NEK MASITOH: PERJALANAN BAI’AT, PENENTANGAN, DAN PERTOLONGAN TUHAN

Kami biasa memanggailnya Nek Itoh. Usianya sudah 97 tahun. Tapi tetap semangat menjalankan pengkhidmatan agama sebagai pengurus Lajnah Imaillah (Komunitas Muslimah Ahmadiyah) di cabang Bunikasih, Cianjur.

Nek Masitoh adalah seorang pensiunan veteran. Yang konon menurut penuturannya, ia dan suami, almarhum H. Sulaeman, ikut berjuang membantu TNI Jawa Barat untuk menumpas pemberontak DI-TII yang bersembunyi di hutan Gunung Gede.

Pengorbanan terbesar Nek Itoh dan suami untuk negara adalah syahidnya sang suami oleh para pemberontak di rumahnya sendiri pada tahun 1950.

Setelah peristiwa itu, tidak ada harta benda yang tersisa. Semuanya habis terbakar oleh pemberontak, kecuali beberapa petak sawah.

Nek Itoh bekerja keras tanpa lelah. Doa dan tawakkal yang menjadi spiritnya. Untuk menghidupi empat anaknya, selain mengolah sawah, Nek Itoh juga menjadi buruh tani dan buruh jahit.

Meski berat membesarkan empat orang anak seorang diri, Nek Itoh tidak sampai menjual peninggalan suami. Karena menurut beliau, sawah itu merupakan “dasar hirup” (bekal hidup) demi masa depan anak-anak di masa yang akan datang.

Nek Masitoh bai’at masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah sekitar tahun 1984-an. Perjalanannya menjadi pengikut Ahmadiyah cukup panjang untuk dikisahkan.

Bermula dari nasehat yang sering disampaikan oleh ibu Nek Itoh, Uyut Urais. Nasehat ini biasa didengar Neh Itoh saat kecil. Yang bersumber dari ustadz kampung.

Katanya, “Engke mah di akhir jaman mun ngagorolongkeun endog ku halu ti masrik nepi ka maghrib moal peupeus.” Yang artinya, nanti di akhir zaman, kalau menggelindingkan telur pakai alu (penumbuk padi) dari timur sampai ke barat tidak akan pecah.

Tentu maksudnya, suatu hari nanti di akhir zaman, memindahkan telur sejauh apun jaraknya tidak akan pecah karena perkembangan teknologi transportasi dan pengemasan barang.

Katanya lagi, “Engke mah ramat lancah bakal pasolengkrah di tengah kota.” Maksudnya, nanti banyak sarang laba-laba di tengah kota. Yakni, kota-kota akan dipenuh kabel listrik, telepon dan televisi.

Katanya lagi, “Loba awewe kawas lalaki, lalaki kawas awewe.” Maksudnya, banyak perempuan menyerupai laki-laki dan sebaliknya laki-laki menyerupai perempuan.

Katanya lagi, “Pulau Jawa bakal dikongkorongan ku beusi.” Maksudnya, Pulau Jawa akan dikalungi atau dikelilingi besi. Itu artinya, Pulau Jawa akan terhubung oleh rel kereta api yang bisa menjangkau segala tempat.

Inilah sebenarnya cikal bakal Nek Itoh masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Akhir zaman sudah tiba, sebab tanda-tanda yang disampaikan oleh leluhur telah tergenapi. Meskipun, Nek Itoh butuh satu hal lagi untuk menguatkannya.

Hingga datang sebuah mimpi yang menguatkannya. Dalam mimpinya, Nek Itoh melihat peristiwa banjir bandang. Tiba-tiba muncul sebuah menara tinggi di tengah-tengah luapan air tersebut. Beliau berusaha menyelamatkan diri dan naik ke menara itu meskipun agak goyang. Sesampainya di atas menara, beliau melihat suatu tempat yang sangat luas, tak berujung sejauh mata memandang. Kawasan tiu berwarna putih lalu berubah menjadi kuning keemasan. Sangat indah sekali.

Awalnya, Nek Itoh tidak paham apa maksudnya, hingga mendapatkan penjelasan dari anak-anaknya yang sudah bai’at masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah.

Kata anaknya yang akhirnya menjadi mubaligh Ahmadiyah, itu merupakan petunjuk dari Allah Ta’ala agar segera bergabung dalam bahtera Imam Mahdi alias ratu adil. Karena menara putih adalah lambang kedatangan Imam Mahdi. Akhirnya, Nek Itoh bai’at masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah sekitar tahun 1984-an.

Mengetahui Nek Itoh sudah bai’at masuk Ahmadiyah, ramai lah jadi bahan perbincangan masyarakat Bunikasih. Penentangan mulai terjadi. Dari keluarga, teman sejawat, hingga tokoh masyarakat.

Meskipun penentangan datang dari berbagai arah, Nek Itoh tak bergeming. Ia tetap istiqomah memegang teguh janji bai’at bahwa dalam keadaan susah dan senang tetap setia kepada Allah Ta’ala.

Eskalasi penentangan makin ditingkatkan. Nek Itoh mulai dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Cemoohan, caci maki, sindiran pedas, sampai memalingkan muka sambil meludah harus dihadapi dengan lapang dada olehnya.

Tahun 1987 menjadi catatan kelam sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Bunikasih. Karena pada tahun itu terjadi penyerangan besar-besaran. Yang membuat warga Ahmadi disana harus hijrah ke Cianjur kota.

