
LEM AIBON DAN RENDAHNYA KEPEKAAN SOSIAL KITA
Di suatu musim panas yang amat terik. Debu padang pasir layaknya kabut di siang hari. Terlihat seorang kuli panggul tengah memikul barang-barang berat di atas punggungnya. Peluh mengucur di sekujur tubuh. Bajunya amat lusuh, kotor penuh dengan debu dan tanah.
Tiba-tiba beliau menghampiri. Menyelinap dari belakang sambil menjaga langkah agar tidak ketahuan bahwa beliau sedang mendekat ke kuli tersebut.
Bak seorang anak kecil. Beliau bermain tebak-tebakan dengan menutup mata si kuli dari belakang. Si kuli menjulurkan tangannya ke belakang. Meraba tubuh orang yang tengah menutup matanya.
Ia tahu siapa orangnya. Sebab, siapa lagi orang yang mau bersendu-gurau layaknya anak kecil dengan seorang kuli tukang panggul yang bau, miskin dan buruk rupa sepertinya. Tapi ia masih menikmati sendu gurau tersebut. Hingga tubuhnya yang bau dan kotor bersetuhan tubuh beliau.
Ya. Beliau adalah manusia terbaik yang Allah utus untuk seluruh umat manusia, untuk seluruh alam ini. Tidak lain dan tidak bukan adalah Hadhrat Muhammad Mustafa saw.
Beliau saw menaruh perhatian yang amat besar kepada orang-orang miskin. Memerintahkan untuk menghargai mereka juga menjaga perasaan mereka. Tak hanya itu, memenuhi kebutuhan mereka menjadi tanggung jawab setiap kaum muslimin.
Seorang wanita renta yang biasa membersihkan Masjid Nabawi meninggal. Beliau saw memperhatikan wanita tersebut beberapa hari tidak kelihatan membersihkan masjid. Beliau akhirnya bertanya kepada beberapa sahabat perihal wanita tersebut.
Rupanya, wanita tersebut telah meninggal. Lalu beliau bersabda, “Mengapa aku tidak diberi tahu kalau ia meninggal?”
Dengan suara yang agak tinggi Rasul bersabda, “Barangkali kalian memandangnya hanya sebagai wanita renta yang miskin, sehingga itu tidak penting bagi kalian. Itu sangat keliru.”
Beliau pun meminta diantarkan ke kuburannya, untuk mendoakannya.
Rasul saw sangat gigih memperjuangkan pengentasan kepada kemiskinan. Tak hanya mengajarkan untuk memperlakukan kaum dhu’afa dengan perlakuan yang baik, beliau juga meresepkan di dalam hati mereka untuk bekerja keras dan tidak meminta-minta. Agar mereka pun paham bahwa setiap manusia mempunyai harga diri.
Sehingga, Rasul saw sebenarnya telah menggariskan untuk terciptanya suatu masyarakat yang ideal, yang minim perselisihan juga keributan. Yakni, bagaimana hak-hak mereka yang berkekurangan dapat dipenuhi, baik secara individual maupun nasional, yakni negara bisa hadir dalam mengentaskan kemiskinan, lalu menegakkan kesejahteraan.
Begitu sederhananya konsep kesejahteraan yang Rasul ajarkan. Kesejahteraan pada hakikatnya adalah masalah kepedulian kita kepada sesama. Keresahan terhadap kesulitan tetangga kita, sahabat kita, orang-orang di sekitar kita, itu yang menjadi titik tumpu ajaran mulia Rasul Karim saw.
Sebuah pemandangan yang sangat bertolak belakang selalu hadir di tiap lembaran-lembaran kehidupan manusia, jauh setelah kemangkatan Sang Khatamul Anbiya, Manusia Sempurna untuk sepanjang masa. Makin jauh masa-masa ideal itu, makin jauh pula umat kepada ajaran-ajaran mulia Sang Rasul.
Yang terbaru. Sebuah pemandangan yang konyol tengah diperlihatkan oleh para pemangku amanah di Ibukota. Bagaimana “lem aibon” menjadi buah bibir yang menggambarkan betapa tidak pedulinya kita terhadap sesama.
Uang rakyat yang tidak sedikit jumlahnya itu, menjadi bancakan politik yang menihilkan kepekaan sosial kita akan masa depan kesejahteran masyarakat secara umum. Ini sangat jauh dari nilai-nilai yang telah diajarkan oleh Rasul Karim saw.
Sungguh sangat memalukan, di satu sisi masih terus saja digaungkan gerakan-gerakan bela islam, bela agama, tapi di sisi lain yang diperlihatkan oleh para politisi kita sungguh jauh dari apa yang Rasul Karim tekankan.
Bukankah mengentaskan kemiskinan dan menegakkan kesejahteraan adalah bela agama yang sesungguh-sungguhnya?
Bagaimana bisa tujuan mulia tersebut bisa diraih, jika kasus-kasus semacam “lem aibon” makin marak dilakukan oleh para pemangku amanah kita? Seharusnya, merekalah yang menjadi teladan utama masyarakat sehingga jalan menuju masyarakat madani dapat tercipta.
Visits: 114
Sab neki ki jarh taqwa he, agar yeh jarh rahi sab kuch raha ~ Akar dari semua kebaikan adalah takwa, jika ini ada maka semua ada.