
Ramadan dan Introspeksi: Kisah Abu Hurairah yang Menggugah Hati
Malam itu, langit Madinah begitu damai. Udara malam yang sejuk menyelimuti kota, sementara kaum Muslimin terlelap dalam kelelahan setelah seharian berpuasa. Namun, di sudut kota, seorang lelaki kurus dengan wajah penuh keraguan melangkah pelan, hatinya bergolak antara rasa lapar dan ketakutan.
Dialah Abu Hurairah, seorang sahabat Nabi yang dikenal luas sebagai periwayat hadis terbanyak. Namun, sebelum ia menjadi sahabat besar, hidupnya penuh dengan ujian, terutama kemiskinan yang begitu mencekik. Malam itu, rasa lapar yang tak tertahankan membuatnya berdiri di depan sebuah tempat penyimpanan kurma milik seorang sahabat yang kaya.
Ia menelan ludah, menatap tumpukan kurma yang menggiurkan. “Hanya sepotong… hanya sedikit untuk mengganjal perut,” bisiknya dalam hati. Dengan tangan gemetar, ia mulai meraih sebutir kurma. Namun, sebelum jemarinya sempat menggenggamnya, suara lembut namun tegas menghentikannya.
“Abu Hurairah, apa yang sedang kau lakukan?”
Tubuhnya membeku. Itu adalah suara Hadhrat Rasulullah saw.! Sekejap, ia merasa bumi seakan berhenti berputar. Lututnya lemas, dan ia jatuh bersimpuh di kaki Nabi saw. Air matanya mengalir
Tanpa bisa dibendung. Dengan suara bergetar, ia mengakui niatnya,
Mengungkapkan betapa perutnya sudah lama kosong, dan betapa lemahnya dirinya menghadapi cobaan ini.
Hadhrat Rasulullah saw. Memandangnya dengan penuh kasih sayang. Tak ada kemarahan di wajah beliau, hanya ketenangan dan kelembutan seorang guru yang memahami kelemahan muridnya. Beliau lalu membelai kepala Abu Hurairah dengan penuh kehangatan dan bersabda:
“Wahai Abu Hurairah, ketahuilah bahwa rezeki itu datang dari Allah. Bersabarlah, dan jangan sampai rasa lapar membuatmu melupakan keimanan.”
Mendengar itu, Abu Hurairah menangis semakin kencang. Malam itu, bukan hanya perutnya yang kosong yang terisi, tetapi juga hatinya. Ia sadar, betapa dekatnya Allah dengan hamba-Nya yang bersabar. Ia bertaubat dengan tulus, berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Sejak malam itu, hidup Abu Hurairah berubah. Ia semakin dekat dengan Hadhrat Rasulullah saw., semakin gigih dalam belajar agama, dan kelak menjadi salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis.
Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya introspeksi diri, terutama di bulan Ramadan. Hadhrat Rasulullah saw. bersabda: ”Barangsiapa yang berpuasa selama bulan Ramadan dalam keadaan iman sambil mengoreksi diri, dosa-dosanya yang telah lampau akan diampuni.” [1]
Hadis ini mengandung pesan mendalam tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya menjalani ibadah puasa. Tidak cukup hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga harus disertai dengan iman yang kuat dan muhasabah (introspeksi diri) agar mendapatkan ampunan Allah.
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” [2]
Ayat ini menekankan pentingnya introspeksi dan evaluasi diri. Bulan Ramadan adalah kesempatan terbaik untuk merenungkan kembali amal perbuatan kita, memperbaiki diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Puasa Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga harus didasari oleh keimanan dan evaluasi diri. Jika dilakukan dengan benar, Allah akan mengampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. Maka, sudahkah kita memanfaatkan Ramadan ini untuk menjadi pribadi yang lebih baik?
Referensi:
[1] HR. Bukhari No. 38 dan Muslim No. 860
[2] QS. Al-Hasyr: 19
[3] https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/ramadhan-dan-refleksi-masa-lalu-seseorang-0424
Visits: 43