Menunjukkan Belas Kasih terhadap Sesama
Alkisah, seorang pemuda pergi merantau dengan membawa rasa pedih di hati. Hinaan yang kerap ia dapat disebabkan kehidupannya yang tidak memiliki harta benda, seolah membuatnya di pandang sebelah mata.
Sang pemuda adalah seorang yatim piatu, sejak lulus SMA ia bekerja dan menghidupi dirinya sendiri. Meski dengan penghasilan yang tidak begitu besar, ia berusaha mandiri dan tidak ingin menyusahkan orang lain.
Suatu ketika, di dalam suatu acara, terlontarlah kata-kata dari seseorang yang seakan merendahkannya. Mulai dari penghasilannya, kemudian keadaannya yang sampai saat ini sama sekali belum pernah ada seorang pun perempuan yang dekat sampai di usianya kini.
Dengan ucapan yang ia terima, tentulah ia merasa tersinggung sebab orang lain tak pernah mengerti apa yang ia alami dan rasakan. Dengan keadaannya ia merasa tidak percaya diri dan cendrung minder.
Namun, dari setiap kata hinaan yang diterima, ia berusaha mencari manakala ada perempuan yang bisa menerimanya. Sayang malang bukan kepalang, sang pemuda pun kembali merasa terhina karena keadaan status yang dianggap sebuah penilaian bagi sebagian perempuan.
Dengan tekad yang kuat sang pemuda memutuskan untuk pergi merantau dengan membawa hati yang luka, ia merasa lelah dengan setiap kata, serta tawa hina yang harus terus menerus ia terima. Sang pemuda tidak menaruh dendam. Ia hanya ingin menutup mulut orang-orang yang menghinanya dengan membuktikan kepada meraka yang memandangnya dengan sebelah mata, bahwa kasih sayang Allah membersamainya.
Dari kisah di atas, kita diajarkan untuk dapat menjaga lisan. Karena kita tidak tahu apa yang telah dirasakannya serta tidak tahu keadaan mental yang menerimanya. Hendaknya kita memikirkan apa yang akan kita ucap dan perbuat.
Islam mengajarkan segala aspek dalam kehidupan tentang perdamaian, kasih sayang, dan keselamatan baik kepada sesama Muslim maupun sesama manusia.
Allah SWT. begitu tegas melarang seorang Muslim untuk mencela, menghina, ataupun mengejek. Sebab, sikap tersebut dapat menyakiti hati orang lain.
Pada zaman sekarang ini, seakan sudah menjadi hal yang dianggap biasa atau lazim. Baik itu ungkapan yang serius ataupun bercanda. Saling ejek, saling hina yang merupakan sikap pembullyan. Padahal tanpa sadar dosa besar tengah menantinya.
Sebagai manusia semestinya kita pahami bahayanya sebuah perkataan atau ucapan. Sebab, suatu ucapan akan mampu membawa manusia kepada kebaikan ataupun keburukan. Karena, lidah manusia bisa menjadi faktor yang mampu mengangkat derajat seorang hamba di sisi Allah, namun juga bisa menyebabkan kecelakaan besar bagi pemiliknya.
Maka dari itu, marilah kita tanamkan rasa berbelas kasih yang dengan sikap itu kita akan mampu menanggungkan penderitaan orang lain, dapat menempatkan diri dalam posisi orang lain, dan dapat merasakan penderitaan yang dialami orang lain, seolah-olah itu adalah penderitaan kita sendiri.
Sebagaimana yang telah diperintahkan Hadhrat Masih Mau’ud as., “Tunjukanlah sikap belas kasih kepada sesama hamba-Nya. Janganlah berbuat aniaya terhadap mereka, baik dengan mulut atau dengan tanganmu, maupun dengan cara-cara lain.”
Segala perbuatan manusia haruslah didasari dengan belas kasih, rendah hati, lembut, dan pemaaf. Oleh karenanya, baik secara majaz dan hakikat, sudah semestinya nilai-nilai luhur dan kebaikan keluar dalam diri manusia.
Semoga kita mampu menyerapkan kelembutan, kebaikan dan rahmat Allah dalam diri sebagai hasil dari penghayatan besarnya kasih sayang Allah yang dilimpahkan-Nya kepada seluruh makhluk.
Visits: 22