.

Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia tak bisa lepas dari sosok “Tiga Serangkai”. Mereka adalah Mln. Abu Bakar Ayyub HA, Mln. Zaini Dahlan dan Mln. Ahmad Nuruddin. Merupakan satu keberuntungan yang tak terperi, penulis sempat mengenal dekat dengan dua dari ketiganya, yakni Mln. Abu Bakar Ayyub HA dan Mln. Zaini Dahlan.

Dan ada peristiwa khusus yang penulis alami saat bersama dengan Mln. Zaini Dahlan.

Ketika Al-Quran Tafsir Shaghir karya Hazrat Khalifatul Masih Tsani ra akan dicetak, keluarga kami mendapat kehormatan dengan ditunjuknya percetakan milik almarhum Ayahanda kami sebagai pihak yang akan mencetaknya oleh Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia saat itu yang dipimpin oleh almarhum Bapak Moertolo SH.

Saat itu, di keluarga kami yang baru baiat adalah almarhum kakanda Sis Suseno dan kakanda dr. Azhari. Meski demikian, banyak mubaligh yang datang berkunjung ke rumah guna mengawasi proses cetak.

Kala itu. Proses cetak masih sangat sederhana. Belum ada Microsoft Office atau perangkat sejenisnya seperti sekarang ini. Proses cetak masih menggunakan timah atau yang dikenal “Letter Press” pada saat itu.

Karena banyak mubaligh yang berkunjung, membuat kami sering berkomunikasi dan berinteraksi dengan para mubaligh awalin seperti Mln. Hafiz Qudratullah, Mln. Imamuddin, Mln. Muhammad Sadiq, Mln. Muhammad Idris, Mln. Sayyid Sah Muhammad, Mln. Ghulam Yasin yang kesemuanya berasal dari Pakistan. Begitu juga dengan Mln. Abu Bakar Ayyud dan tidak terkecuali Mln. Zaini Dahlan yang sering berkunjung ke rumah kami dan bermalam juga.

Suatu hari saat Mln. Zaini Dahlan bermalam di rumah kami. Setelah shalat Subuh terjadi dialog antara beliau dengan almarhum ayahnda. Penulis tidak terlalu paham bahasan apa yang tengah didiskusikan.

Yang penulis tahu adalah bila selesai diskusi, ayahanda sering termenung memikirkan jawaba-jawaban dari Mln. Zaini Dahlan yang tak terbantahkan. Terlebih bila ibunda bertanya tentang topik keislaman, maka jawaban-jawaban jitu keluar dari mulut mubaligh berdarah minang tersebut.

Hal itulah yang membuat kami menaruh kekaguman yang besar kepada Mln. Zaini Dahlan atas kedalaman dan keluasan ilmu beliau.

Sebagai seorang anak kecil yang masih polos saat itu. Tatkala sedang memperhatikan beliau tengah berbicara, entah kenapa mata penulis tertuju kepada kemeja biru muda yang dikenakan beliau.

Kemeja tersebut sudah lusuh. Juga terdapat lubang-lubang kecil bekas percikan abu rokok. Melihat hal tersebut kepolosan penulis bergejolok yang diliputi rasa penasan. Mengapa seorang mubaligh bajunya banyak lubangnya bekas percikan abu rokok? Sepengetahuan penulis, bukankah seorang Ahmadi dilarang merokok, terlebih seorang mubaligh?

Penulis pun menyampaikan kegelisahan ini kepada kakanda Azhari. Lalu beliau berkata, “Kalau begitu, besok pagi kamu tanya langsung sama Mln. Zaini Dahlan, kenapa kemejanya bisa bolong terkena rokok?”

Mendengar jawaban kakanda Azhari, rasanya menyesal juga penulis menyampaikan hal ini. Sebab betapa sungkannya penulis jika harus bertanya langsung kepada sosok yang demikian dihormati orang tua kami (yang saat itu belum menjadi Ahmadi) dengan ketinggian ilmu dan akhlaknya.

Tiba keesokan harinya, selepas shalat subuh berlangsung diskusi keislaman seperti biasanya. Saat itu dengan tidak disangka-sangka Kakanda Azhari menyampaikan sesuatu, “Maaf pak Utusan, kemarin adik saya bertanya, mengapa kemeja yang bapak kenakan bolong-bolong karena rokok, padahal adik saya tahu kalo orang Ahmadi dilarang merokok?”

