
Patahkan Stigma Perempuan Tidak Perlu Sekolah Tinggi
Kita sedari kecil sudah terbiasa mendengar pepatah “Tuntutlah ilmu setinggi langit” atau “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.” Hal ini menggambarkan betapa pentingnya ilmu dan pendidikan bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, mengapa sampai hari ini masih saja ada sebagian kecil masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi melebihi laki-laki?
Tidak jarang kita mendengar kalimat-kalimat miring yang mengatakan, “Untuk apa perempuan bersekolah tinggi-tinggi? Toh nantinya akan masuk dapur juga,” atau, “Nggak perlulah perempuan sekolah tinggi-tinggi, nanti susah dapat pasangan yang setara.” Kalimat-kalimat ini kerap kali didengar, dan parahnya hal ini diucapkan oleh sesama perempuan juga.
Stigma ini biasanya muncul akibat pandangan tradisional yang menganggap bahwa perempuan hanya bertugas mengurus anak dan suami, sehingga tidak perlu menempuh pendidikan yang tinggi. Hal ini seolah membuat para perempuan seakan dibatasi ruang geraknya dan membuat mereka merasa tidak memiliki hak untuk memilih jalan hidup yang mereka inginkan.
Pada dasarnya pendidikan merupakan satu hal penting dalam meningkatkan kualitas diri. Apalagi di era digital saat ini, teknologi berkembang dengan sangat cepat yang mengharuskan setiap manusia untuk dapat mengikuti lajunya perkembangan tersebut untuk bertahan hidup. Untuk itulah pendidikan berperan penting dalam mengembangkan intelektual juga spiritual setiap manusia.
Pendidikan sebenarnya merupakan hak bagi semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Islam juga menegaskan hal ini pada setiap umatnya. Hal ini tertera dalan sebuah hadits yang Rasulullah saw. sabdakan, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” [1]
Sesuai hadits ini, tidak ada pernyataan pendidikan hanya untuk laki-laki saja. Itu artinya perempuan juga memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri dan mencapai cita-citanya dengan memiliki pendidikan yang tinggi. Karena dengan pengetahuan yang tinggi perempuan dapat meningkatkan kualitas hidup dan keluarganya kelak.
Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa, ibu merupakan madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Perempuan memiliki tanggung jawab yang besar dalam melahirkan anak-anak yang berkualitas secara jasmani dan ruhani. Sehingga, peran seorang ibu sangatlah berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anaknya.
Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi diharapkan mampu menciptakan generasi yang cerdas dan berkualitas dalam keluarganya. Karena, seorang ibu yang terdidik akan memiliki ilmu lebih dalam lagi dalam mengembangkan potensi anaknya untuk dapat sukses di masa depan.
Hari ini, 24 Januari diperingati sebagai Hari Pendidikan Internasional atau International Day of Education yang rutin digelar setiap tahunnya. Peringatan ini dibentuk sebagai pengingat pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan diri.
Hari Pendidikan Internasional menjadi momen yang tepat bagi masyarakat untuk mendukung hak pendidikan bagi setiap manusia. Peringatan ini mengajak semua lapisan masyarakat untuk mengambil langkah tegas untuk memastikan pendidikan dasar dan menengah diberikan kepada anak-anak. [2]
Peringatan Hari Pendidikan Internasional ini tidak hanya untuk anak laki-laki saja, tapi juga para anak perempuan, walaupun banyak yang beranggapan bahwa perempuan tidaklah penting dalam menimba ilmu pengetahuan. Banyak dari mereka yang tidak mengetahui bahwa hingga kini hanya ada satu orang yang pernah menerima dua Nobel Prize sekaligus. Satu orang tersebut adalah perempuan. Dialah Marie Curie.
Marie Curie dinobatkan sebagai Nobel Laurate untuk dua bidang: Fisika (1903) dan Kimia (1911). Ia dinilai sangat berjasa mengembangkan radioaktif yang kemudian menjadi alat penting dalam pengobatan kanker. Tidak berhenti sampai di situ, Marie Curie ikut berkontribusi pada kemanusiaan semasa Perang Dunia Pertama. Saat itu, mesin X-ray (aka. mesin Roentgen) bentuknya besar dan hanya tersedia di rumah sakit. Padahal banyak prajurit terluka yang membutuhkan diagnosa cepat dengan X-ray.
Marie Curie lalu memodifikasi alat X-ray hingga bisa dipasangkan pada mobil dan truk tentara. Ia bahkan terjun langsung di medan pertempuran. Ia belajar menyetir, mengganti ban bocor dan memperbaiki karburator supaya bisa membawa mobilnya ke garis depan. Marie Curie mendedikasikan hidup dan ilmunya untuk menyelamatkan nyawa manusia. Ia seakan tidak peduli pada nyawanya sendiri. Marie Curie memang akhirnya meninggal dunia karena terlalu sering terpapar radiasi X-ray.
Sejarah juga mencatat, Pada 9 Oktober 2012, Malala Yousafzai pulang dari sekolah selepas ujian. Bersama teman sekelas, ia naik minibus putih yang tiba-tiba dihentikan oleh segerombolan tentara Taliban bersenjata. Salah seorang dari tentara tersebut merangsek masuk, lalu menembak Malala tepat di dahi kiri. Karena jarak tembak yang begitu dekat, peluru menembus tengkorak kepala Malala, merusak gendang telinga, dan bahkan menembus dada.
Bagi Taliban, Malala adalah ancaman. Pada usia 11 tahun, ia sudah menjadi blogger (menggunakan nama samaran) dan bercerita tentang sulitnya hidup di bawah kekuasaan Taliban. Ia menyerukan bahwa anak perempuan harus bersekolah. Padahal, pada saat yang sama Taliban sedang gencar membatasi gerak perempuan. Sebanyak 400 sekolah yang menerima murid perempuan dibakar.
Malala diselamatkan oleh nasib, peluru Taliban tidak berhasil membunuhnya. Peluru itu juga tidak berhasil memadamkan semangatnya bersekolah. Malala sembuh dan bahkan menjadi simbol perjuangan perempuan untuk mendapat pendidikan. Pada 2014, Malala dinobatkan sebagai pemenang Nobel Prize bidang Perdamaian. Seorang perempuan Nobel Laurate termuda (usia 17 tahun) dalam sejarah. [3]
Marie Curie dan Malala merupakan contoh kecil dari apa yang bisa dilakukan oleh kaum perempuan, jika mereka diberi keleluasaan dalam pendidikan. Dengan adanya pendidikan, perempuan bisa menjadi apapun yang mereka inginkan dalam hidupnya. Perempuan juga dapat mengubah suatu peradaban melalui ilmu pengetahuan. Dan, dalam Islam banyak tokoh-tokoh perempuan yang sangat berperan penting dalam penyebarluasan Islam ke seluruh pelosok dunia.
Salah satunya adalah Siti Aisyah binti Abu Bakar ra. yang merupakan istri Rasulullah saw. dan perawi hadits terbanyak keempat setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan Anas bin Malik ra. Beliau meriwayatkan sebanyak 2.210 hadits. Abu Musa Al Asy’ari berkata, “Jika ada hadits yang tidak kami tahu maknanya, maka kami datang kepada Aisyah dan mendapatkan ilmu darinya.” Beliau terhitung sebagai wanita paling paham tentang ajaran Islam di era sahabat. Pengetahuannya mencakup hadits, tafsir dan fiqih terlebih tentang rumah tangga dan wanita. [4]
Agaknya hal ini sejalan dengan sabda Hadhrat Muslih Mau’ud ra., “Islam akan berhasil jika kalian dapat memperbaiki lima puluh persen kaum perempuan.”
Jelaslah dengan memberikan kesetaraan dalam pendidikan maka, nanti dapat kita jumpai penerus bangsa yang terdidik, cakap, dan memiliki kelebihan dari segi rohani maupun jasmani. Keleluasaan dalam mengenyam pendidikan yang baik, tentunya tidak hanya memikirkan hal-hal duniawi tetapi urusan akhirat bisa berjalan beriringan.
Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat hendaklah ia menguasai ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat) hendaklah ia menguasai ilmu.” [5]
Referensi:
[1] HR. Ibnu Majah
[2] https://www.rri.co.id/iptek/1261053/hari-pendidikan-internasional-24-januari-begini-sejarahnya
[3] https://id.quora.com
[4] https://sdwahdah.sch.id/7-sahabat-paling-banyak-meriwayatkan-hadits/
[5] HR. Ahmad
Visits: 45