
Bahayanya Melaknat Orang Tua Orang Lain
Alkisah, Umi dan Abi dikejutkan oleh anak remajanya yang pulang bersama seorang wanita paruh baya. Baragam tanya hadir di otak Umi. Tak selang berapa lama wanita paruh baya itu mengucapkan salam. Umi pun mempersilahkan tamunya seraya menggandeng anaknya yang menangis. Sontak saja itu tambah membuat Umi panik.
Ternyata wanita paruh baya itu adalah guru BP di sekolah anaknya. Dia menceritakan kalau anaknya ketahuan berkelahi dengan teman sekelasnya. Dia tidak tahu akar permasalahannya, makanya dia berinisiatif untuk membawa pulang Zaid.
Berkali-kali Zaid ditanya kenapa berkelahi dengan temannya tetapi dia tak menjawab hanya tangisnya yang semakin kencang sebagai jawaban. Akhirnya guru yang mengantar berpamitan dan dia akan terus mengawasi Zaid. Umi hanya bisa tersenyum menanggapinya. Karena dia tahu anaknya seperti apa.
Sepulangnya guru BP, Umi mulai berusaha mengorek kejadian sebenarnya. Zaid pun bercerita kalau Indra sudah mengejek Abi. Makanya Zaid marah dan mengejek balik bapaknya. Sontak saja Indra tak terima dan akhirnya berkelahi.
Umi tersenyum dan mulai menasehati Zaid. Kasih sayangnya meredakan amarah Zaid. Umi pun mengeluarkan jurus dalil yang pernah di dengarnya dari seorang ustad. Hadits Bukhari dan Muslim dikutipnya, Hadhrat Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya di antara dosa besar yang paling besar adalah seseorang melaknat kedua orang tuanya.” Dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin seseorang melaknat kedua orang tuanya sendiri?” Beliau saw. bersabda, Dia mencaci bapak orang lain, maka orang lain tersebut balik mencaci bapaknya dan dia mencaci ibu orang lain kemudian orang lain tersebut balik mencaci ibunya.”
Umi kemudian mengatakan kepada Zaid, “Umi mengerti kenapa Zaid bersikap begitu, tetapi kejahatan bila dibalas kejahatan maka akan melahirkan kejahatan lainnya. Jadi alangkah baiknya bila kejahatan diselesaikan dengan memberikan kebaikan atau dihentikan. Memang nafsu manusia pada dasarnya selalu ingin membalas, makanya bila sedang marah maka duduklah atau minumlah agar bisa meredakan kemarahan. Bila masih diliputi kemarahan alangkah baiknya bila pergi meninggalkannya.”
Kisah tadi memberikan gambaran bahwa meskipun kita tidak secara langsung menghardik orang tua sendiri tetapi apabila kita menghardik orang tua orang lain maka hardikan itu akan kembali pada kita. Menghormati orang tua bukan semata-mata hanya menghormati dan berlaku baik pada mereka tetapi juga berlaku baik terhadap orang tua orang lain.
Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda, “Sebagaimana Tuhan memaafkan kelemahan-kelemahan kita dan tidak langsung menghukum kita, kita juga hendaknya tidak cepat membicarakan orang lain dalam hal yang dapat membuat mereka menjadi malu.” [*]
Kemarahan manusia bisa juga dikarenakan rasa malu. Bila kita secara sengaja atau tidak sengaja mempermalukan orang lain maka dengan sendirinya akan menyulut kemarahan orang tersebut. Alangkah baiknya bila segala sesuatu dipikirkan dengan baik sebelum dikatakan atau dilakukan. Jangan sampai timbul penyesalan di kemudian hari. Pantaslah ada istilah diam itu emas.
Referensi:
[*] Malfuzaat, Vol.I, hal. 298
Visits: 54