Di malam itu. Warga dari lima kampung berkumpul. Mereka berniat mengusir Nek Itoh dan keluarganya. Cara yang ditempuh sangat tidak manusiawi. Mereka merusak rumah anak menantu Nek Itoh. Melemparinya dengan batu dan obor yang menyala.

Teriakan yang penuh semangat terdengar, “Qadiani murtad… kafir.. setan.. paehan.. duruk imahna..” Tiap orang yang mendengar teriakan ini membuat bulu kuduknya merinding.

Tiba-tiba Nek Itoh keluar rumah. Menghadapi ratusan orang yang tengah kalap dan emosi. Tujuannya adalah untuk meminta bantuan agar anak menantunya yang berada dalam rumah selamat dari amukan masa.

Tak peduli orang dihadapannya adalah perempuan, masa melemparkan pukulan demi pukulan ke Nek Itoh. Anehnya, Nek Itoh tidak merasakan sakit sama sekali. Ia terus berjalan menerobos kerumunan massa. Langkahnya cepat menembus kegelapan malam. Langkahnya yang cepat membuat Nek Itoh gagal terkejar.

Akhirnya, Nek Itoh sampai di rumah keponakannya, Pak Mumuh, Sekdes Bunikasih. Ia melaporkan insiden penyerangan yang dilakukan oleh massa. Pada malam itu juga aparat Desa turun untuk menghentikan pergerakan massa.

Warga Ahmadi Bunikasih akhirnya hijrah ke Cianjur kota karena kondisi disana tidak kondusif. Mereka akhirnya terusir dari kampung halamannya sendiri karena keimanan mereka.

Tapi rupanya Allah punya cara-Nya sendiri untuk menegur ketidakadilan yang terjadi. Dia zahirkan Kudrat-Nya untuk menguatkan iman warga Ahmadi Bunikasih bahwa kebenaran bukan diukur dari siapa yang banyak, siapa yang berkuasa. Pada akhirnya, yang berkuasa adalah Kuasa Ilahi.

Pasca peristiwa penyerangan terhadap warga Ahmadiyah Bunikasih, terjadi peristiwa-peristiwa luar biasa.

Di suatu pagi yang sejuk. Tiba-tiba suasana berubah menjadi mencekam. Orang-orang diam ketakutan dalam rumahnya karena terjadi angin puting beliung yang hebat. Banyak pohon tumbang, rumah warga rusak, genting-genting pecah.

Anehnya, rumah Nek Masitoh, yang saat itu masih rumah panggung, tidak apa-apa. Tidak ada yang rusak. Genting-gentingnya juga masih utuh. Ini yang membuat orang sekitar jadi heran dan bingung.

Selain puting beliung. Tak lama kemudian terjadi hujan besar. Sehingga banjir melanda kampung Bunikasih yang menghanyutkan ikan-ikan warga di kolam.

Anehnya, kolam punya Nek Itoh tidak terdampak banjir. Malahan, ikan-ikan penuh yang entah datangnya dari mana. Para tetangga pun jadi bingung, ada apa gerangan?

Datang lagi satu tanda dari Allah Ta’ala. Terjadi serangan hama wereng dan hama burung yang melanda sawah milik warga hingga terjadi puso dan gagal panen.

Anehnya, sawah milik warga Ahmadi termasuk milik Nek itoh, panennya bagus dan berhasil.

Tentu ini adalah kuasa Allah Ta’ala untuk menzahirkan keadilan-Nya di tengah kezaliman dan ketidak-adilan yang terjadi pada warga Ahmadiyah di Bunikasih.

Nek Masitoh telah melihat sendiri penzahiran pertolonga khas Allah Ta’ala yang demikian dahsyatnya, ketika keimanannya benar-benar diuji dengan suatu ujian yang amat berat.

.

.

.

editor: Muhammad Nurdin

Visits: 80

Ida Syamsiyah NA

6 thoughts on “NEK MASITOH: PERJALANAN BAI’AT, PENENTANGAN, DAN PERTOLONGAN TUHAN

  1. Masya Allah…perjuangan nek Mashitoh luar biasa…patut di contoh dlm memperjuangkan dan mempertahankan keimanan👍👍

  2. Kuasa tuhan begitu nya.
    Semoga kisah nek itoh menjadi inspirasi buat kita semua supaya tetap istiqomah dalam memegang tali jemaat ilahi ini.
    Aamiin..

  3. Sungsuh mengharukan dan inspiratif sekali..semoga kita semua bisa saling menguatkan satu sama lain sesama ahmadi muslim..aamiin Ya robbalalaamiin

  4. MasyaAllah..

    Menjadi single fighter mengurus dan membesarkan anak-anak ditengah bayang2 kesedihan karena baru saja kehilangan suami pastilah menjadi masa-masa yang tidak mudah untuk dilewati.
    betapa kuat dan kukuh beliau.

    Semoga Allah Ta’ala selalu mencintai beliau beserta anak keturunannya. Aamiin

    1. Konsep masih terbukanya pintu kenabian sebenarnya berdasarkan sabda sekaligus nubuatan Yang Mulia Rasulullah saw bahwa nanti Nabi Isa yang dijanjikan akan turun ke dunia ini. Dari situ, sulit untuk menyimpulkan bahwa pintu kenabian setelah Yang Mulia Rasulullah saw telah tertutup rapat-rapat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *