Menapaki Jejak Kesempurnaan Rasulullah saw.

“Tidak ada manusia yang sempurna,” begitu kira-kira kalimat yang terucap untuk menampik kesalahan maupun kekurangan kita sebagai manusia. Namun, benarkah demikian? Apakah memang kesempurnaan hanya milik Allah semata?

Jika berbicara kesempurnaan fisik, sebagai manusia biasa tentunya kita tidak akan pernah bisa mencapainya. Sebenarnya kesempurnaan manusia di mata Allah sangat sederhana, yaitu jadilah hamba Allah yang beriman! Hal yang mudah diucapkan, akan tetapi perlu pengorbanan untuk menggapainya.

Kita meyakini sebagai umat Islam bahwa ada satu makhluk-Nya yang begitu sempurna, yakni Rasulullah saw. Rasulullah saw. merupakan manusia paling tinggi kedudukannya, tidak hanya bagi umatnya (manusia) namun juga dalam pandangan Allah. Itulah sebabnya beliau saw. mendapat julukan sebagai kekasih Allah.

Kesempurnaan yang tersemat pada diri Rasulullah saw. bukan tercipta begitu saja. Itu merupakan pantulan dari segala akhlak sempurna yang dimiliki-Nya. Dalam tarikh Islam dikisahkan bahwa Rasulullah saw. *maksum* (jaminan terbebas dari dosa). Hal ini tidak membuatnya berleha-leha justru semakin mempererat ikatannya dengan Allah. Konon, saking lamanya beliau mendirikan salat seraya berdo’a pada-Nya menyebabkan kaki beliau saw. bengkak.

Allah Swt. dalam Al-Qur’an menegaskan, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [1]

Begitu cintanya Rasulullah saw. kepada Allah sehingga beliau menyerap dan menerapkan segala sifat-Nya yang indah dalam kehidupannya. Itulah yang mengantarkan beliau saw. pada kedudukan manusia paling tinggi di dunia juga di akhirat.

Pada waktu menjelang kewafatannya, dikisahkan bahwa penyakit Rasulullah saw. semakin bertambah serius. Hari itu setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azan, dia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah saw. kemudian memberi salam, “Assalamualaikum ya Rasulullah? Assolah yarhamukallah.”

Fatimah menjawab, “Rasulullah dalam keadaan sakit.”

Tidak lama kemudian, Bilal kembali seraya berkata seperti perkataan yang tadi. Rasulullah memanggilnya dan menyuruh dia masuk. Setelah Bilal bin Rabah masuk, Rasulullah saw. bersabda, “Saya sekarang berada dalam keadaan sakit. Wahai Bilal, kamu perintahkan saja agar Abu Bakar menjadi imam dalam salat.”

Maka keluarlah Bilal sambil meletakkan tangan di atas kepalanya sambil berkata, “Alangkah lebih baik bila aku tidak dilahirkan ibuku!” Kemudian dia memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam salat tersebut. Ketika Abu Bakar melihat ke tempat Rasulullah saw. dia tidak dapat menahan perasaannya lagi lalu dia menjerit dan akhirnya pingsan.

Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengar oleh Rasulullah saw. Rasulullah bertanya, “Wahai Fatimah, suara apakah yang bising itu?” Fatimah menjawab, “Orang-orang menjadi bising dan bingung karena engkau tidak ada bersama mereka.”

Kemudian Rasulullah saw. memanggil Ali bin Abi Talib r.a. dan Abbas r.a. untuk membopong beliau berjalan menuju ke masjid. Setelah Rasulullah saw. mendirikan shalat, beliau melihat kepada orang ramai dan bersabda, “Ya ma aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah. Sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas kamu semua, setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa kepada Allah Swt. karena aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada di alam dunia ini.” [2]

Kesempurnaan akhlak Rasulullah terpancar dari berbagai sifat bahkan ketika beliau sedang jatuh sakit sekalipun. Beliau tetap menjadi pemimpin yang bijak dengan menasihati para sahabat serta pengikutnya untuk taat pada Allah.

Satu-satunya manusia yang tutur kata, nasihat, serta kebiasaannya selalu menjadi lentera yang menerangi umatnya ketika keimanan umatnya redup. Hal ini juga dipertegas oleh seorang ahli fikih dan hadis serta merupakan pendiri Mahzab Maliki, yakni Imam Malik, “Dan tidak ada seorang pun sesudah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melainkan diambil perkataannya dan ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Meskipun hanya para sahabat dan orang-orang terdahulu yang dapat berjumpa dengan Rasulullah saw. namun tuntunannya sampai kepada kita yang hidup di masa sekarang. Rasulullah menjadi tauladan dan kunci bagi umat manusia menuju surga-Nya. Menjejaki kesempurnaan akhlaknya adalah cara kita untuk memulai langkah kita ke jalan menuju pertemuan dengannya di surga firdaus nanti.

Bahkan ketika Bilal jatuh sakit, ia mengungkapkan betapa bahagianya ia jika tiada. Hanya dengan cara itu dia bisa bertemu kembali dengan seseorang yang paling dicintainya di dunia, yaitu Hadhrat Rasulullah saw.
Semoga kita semua dapat mengimplementasikan nasihat-nasihat Rasulullah saw. dan menyempurnakan akhlak sesuai dengan yang Allah serukan. Aamiin.

Refensi:
[1] QS. Al-Ahzab 33: 22
[2] https//kalam.sindonews.com/berita/1313293/70/kisah-mengharukan-detik-detik-wafatnya-rasulullah-saw

Visits: 32

Nurul Hasanah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *