KEMERDEKAAN YANG MEMERDEKAKAN

Saya sangat terkesan dengan pidato yang disampaikan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, pada peringatan hari guru kemarin. Sebuah refleksi yang berangkat dari fakta bahwa pendidikan kita lebih banyak memenjarakan murid ketimbang memerdekakannya.

Banyaknya mata pelajaran bahkan sejak bangku sekolah dasar. Stereotip bodoh karena kesulitan mengerjakan soal-soal matematika. Jurusan sosial dan bahasa dianggap yang termarjinalkan.

Pengkotak-kotakan itu, yang secara turun-temurun diwariskan, telah menciptakan ketidak-merdekaan belajar.

Banyak siswa yang memilih jajan ke kantin, ketimbang harus berhadapan dengan pelajaran matematika. Atau, menjadikan kelas sebagai rumah kedua, dengan tidur nyenyak saat guru mengajar.

Belajar di sekolah bukan menjadi pilihan bagi banyak siswa. Tapi lebih kepada keterpaksaan, jika ingin mengenyam bangku kuliah. Atau sekedar memberi kemudahan jika mau bekerja setelah lulus.

Nadiem Makarim memastikan akan memperjuangkan kemerdekaan belajar di Indonesia. Ia akan memastikan setiap anak mendapatkan kebebasan belajar sesuai dengan minat dan kemampuannya. Sebab, keberagamaan kognitif tiap-tiap anak merupakan sebuah keniscayaan.

Dan. Kemerdekaan itu bukan cuma soal pendidikan. Tapi kemerdekaan meliputi segala aspek kehidupan manusia.

Sebab, setiap orang mempunyai latar belakang dan kecenderungan yang beragam. Dengan menyeragamkan keberagaman tersebut kita justru tengah memenjarakan sebagian anak bangsa, untuk kemerdekaan sebagian yang lain.

Contoh yang paling mengkhawatirkan adalah soal kebebasan beragama dan berkeyakinan di negeri ini.

Kebenaran kini bukan lagi soal metodelogi yang digunakan, tapi soal siapa yang paling banyak dan keras bunyinya, dialah yang benar. Yang sedikit dan lemah, dia pasti salah.

Entah, sudah berapa banyak rumah ibadah yang disegel, ditutup paksa, bahkan diratakan dengan tanah. Semua didasarkan pada asas kecurigaan dan kebencian yang berlebihan terhadap suatu faham, aliran atau agama tertentu.

Kaum-kaum yang terdisriminasi dianggap meresahkan. Ajarannya bisa mendangkalkan iman, yang mendekatkan seorang mukmin kepada kekufuran.

Kita saksikan bersama narasi-narasi kebencian yang dihembuskan kepada umat, hingga orang-orang menjadi tersulut. Menghalalkan tindakan-tindakan anarkis dengan menghentikan ibadah umat lain, menutup atau menghancurkan tempat ibadah. Bahkan, menghalalkan darah mereka yang dianggap menyimpang.

Kasus Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, menjadi catatan berdarah perjalanan kehidupan berbangsa dan beragama di negeri ini. Tiga orang pengikut Ahmadiyah dihabisi tanpa ampun oleh ribuan orang yang merasa tercederai akidahnya.

Sebenarnya. Keyakinan seibarat kecenderungan seorang pelajar terhadap pelajaran tertentu. Ada sebagian yang cinta eksak. Yang cinta ekonomi tak kalah banyak. Apalagi sosial dan politik. 

Setiap pelajar diberi kebebasan untuk memilih apapun juga minat dan kemampuannya di bidang tertentu. Tujuannya adalah untuk sama-sama berkontribusi demi bangsa ini. Meskipun jalannya berbeda-beda.

Begitu pun dengan agama dan keyakinan. Setiap orang mempunyai tujuan yang sama dalam beragama dan berkeyakinan. Tujuan paling mulianya adalah mendekatkan diri kita kepada Tuhan.

Dampaknya, setiap umat beragama dapat menjadi manifestasi sifat-sifat Tuhan di dunia ini.

Jika Tuhan adalah Dia Yang Maha Pengasih, tidak mungkin sebagai hamba-Nya kita menjadi seorang pembenci.

Juga. Jika Tuhan adalah Dia Yang Maha Memaafkan, tidak mungkin sebagai hamba-Nya kita menjadi seorang penghukum dan pembalas yang tak kenal ampun.

Kalau Tuhan bisa toleran dengan kelemahan dan dosa-dosa kita, bahkan dia selalu menutupinya, mengapa kita bisa semudah itu intoleran dengan mereka yang lemah dan berbeda?

Tuhan saja memberikan kemerdekaan kepada kita untuk menjadi apapun di dunia ini. Dia hanya memberikan rambu, kalau kamu baik dapat ini, kalau kamu jahat dapat ini. Mau menjadi apapun kita, Tuhan memberikan kebebasan yang absolut.

Dia bukan tidak mampu menyeragamkan iman dan akidah umat manusia. Tapi, Dia Maha Tahu, bahwa keseragaman tersebut hanya akan mencederai sifat Rabb-Nya, yakni Pemelihara, Penjaga, dan Pendidik.

Seorang murabbi (pendidik) yang bijak adalah yang memberikan kemerdekaan memilih untuk menjadi apapun yang mereka suka dan bisa. Sebab, cinta membuat yang mustahil menjadi mungkin, bahkan mudah.

Visits: 47

Writer | Website

Sab neki ki jarh taqwa he, agar yeh jarh rahi sab kuch raha ~ Akar dari semua kebaikan adalah takwa, jika ini ada maka semua ada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *