Nikmatnya Mencari Balasan di Akhirat
Manusia di zaman ini umumnya akan berlomba-lomba mengumpulkan harta kekayaan untuk menjadi kaya yang akhirnya dapat menaikkan status sosial mereka di hadapan orang lain. Bahkan dengan menghalalkan segala cara mereka lakukan.
Tanpa mereka sadari mereka lupa untuk mengumpulkan bekal untuk di akhirat nanti. Karena di sana lah kehidupan yang sebenarnya akan kita hadapi. Dunia ini hanyalah sementara, bahkan mungkin hanya secepat kedipan mata belaka. Berbeda dengan alam akhirat yang kekal abadi.
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini kita dapat belajar dari salah satu sahabat Hz. Rasulullah SAW yang kaya raya namun sangat gemar bersedekah. Dialah Hz. Abdurrahman bin Auf r.a.
Hz. Abdurrahman bin Auf r.a. lahir dari ibu bernama Shafiyah, sedangkan ayahnya bernama Auf bin Abdu Auf bin Abdul Harits bin Zahrah. Dengan kekayaannya yang dimiliki, dia justru menangis karena khawatir akan memasuki surga paling terakhir.
“Suatu ketika Rasulullah SAW berkata, Abdurrahman bin Auf akan masuk surga terakhir karena terlalu kaya, sehingga dihisabnya paling lama. Mendengar hal tersebut Abdurrahman bin Auf pun berpikir keras, bagaimana caranya agar ia kembali menjadi miskin supaya dapat memasuki surga lebih awal,” tuturnya.
Agar jatuh miskin, Hz. Abdurrahman bin Auf r.a. pernah menyedekahkan separuh hartanya pada zaman Nabi. Setelah itu ia bersedekah lagi sebanyak 40.000 dinar yang kebanyakan harta bendanya diperoleh dari hasil perdagangan.
Suatu hari ada salah satu kaum Anshar bernama Sa’ad yang terkenal dengan kekayaannya di Madinah menawarkan harta pada Hz. Abdurrahman bin Auf r.a. Akan tetapi, saat itu penawaran ditolak dan dia malah bertanya lokasi pasar yang ada di Madinah saat itu.
Setelah dicari tahu, ternyata harga sewa pasar di Madinah sangat mahal, banyak orang-orang yang ingin berdagang namun tidak ada modal besar untuk menyewa tempat. Dengan peluang dan inisiatifnya, Hz. Abdurrahman bin Auf r.a. membeli tanah itu dan menjadikannya sebagai kavling-kavling pasar.
Kavling-kavling tersebut dia bangun dan digunakan oleh pedagang muslim tanpa membayar sewa. Hz. Abdurrahman bin Auf r.a. menerapkan sistem bagi hasil yang lebih adil, sehingga tidak memberatkan dan mencekik para pedagang yang masih merintis.
Hz. Abdurrahman bin Auf r.a. pernah memberikan 200 uqiyah emas (satu uqiyah setara dengan kurang lebih 31 gram) untuk memenuhi kebutuhan logistik selama perang Tabuk. Saat ada seruan untuk berinfaq dari Hz. Rasulullah SAW, ia tak pernah berpikir panjang dan ragu-ragu.
Begitu pun saat perang Badar yang jumlahnya mencapai 100 orang, dia memberikan santunan 400 dinar kepada masing-masing veteran. Abdurrahman bin Auf juga menyumbangkan 40 ribu dinar, 500 ekor kuda, dan 1.500 unta untuk para pejuang.
Tidak hanya itu, dia juga pernah bersedekah dengan membeli kurma yang hampir busuk dari para sahabat di Madinah. Semua pedagang pun sontak gembira karena kurma mereka bisa dijual, begitupun Hz. Abdurrahman bin Auf r.a. yang senang dan berharap akan jatuh miskin.
Namun, tiba-tiba ada seseorang yang datang dan mengaku berasal dari utusan Yaman. Dia memberitakan bahwa di negerinya sedang terkena wabah penyakit menular, sehingga rajanya mengutus dirinya untuk mencari kurma busuk.
Menurutnya, kurma busuk adalah salah satu obat yang bisa menyembuhkan dari penyakit menular itu. Akhirnya utusan raja Yaman tersebut memborong semua kurma milik Hz. Abdurrahman bin Auf r.a. dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa.
Berkat kedermawanannya itu, tidak membuat Hz. Abdurrahman bin ‘Auf r.a. langsung jatuh miskin, justru kehidupannya terus meningkat. Keberhasilannya dalam bisnis membuatnya dijuluki sebagai tangan emas, karena apapun yang dikerjakan selalu sukses dan membuahkan hasil yang besar.
Di saat Hz. Abdurrahman bin Auf r.a. merelakan semua hartanya agar jatuh miskin, saat itu pula Allah memberikan limpahan harta berkali-kali lipat untuknya. Hingga pada waktunya, dia meninggal di usia 72 tahun dan masuk dalam deretan 10 sahabat nabi yang dijamin masuk surga.
Sungguh indah, bukan, kisah hidup beliau? Hal ini mengajarkan kita bahwa harta duniawi bukanlah segalanya dan bukan hanya milik kita sendiri. Karena di dalam harta yang kita miliki ada sebagian milik mereka yang lebih membutuhkan. Dan Allah akan melipat-gandakan apa yang telah kita keluarkan demi meraih ridho-Nya.
Maka dari itu sesuai lah dengan firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 135, ” Barangsiapa menghendaki ganjaran dunia, maka ketahuilah bahwa di sisi Allah ada ganjaran dunia dan akhirat; dan Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Untuk itu kita harus ingat bahwa mencari balasan akhirat itu sungguh nikmat, jangan hanya mengejar dunia semata. Agar kita tidak lupa untuk mengejar cintanya Allah Ta’ala. Sebab dunia itu ibarat sebuah bayangan. Semakin dikejar, maka akan semakin ia lari dari kejaran.
Maka berbaliklah dari dunia. Jadikanlah Allah sebagai prioritas utama. Jika ini dijadikan pedoman dalam hidup maka insya Allah ganjaran di dunia dan di akhirat akan kita dapatkan sekaligus.
Visits: 515