Menghindari Segala Bentuk Kezaliman
Dikisahkan seseorang melihat lelaki yang tangannya terputus hingga bahu. Setiap bertemu orang, lelaki itu mengatakan, “Barangsiapa yang melihatku maka janganlah berbuat zalim kepada orang lain.”
Dengan rasa penasaran orang itu menghampirinya dan memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai, Saudaraku! Ceritakan kepadaku kenapa tanganmu terputus hingga bahumu?”
Lelaki itu menjawab, “Kisahnya panjang dan penuh keajaiban. Tempo hari aku melihat pemburu ikan, ia berhasil menjaring ikan yang sangat besar, kemudian aku menghampirinya dan aku minta dengan paksa ikan tersebut.
“Si pemburu ikan berkata kepadaku, “‘Ikan ini akan aku jual untuk menafkahi keluargaku.’ Tapi aku pukul dia dan aku ambil ikannya lalu kubawa ke rumahku. Saat perjalanan menuju rumah, ikan itu mengigit jempol tanganku dan gigitan ikan itu sangat menyakitkan.
“Keesokan harinya aku konsultasi ke dokter terkait gigitan ikan. Dan dokter menyatakan, ‘Ini adalah awal dari penyakit yang menular, kalau kamu tidak memotong jempolmu maka penyakit ini akan menular ke seluruh tubuhmu.’
“Dengan terpaksa jempolku dipotong, aku tidak bisa tidur karena tidak kuat menahan rasa sakit yang terus menerus akhirnya tanganku dipotong sampai ke bahu. Lalu seseorang pernah bertanya, ‘Sebab apa kamu mempunyai penyakit menular?’
“Aku ceritakan tentang gigitan ikan yang aku rampas dari tukang jaring ikan. Kemudian ia berkata kepadaku, ‘Andaikan kamu tidak mengambil dengan paksa dan meminta halalnya, niscaya kamu tidak akan memotong tanganmu, carilah orang yang kamu ambil ikannya itu sebelum penyakitmu menular ke seluruh tubuhmu.’
“Tanpa pikir panjang aku cari di berbagai sudut kota dan akhirnya aku menemukan orang yang memiliki ikan itu. Aku menangis di depannya seraya berkata, ‘Wahai, Tuan, mintakan ampunan kepada Allah atas apa yang aku lakukan kepadamu!’
“Orang itu tidak mengenaliku dan dia berkata, ‘Kamu ini siapa?’ ‘Aku adalah orang yang mengambil ikanmu dengan paksa itu.’
“Dan aku ceritakan musibah yang menimpaku. Ia berkata, ‘Wahai, Saudaraku, aku telah menghalalkan ikan itu setelah aku melihat keadaan yang menimpa dirimu.’
“Kemudian aku bertanya, ‘Wahai, Tuan, apakah kamu berdoa ketika aku ambil ikan itu darimu?’ Dia menjawab, ‘Iya. Doaku seperti ini: ‘Ya Allah, sesungguhnya orang ini diberi kekuatan atas kelemahanku atas apa yang Engkau berikan kepadaku, ia telah berbuat zalim kepadaku, maka tunjukan kepadanya kekuatan-Mu.’” [1]
Dari kisah tersebut kita dapat mengambil suatu pelajaran bahwa apabila kita melakukan perbuatan aniaya/zalim kepada orang lain, maka balasan dari perbuatan tersebut akan merugikan diri kita sendiri. Sebuah hadits riwayat Muslim menjelaskan bahwa: “Wahai, hambaku, sesungguhnya aku telah mengharamkan kezaliman terhadap diriku dan menjadikannya di antara kalian dilarang, maka janganlah kalian menzalimi.” [2]
Maksud dari hadits tersebut adalah tidak diperbolehkan bagi siapapun menzalimi orang lain, baik menyakiti atau memberikan mudarat antara sesama. Karena, sesungguhnya orang yang paling dicintai oleh Allah adalah orang yang paling berguna untuk orang lain dan memberikan kebaikan bagi orang lain.
Menurut ajaran Islam, berbuat aniaya/zalim adalah meletakkan sesuatu atau perkara bukan pada tempatnya. Secara sederhana, kata zalim adalah tidak adil dan kejam. Oleh karena itu, sudah seharusnya sifat tersebut dihindari oleh setiap orang, karena azab dari perbuatan zalim berlaku di dunia dan akhirat. Salah satu azab yang berlaku di dunia adalah dijauhi masyarakat.
Bahkan di dalam ayat suci Al-Qur’an, Allah SWT. telah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak berbuat aniaya terhadap manusia sedikit pun, akan tetapi manusia yang berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri.” [3]
Tafsir dari ayat tersebut menjelaskan bahwa tidak mungkin Allah melakukan kezaliman atau aniaya kepada hamba-Nya, Allah SWT. adalah Mahaadil dan Mahabijaksana. Karena itu keadilan Allah harus diikuti oleh manusia dengan berlaku adil terhadap yang lain. Janganlah sekali-kali manusia itu berlaku zalim, karena hal tersebut sangat dibenci oleh Allah SWT.
Seorang hamba yang beriman kepada Allah SWT. dan memegang teguh prinsip keadilan, kesamaan derajat tidak akan berbuat aniaya/zalim. Sebab, ia sadar bahwa kezaliman itu merupakan kegelapan yang akan menutup rapat hati orang yang melakukannya.
Walaupun perilaku aniaya/zalim dilarang dalam ajaran Islam, kita masih saja melihat di tengah-tengah masyarakat perbuatan tersebut. Ini terjadi karena keimanan seseorang tidak dibina dan dijaga dengan baik. Di samping itu, perilaku zalim bisa timbul karena ketidakmauan diri menjauhi dari godaan setan.
Melihat dampak negatif yang begitu besar dari perilaku zalim, maka perbuatan tersebut harus dihindari dengan sekuat tenaga. Kuncinya adalah keteguhan kita untuk selalu berpegang teguh kepada ajaran Islam. Menghindari perbuatan zalim akan memberikan hikmah yang besar dan akan menciptakan kasih sayang antarsesama.
Semoga kita sebagai umat Muslim yang selalu berusaha dan waspada dalam menjauhi segala bentuk kezaliman. Baik zalim kepada Allah SWT., zalim kepada sesama, maupun zalim kepada diri sendiri. Karena, hal tersebut hanya akan merugikan diri kita baik di dunia maupun di akhirat.
Referensi:
[1] alif.id.tasawuf.hikmah.
[2] HR. Muslim
[3] QS. Yunus 10: 45
Visits: 54