Sesaat Mln. Zaini Dahlan tersenyum. Dengan tenangnya beliau menjawab, “Alhamdulillah baju ini saya beli beberapa hari yang lalu di pasar loak (pasar yang menjual barang-barang bekas dengan harga murah), karena saya tidak memiliki cukup uang untuk membeli baju baru.

Mendengar perkataan beliau, ibunda tak kuasa menahan perasaannya yang tiba-tiba berkecamuk. Matanya mulai berkaca-kaca sambil kelopak matanya menahan air mata yang ingin menetes. Ibunda berkata dengan perasaan yang bercampur aduk, antara heran juga takjub melihat kesederhanaan seorang Mln. Zaini Dahlan, “Bagaimana mungkin seorang mubaligh yang memiliki ketinggian ilmu dan keshalehan seperti Tuan harus membeli baju di loakan?”

Setelah kejadian itu, kakanda Azhari berkata kepada penulis, “Jadi jelas ya De jawabannya, para mubaligh itu tidak pernah memikirkan tentang pakaiannya, yang mereka pikirkan dan kerjakan adalah bagaimana caranya menyebarkan Risalah Kebenaran Islam yang hakiki.”

Kejadian ini terekam kuat dalam ingatan penulis hingga hari ini, bahkan hingga akhir hayat. Sebuah teladan dari seorang Mln. Zaini Dahlan dengan kesederhanaan hidupnya yang begitu menggetarkan keimanan siapapun yang menyaksikannya.

Semoga kita, generasi penerus Jemaat bisa menjadi Zaini Dahlan-Zaini Dahlan di zamannya.

.

.

.

Penulis: Tauhud Tan

Editor: Muhammad Nurdin

Visits: 1492

Tauhid Tan

14 thoughts on “Mln. Zaini Dahlan dan Kemejanya yang Berlubang Bekas Rokok

    1. Masya Allah. Teladan yang patut di contoh, dan memang betul apa yang di firmankan Allah Dlm Al Quran, Allah tdk akan melihat seseorang dr jabatannya, kekayaannya n juga pakaiannya tp Allah melihat ketakwaannya.
      Saya juga melihat ada beberapa Pak mubaligh yang sederhana dalam berpakaian n dalam kehidupan sehari2nya.

  1. Jawaban yang sangat sederhana. Tapi itu, saya yakin, sebenarnya teramat sangat berat untuk diucapkan Alm. Zaini Dahlan sebagai pribadi. Integritas seorang Zaini Dahlan adalah sosok zuhud yang tidak pernah meminta dan bahkan tidak sedikitpun memperlihatkan “nyanyian kode” kepada umat atau jama’ah.

  2. Entah kenapa hanya membaca artikel ini tiba-tiba mata ini ber air, bayangkan yang mengalami hal ini langsung, Masya Allah teladan luarbiasa

  3. Subhanallah….tak terasa air mata mengalir….begitu indah tauladan yang diperlihatkan oleh Mln Zaini Dahlan Sahib, kesderhanan nampak jelas dari jawaban yang disampaikan….
    Muballigh-Muballigh zaman kini bisa mengikuti kesederhanaan beliau sesua dengan zamannya. Aamiin.

  4. Sudah cukup lama artikel ini ditayangkan, 2 tahun yang lalu, sepertinya terlambat saya membaca artikel ini. Tapi tidak ada kata terlambat, saya mendapatkan tautan artikel ini berkat postingan di salah satu WAG, jazakumullah Kang Memet jauh-jauh dari Amerika. Jazakumullah Mang De’i, yang telah membuat tulisan yang sangat menyentuh hati. Kebetulan saya kenal dekat dengan penulis, dan saya memanggilnya Mang De’i.
    Sama seperti yang lain saat membaca tulisan ini, saya pun tak kuasa menahan air mata ini.
    Betapa besar kecintaan sosok yang diceritakan oleh penulis terhadap Islam Ahmadiyah, beliau melupakan keduniawian, beliau lebih mendahulukan meraih kemuliaan di mata Allah swt.

  5. Masya Allah… semoga doa beliau untuk keturunannya senantiasa dalam ikatan jemaatNya. Aamiin

  6. Contoh yg luar biasa dan goresan singkat yg begitu indah. Kagum pada sosok mulia yg dikisahkan dan salut pada penulis dg uraian yg apik dan mengesankan. Peace n love always

  7. Masyaa Allah sangat menginspirasi bagi kami yang masih generasi Khuddam. Jazakumullah Mang De’i atas sharing ilmunya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *